Dunia Penyihir

Kekacauan (Bagian 1)



Kekacauan (Bagian 1)

0Angele berusaha bangkit, namun ia kehabisan tenaga. Tubuh besar lebah itu membuatnya merasa seperti memanggul batu besar. Bagian bawah tubuh lebah tersebut berada tepat di atas kakinya dan masih meneteskan cairan lengket berwarna hijau itu.     

Cairan hijau itu memiliki tekstur seperti lem yang sangat lengket. Kubangan di depannya semakin melebar.     

Brak!     

Terdengar suara sesuatu menabrak dek.     

Angele berusaha untuk mendongak. Ia melihat telinga panjang dan pipi cekung. Sosok itu adalah Baron.     

Matanya terbuka lebar, dan bahu kanannya tertusuk oleh penyengat hitam. Tubuhnya membeku dan tidak bergerak, seperti mayat yang diawetkan.     

Angele merangkak ke atas dek dan menggambar rune segitiga di lantai.     

"Anubis Amanda," gumamnya lirih.     

Shing!     

Gelombang tak kasat mata menyebar di sekitar kapal.     

Gelombang itu menyelimuti seluruh penyihir di atas dek.     

Tiba-tiba, semua suara dan bau di dek kapal itu menghilang, sempat itu menjadi benar-benar sunyi.     

Cloud Bee yang tersisa beterbangan di atas kapal selama beberapa saat. Roh-roh elemen yang tersisa berusaha menyerang lebah-lebah tersebut, namun serangan mereka berhasil ditangkis oleh medan pelindung para lebah.     

Para penyihir telah membeku atau mati, sementara penyihir yang berhasil selamat sudah meninggalkan dek.     

Lebah-lebah itu tidak memedulikan sihir yang baru saja Angele gunakan. Mereka sibuk mengambil mayat-mayat penyihir dengan kaki mereka dan pergi meninggalkan kapal.     

Dalam beberapa menit, semua penyihir yang mati ataupun membeku telah dibawa pergi. Yang tersisa hanyalah mayat-mayat lebah dan bercak-bercak darah.     

Lebah-lebah itu hanya menginginkan daging. Dalam beberapa menit, suara sayap mereka semakin jauh dan akhirnya menghilang.     

Angele beruntung. Pakaiannya kotor karena terkena darah lebah, sehingga lebah-lebah lainnya tidak memedulikannya. Salah satu lebah berusaha mengambil Angele, namun Angele terlindungi oleh pelindung logam-nya. Jika saja ia tidak memiliki medan pelindung, pasti ia sudah mati.     

Setelah setengah jam, tubuh Angele bisa bergerak kembali. Es yang melapisi kulitnya telah meleleh, sehingga ia mampu menggerakkan tubuhnya lagi.     

Pertama-tama, ia mendorong mayat lebah itu dari tubuhnya.     

Ia memotong kaki lebah berbulu itu dan melemparkannya.     

Bulu kuduk Angele berdiri saat ia menyentuh perut lembut lebah itu.     

Setelah berhasil berdiri, ia memeriksa tubuh lebah itu dengan seksama.     

Pedang perak panjangnya berhasil menusuk kepala lebah tersebut, sementara tubuh bagian bawah lebah itu tertusuk oleh scimitar terkutuk-nya. Luka itulah yang meneteskan cairan hijau dan lengket tadi.     

Semakin banyak cairan hijau yang menetes, bagian tubuh bawah lebah tersebut semakin menyusut. Dua buah penyengat masih tersisa, namun lebah itu mati sebelum sempat menggunakannya.     

"Perkiraan-ku benar, cairan tubuh lebah ini adalah penawar racun sengat-nya." Angele bernafas lega seraya memegang penyengat di bahu kanannya dengan tangan kiri.     

Shing!     

Ia menarik penyengat lebah itu dan melemparkannya ke lantai.     

Penyengat itu membuat bahunya berlubang dan tulang bahunya pecah, hingga nyaris menembus tubuhnya. Untungnya, lapisan es dari sengat itu membuat darahnya berhenti menetes.     

Angele mengambil tabung yang penuh dengan cairan hitam. Ia membuka penyumbatnya dan menuangkan cairan hitam itu ke atas lukanya.     

Asap putih membumbung tinggi dari luka itu.     

Angele mengernyitkan alisnya. Keringat dingin membasahi wajahnya dan menetes melalui dagunya.     

Ramuan itu membuat es dari lukanya menghilang, sehingga darah mulai mengucur.     

Tanpa membuang waktu, ia langsung mengambilkan bubuk berwarna kuning muda dari kantong lainnya dan menaburkannya ke lukanya.     

Setelah bubuk itu tercampur secara merata, bahunya bersinar kehijauan.     

Dua menit kemudian, lukanya yang mengeluarkan banyak darah itu tertutup.     

'Aku harus istirahat dulu. Aku hampir mengaktifkan signet ilusi-ku sepenuhnya.' Angele menghela nafas. Awalnya, ia tidak yakin apakah signet ilusi itu akan bekerja. Walaupun harpy adalah makhluk yang mengerikan, masih ada makhluk-makhluk lain yang lebih mengerikan. Ia tidak yakin apakah lebah-lebah itu memiliki darah makhluk kuno.     

Ia mendongak dan melihat sekelilingnya.     

Ia sendirian di atas dek. Di sana, hanya ada senjata-senjata dan perisai yang hancur, bersama dengan lima mayat Cloud Bee di samping tiang dan tepian dek. Semua mayat itu berlumuran cairan lengket berwarna hijau.     

'Jika saja mereka tidak menyerang dengan kelompok sebanyak itu…' Ia menggenggam scimitar-nya dan berjalan berkeliling.     

