Dunia Penyihir

Alat Sihir (Bagian 1)



Alat Sihir (Bagian 1)

0Setelah berlari turun, Angele menghilang di antara lebatnya hutan.     

Pepohonan itu sangat tinggi dan berdaun lebat, hingga langit pun nyaris tak terlihat karena tertutup daun. Di atas tanah, banyak semak belukar berselimut kabut putih.     

Angele berjalan perlahan menyusuri jalan sempit. Langkah kakinya membuat semak belukar bergemerisik.     

Sepatu bot-nya yang tebal tidak mampu melindunginya dari dinginnya rerumputan hutan itu. Angele mencium bau tidak sedap di udara.     

Dengan pelat hitam di tangannya, ia memastikan lokasi Red Beard dan segera berlari menuju ke tempat itu.     

Titik merah di pelat itu berkedip-kedip, bergerak, dan berhenti beberapa kali.     

Setelah sepuluh menit berjalan, terdengar suara sesuatu sedang terbakar.     

Sepuluh meter di depannya, terdapat lautan api membara yang terus meluas. Dahan-dahan pun terbakar, dan pepohonan mulai tumbang.     

Cahaya api menerangi hutan yang gelap itu.     

Angele memeriksa sekitar perapian. Tidak ada orang di sana.     

Ia meringkuk, dan titik-titik cahaya biru bersinar di depan matanya.     

Setelah beberapa saat, Angele menebang semak belukar di depannya. Ia menemukan adanya banyak jejak kaki. Siapa pun pemilik jejak ini, sangat jelas bahwa mereka sedang terburu-buru.     

'Mereka baru saja meninggalkan tempat ini. Jika dilihat dari pola pergerakan sepatu mereka, sepertinya mereka terpaksa masuk ke hutan ini. Api ini hanyalah umpan untuk menghentikan orang yang mengejar mereka.'     

Ia menyimpulkan tanpa membutuhkan waktu lama.     

Angele berdiri dan melihat sekitarnya. Tiba-tiba, ia memutuskan untuk berjalan mendekati semak belukar yang lain. Rerumputan itu tampaknya telah diinjak oleh orang-orang.     

'Mereka pasti sedang mengejar Red Beard.' Angele memutuskan untuk berhati-hati. 'Aku harus bertindak cepat. Jika tidak, pria tua itu akan mati sebelum aku sempat menemukannya.'     

Ia berbalik dan berlari ke kanan.     

Setelah berlari sekitar satu menit, Angele mencapai tepi daerah yang terbakar. Ia segera masuk lebih jauh ke dalam hutan.     

Ia terus berlari tanpa menyembunyikan jejak kakinya sama sekali. Setelah beberapa menit, terdengar teriakan-teriakan dan suara ledakan.     

Angele menggenggam pedangnya erat-erat dan berlari lebih cepat.     

"Siapa di sana?!"     

Terdengar suara teriakan seorang pria di depan.     

Di antara pepohonan itu, terdapat tanah lapang yang luas.     

Ledakan itu menghancurkan pepohonan dan mengubah tempat itu menjadi lautan api.     

Seorang pria paruh baya, yang mengenakan pakaian ketat berwarna biru, berdiri di tengah lautan api itu. Ia berusaha berdiri dengan menggunakan mace hitam raksasa sebagai penyangganya. Selain pria itu, tidak ada orang lain di sana.     

Pria itu terluka parah; tangan kirinya telah hancur.     

Saat Angele berjalan keluar dari hutan, pria itu menatap Angele.     

"Kau siapa?"     

Angele menatap balik pria itu dan menganalisa kekuatan gelombang mentalnya. Hasil analisa menunjukkan bahwa ia adalah seorang penyihir tingkat Gas.     

"Apa kau sedang mengejar Red Beard?" tanya Angele.     

"Kau mengejar dia juga? Pergilah ke sana, mereka baru saja pergi." Pria itu menunjuk ke arah kanan.     

Angele mengangguk. Red Beard baru saja melukai seorang penyihir tingkat Gas, dan luka penyihir itu semakin parah, sehingga persaingannya untuk membunuh Red Beard telah berkurang.     