"Hei! Apa ada yang masih hidup?!" teriaknya.     

Suara Angele bergema di seluruh kapal.     

Angin dingin meniup wajahnya. Tiba-tiba, ia melihat pergerakan di bawah salah satu mayat lebah.     

"Tolong… Aku masih hidup…" rintih seorang pria.     

Angele segera berlari dan mendorong mayat lebah itu. Suara itu berasal dari pria berjubah hitam yang tidak dikenalnya.     

Kaki kanan pria itu tersengat cloud Bee, namun cairan tubuh mayat lebah di atasnya telah menawarkan racun tersebut.     

Namun, daya tahan pria itu jauh lebih lemah ketimbang Angele, sehingga wajahnya terlihat kelelahan. Darah mengucur dari mata, mulut, hidung, dan telinganya. Kepalanya pun terluka parah.     

"Ada lagi?!" Angele kembali berteriak seraya membantu pria itu berdiri,     

Tidak ada yang menjawab.     

Mereka berjalan ke pintu masuk kabin. Di sana, ada dua penyihir cahaya yang tersungkur dan tidak bergerak.     

Di sebelah kiri, terdapat seorang penyihir berambut hitam panjang. Telapak tangannya tertusuk penyengat hitam, dan tubuhnya membeku.     

Di sebelah kanan, ada Hikari. Peramu ulung itu tersungkur di lantai, namun ia beruntung karena penyengat lebah tersebut tidak mengenai lehernya. Namun, ia terkena racun, sehingga ia tidak sadarkan diri.     

"Mereka masih hidup!" Angele membantu pria itu duduk di tangga dan berlari ke atas dek. Setelah beberapa detik, ia membawa gelas beker penuh cairan hijau dan mengoleskan cairan itu pada luka kedua penyihir itu.     

Setengah jam kemudian, lapisan es pada tubuh mereka meleleh. Angele melepaskan rune-rune pengaman dari setiap kamar dan membantu pria berjubah hitam itu masuk ke salah satu kamar.     

"Untuk apa kau menolong kita? Kau juga terluka parah." Pria berjubah hitam itu menggeleng. "Jika aku ada di posisimu, akan kubunuh semua dan kuambil bahan-bahan langka mereka."     

"Kau pikir aku bisa sampai di Omandis sendirian?" Angele menjawab dengan santai. "Menyelamatkanmu adalah menyelamatkan diriku sendiri."     

Pria itu berbaring dan mengambil cairan penyembuh dari kantongnya.     

"Sembuhkan dirimu sendiri, ya?"     

"Baiklah." Pria itu mengangguk.     

"Bagus, aku akan pergi memeriksa kondisi kapal." Angele mengernyitkan alisnya dan berjalan keluar. Kedua penyihir wanita itu duduk di lorong. Walau mereka sudah sadar, namun wajah mereka masih pucat.     

"Terima kasih telah menyelamatkan kami. Di mana yang lain?" tanya Hikari setelah melihat Angele berjalan mendekatinya.     

"Mereka dibawa lebah-lebah itu. Para lebah itu makan besar hari ini," jawab Angele seraya memeriksa lukanya. Ia tampak sangat kelelahan.     

"Tidak banyak penyihir yang tersisa di kapal ini."     

Angele menoleh ke penyihir wanita di samping Hikari.     

Perempuan itu memperkenalkan diri, "Master, namaku Morissa… Terima kasih telah menolongku…" Wanita itu terdiam sejenak, lalu ia berkata, "Kami mendengar teriakanmu selama pertarungan dan segera berlari masuk, tapi aku tetap terkena sengatan mereka. Seseorang menggunakan sihir yang menghilangkan suara dan bau, sehingga lebah-lebah itu tidak menyerang kita..."     

Morissa mengingat kejadian tadi. Ketakutan terlihat jelas di mata wanita itu.     

"Makhluk-makhluk itu sangat mengerikan! Sihir-sihir kita tidak mempan! Sama sekali tidak mempan! Kita adalah penyihir, tapi mereka lebih kuat dari kita?! Bagaimana mungkin?!" gumamnya sambil menunduk. Tubuh wanita itu gemetar.     

Morrisa sadar bahwa perjalanan ini sangat berbahaya, namun ia tidak menyangka bahwa monster pertama yang mereka temui telah membunuh sebagian besar penumpang, hingga hanya beberapa penyihir yang berhasil keluar hidup-hidup. Wanita itu telah hidup terlalu lama di Nola, sehingga ia tidak mempercayai kejadian seperti ini.     

Setelah beberapa menit, Morrisa akhirnya kembali tenang. "Maaf… aku hanya…"     

"Tidak apa-apa." Hikari tersenyum kecut. "Aku berharap bahwa ini hanya mimpi buruk, tapi lukaku masih sakit."     

"Sembuhkan diri kalian dan istirahatlah. Masih ada banyak hal yang harus aku urus. Untungnya, kapal-kapal kita masih bisa bergerak seperti biasa. Kita masih berada di rute yang tepat." Angele mengangguk. "Sepertinya, Reyline masih istirahat di kamarnya. Kunjungilah dia saat kalian sudah merasa lebih baik."     

Hikari dan Morissa kembali ke kamar masing-masing dengan susah payah.     

Angele berjalan naik dan kembali ke atas dek untuk memeriksa lebah-lebah yang telah mati.     

Ia hanya menemukan beberapa penyihir yang membeku. Yang lainnya telah dibunuh atau ditangkap lebah-lebah itu.     

Angele memeriksa kedua kapal lainnya, tapi ia tidak menemukan siapa pun. Kapal ketiga telah bergerak menjauh karena pertarungan, sehingga Angele membenarkan rute pergerakan kapal dan segera kembali ke kapal pertama.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.