Ia kembali memeriksa pelat hitamnya. Titik merah itu semakin dekat dan telah berhenti bergerak.     

Saat ia berlari mendekati titik merah itu, terdengar suara teriakan seseorang.     

Seketika, teriakan itu berhenti. Angele melihat seorang wanita berjubah merah yang tertimpa pohon. Seluruh tubuhnya membeku menjadi es.     

Wanita itu langsung mati.     

Angele berjalan mendekati balok es itu dan menyentuhnya.     

Tang!     

Pelindung logam di sekitar Angele pun tidak mampu menghancurkan es itu.     

Tiba-tiba, terdengar suara orang-orang berbincang-bincang dari balik semak belukar.     

"Sudahlah, Lando, kau tidak akan selamat. Berikan saja benda itu. Aku akan memastikan bahwa kau tidak menderita lagi," teriak seorang wanita.     

Angele memicingkan matanya.     

Ia kembali memeriksa lempeng hitamnya. Titik merah itu sangat dekat dengan titik hitam.     

Ia meletakkan lempeng itu ke kantongnya dan mengambil segenggam debu kelabu.     

"Angin ... dengarkanlah perintahku..." gumamnya dengan suara lirih.     

Benang-benang hijau muncul di udara dan berputar-putar di sekitar Angele.     

Setelah beberapa detik, benang-benang itu menghilang tak berbekas.     

Angin sepoi-sepoi bertiup wajahnya. Angele melemparkan bubuk kelabu itu ke udara. Bubuk itu berubah menjadi titik-titik cahaya perak dan menghilang tertiup angin.     

Setelah angin itu berhenti bertiup, semua bubuk menghilang.     

Angele mengambil sebilah scimitar dari punggungnya. Pedang itu berlekuk-lekuk dan diselimuti oleh cahaya hijau. Ia memutar pegangan scimitar itu, sehingga sebilah pedang berukuran sama muncul dari bagian bawahnya.     

'Biar kulihat kekuatan scimitar terkutuk ini.' Angele memutar pedang itu dan meletakkannya pada sabuknya.     

Angele memegang pedang panjang di tangan kanannya dan maju perlahan.     

Red Beard sedang duduk di samping pohon besar. Darah mengucur dari mulutnya. Di sampingnya, terdapat dua mayat yang terpotong separuh. Sepertinya, mereka mati mengenaskan.     

Seorang pria berjenggot putih menatap Red Beard dengan tenang. Ia membawa tongkat dan mengenakan jubah merah.     

Seorang wanita kekar berdiri di samping pria tua itu. Rambut pirangnya tampak berantakan. Ia mengenakan baju zirah berwarna hitam dan membawa pedang besar berwarna merah. Pola berbentuk petir hitam menghiasi dahi wanita itu.     

Mereka bertiga menatap Angele secara bersamaan. Tak ada yang terlihat terkejut. Mereka telah menyadari keberadaan Angele sejak lama.     

"Olive, aku akan memberikan alat sihir itu padamu. Namun, sepertinya, pria muda ini menginginkannya juga." Red Beard tertawa.     

Angele berkedip. Ia terkejut dengan perkataan Red Beard. Alat sihir itu lebih kuat ketimbang benda sihir tingkat tinggi dan memiliki kemampuan untuk membantu pemiliknya menggunakan sihir secara instan.     

Red Beard membicarakan alat sihir itu untuk memancing kedua penyihir agar mereka membunuh Angele.     

Penyihir akan melakukan apa saja untuk mendapatkan alat sihir. Walau rencana itu sangat jelas, namun masih sangat efektif.     

"Nak, ini bukanlah urusanmu. Sebaiknya, kau pergi. Sekarang juga!" Wanita yang membawa pedang besar itu berteriak pada Angele. Ia menyadari bahwa ekspresi Angele berubah saat mendengar kata 'alat sihir'.     

"Aku mempunyai urusan pribadi yang serius dengan pria tua ini. Aku ingin berbicara padanya terlebih dulu. Kau pikir aku akan pergi hanya karena kau meminta?" Angele menggeleng.     

"Bunuh dia." Pria tua bernama Olive itu tiba-tiba menoleh ke arah Angele.     

Wanita itu mengangguk dan berjalan mendekati Angele. Ia menurunkan pedangnya dan bersiap-siap untuk bertarung.     

"Sebenarnya, aku tidak terlalu peduli dengan alat sihir itu. Aku hanya ingin membunuh Red Beard," kata Angele dengan tenang. "Red Beard adalah penyihir tingkat Kristal terkuat yang kukenal. Kita harus membunuhnya dulu sebelum ia pulih."     

Ia tidak takut bertarung. Selama Red Beard tidak memiliki cukup kekuatan mental untuk menggunakan sihir tingkat dua, ia yakin bahwa ia akan mampu membunuh pria tua itu dengan mudah. Saat ini, Olive adalah masalah terbesarnya.     

Ia berhasil melacak Red Beard. Hal ini menunjukkan bahwa ia adalah seorang penyihir tingkat Kristal yang sangat kuat.     

"Lagipula, kau tahu bahwa aku hanyalah penyihir tingkat Gas, kan? Aku tidak bisa melakukan apa-apa pada kalian." Angele mengedikkan bahunya dan mundur dua langkah.     

"Master, dia benar. Belakangan ini, kita sudah melanggar banyak aturan. Kita bunuh saja Red Beard." Wanita itu berkata pada Olive.     

"Aku tidak membawa alat sihir itu, karena aku sudah menyembunyikannya. Jika aku mati, kau tidak akan pernah menemukannya." Red Beard tersenyum.     

Olive menggeleng. "Kau terlalu sering menipu kami. Kesabaranku sudah habis."     

"Kau sudah mengenalku selama bertahun-tahun. Aku tidak berbohong, seperti kejadian di Kota Maple dulu..." Red Beard tertawa seraya menggerakkan jari telunjuk kanannya. Kuku jari telunjuknya hancur berkeping-keping, dan darah merah menetes pada rerumputan hijau di bawahnya.     

Olive diam sejenak, kemudian ia melanjutkan. "Terserah kau saja. Sudah kubilang, aku akan membiarkanmu pergi hidup-hidup jika kau memberikan benda sihir itu padaku."     

"Master Olive, Red Beard tidak akan memberikan benda itu padamu. Sebaiknya, kau membunuhnya sekarang juga. Ia hanya membuang waktu. Sepertinya, ia bisa melawan." Angele memotong. "Aku merasakan adanya pergerakan energi saat kalian berdua berbincang-bincang…"     

Ekspresi Red Beard berubah.     

Olive menatap Red Beard dan mengangkat senjatanya.     

Duar!     

Gelombang muncul di sekitar Red Beard. Seluruh tempat itu menjadi buram dan berlekuk seperti agar-agar. Angele tidak bisa melihat apa yang sedang terjadi.     

Krak!     

Pohon di belakang Red Beard terjatuh, sehingga meninggalkan lubang besar di tanah.     

"Lagi-lagi!" Olive menggenggam tongkatnya erat-erat. "Kejar dia!" Pria tua itu berteriak.     

Wanita itu menggenggam pedang besarnya dan berlari bersama Olive.     

Angele berjalan menuju sisa pohon itu. Ia memeriksa lubang di sampingnya dan mengambil pelat hitamnya. Titik merah pada lempeng itu kembali bergerak.     

Ia berbalik dan berlari mengejar Red Beard.     

Red Beard segera berhenti di dekat pohon besar. Olive dan wanita itu berdiri di sampingnya.     

"Sepertinya, rencanaku gagal." Red Beard menghela nafas dan mengusap darah dari mulutnya. "Mengubah tubuhku menjadi energi bukanlah ide yang baik."     

"Gelombang mental-mu terhalang oleh sihirku." Olive tersenyum keji. "Kau tidak akan bisa menipuku dengan trik yang sama dua kali."     

"Kalian bisa berbicara dengannya dengan lebih mudah jika kau menghajarnya lebih keras lagi." Angele tersenyum.     

Mendengar perkataan Angele, Olive dan wanita itu menoleh ke arahnya secara bersamaan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.