Dunia Penyihir

Membalas Dendam Lama (1)



Membalas Dendam Lama (1)

0Angele menurunkan tangannya, dan rune berbentuk bunga pun menghilang.     

Ia duduk di sofa seraya meminum segelas susu. Rasa manis dan krim yang kental tertinggal di lidahnya.     

"Alice, berikan aku pena dan kertas," teriak Angele.     

"Baik." Alice tetap mendengar Angele walaupun ia berada di luar rumah.     

Beberapa menit kemudian, Alice membawakannya gulungan kulit berwarna kuning, sebotol tinta, dan pena bulu.     

Angele mengambil pena itu, membuka botol tinta, dan mencelupkan pena itu ke dalam tinta. Ia membuka gulungan itu dan mulai menulis balasan untuk surat Master Liliana.     

Dalam suratnya, ia menulis bahwa ia menerima tawaran Liliana dan ikut senang atas kesembuhan gurunya itu. Angele juga mengutarakan keinginannya untuk berbicara langsung dengan Liliana melalui teleskop-nya.     

Ia menuliskan alamatnya di bagian paling bawah gulungan itu. Setelah selesai menulis surat, ia membacakan mantra pada gulungan itu agar tak ada orang yang bisa membacanya selain Master Liliana.     

Setengah jam kemudian, ia menggulung suratnya. Tiba-tiba, pola berbentuk ular hitam yang melingkar muncul di permukaannya selama satu detik.     

Angele memasukkan gulungan itu ke dalam tabung kayu yang telah dibawakan Alice. Kemudian, ia menyegel tabung itu dengan lilin.     

"Bawa ini ke kantor pos dan pastikan bahwa mereka mengirimkan ini ke tempat yang benar. Ada seseorang yang akan mengambil ini di sana." Angele memberikan tabung itu pada Alice.     

"Saya mengerti."     

"Terima kasih."     

"Saya akan pergi sekarang."     

Angele berdiri setelah Alice keluar dari ruangannya.     

Ia berjalan ke lantai dua dan memasuki ruang belajarnya. Kemudian, ia mengambil teleskop berwarna hitam dari kotak hitam di bawah mejanya.     

Ia meletakkan teleskop itu di atas rak buku dan menggunakan beberapa benang perak untuk mengikatnya pada salah satu lubang di teleskop itu.     

*Shing*     

Teleskop itu mengarah ke lantai dan mengeluarkan sinar cahaya putih.     

Setelah itu, teleskop Angele berhenti bergerak.     

Angele menunggu jawaban Master Liliana dengan sabar.     

Sekitar sepuluh menit kemudian, satu sosok tinggi berjalan menuju cahaya putih itu, dan tubuhnya pun terbentuk.     

Sosok itu mengenakan jubah panjang berwarna kuning. Rambut panjangnya tergerai di bahunya. Ia adalah Isabel.     

"Ada masalah apa?" tanya Isabel dengan nada santai. "Bukankah kita sudah berbincang-bincang belum lama ini?"     

"Yah, apa kabarmu di Kastil Taring Putih?" Angele menatap Isabel dengan tenang.     

"Raymond memperlakukanku dengan sangat baik." Isabel tersenyum kecil.     

"Baguslah kalau begitu. Aku ingin bertanya sesuatu. Apa kau tahu bahwa markas Menara Enam Cincin akan merekrut penyihir dari divisi-divisinya?" Angele langsung bertanya.     

"Markas besar?" Tiba-tiba, senyuman Isabel menghilang.     

"Oh, apakah kau dikirim ke markas besar?" Tiba-tiba, terdengar suara seorang wanita. Seorang wanita berambut pirang yang mengenakan pakaian sutra berwarna putih mengikuti perbincangan mereka berdua.     

Wajah wanita itu tampak bersih. Ia tersenyum penuh percaya diri seraya menggaruk kepalanya.     

"Aku Raymond. Jadi, kau adalah teman Isabel satu-satunya? Kau terlihat ... biasa saja."     

Ia menghina Angele     

Angele tetap tenang dan mengamati wanita bernama Raymond itu. Ia tidak menyangka akan berbicara dengan wanita itu saat ini.     

"Jadi, kau adalah Raymond?" Ia mengernyitkan alisnya. "Bukankah menyela pembicaraan orang lain adalah tindakan yang tidak sopan?"     

"Huh? Maksudmu, aku tidak sopan? Raymond tertawa. "Ha, sebelumnya, tidak ada yang menganggapku begitu. Kurasa kaulah yang memanfaatkan Isabel untuk mendapatkan bahan-bahannya. Sepertinya, kau orang yang berani."     

"Aku tidak peduli dengan pandanganmu terhadapku." Angele tetap tenang. Walau Raymond adalah 'partner' Isabel, Angele tak pernah menyukainya. Ia telah membahayakan Isabel.     

Angele juga berpikir bahwa Raymond hanya mempermainkan Isabel. Ia tak pernah menyangka bahwa Isabel akan menganggap hubungan mereka serius. Tapi, Isabel ternyata menanggung segala perbuatan Raymond, sehingga Raymond berniat untuk membalas kebaikannya. Itulah mengapa Raymond jatuh cinta pada Isabel.     

Angele mengingat hari-hari di mana Isabel membantunya dengan memberikan semua bahan yang ia miliki. Ia sangat tersentuh.     

"Maafkanlah apa yang baru saja aku katakan. Aku hanya penasaran denganmu." Raymond sedikit membungkuk. "Aku mengetahui sesuatu tentang Menara Enam Cincin."     

"Hah? Terima kasih, Master Raymond." Angele menggeleng dan tersenyum.     

Ia tahu bahwa Raymond hanya ingin melihat teman Isabel satu-satunya. Selain itu, Isabel mungkin sudah memberitahu Raymond tentang darah badak.     

"Markas besar Menara Enam Cincin terletak di tengah sebuah daratan yang bernama Omandis. Jalan menuju Omandis terhalang oleh pegunungan. Kau hanya bisa melewatinya dengan tunggangan terbang. Ini membutuhkan banyak waktu dan juga uang, sehingga markas besar hanya berkomunikasi dengan divisi-divisi jika diperlukan.     

"Hanya beberapa penyihir yang dikirimkan ke markas besar yang kembali ke divisi. Mereka menggunakan kesempatan itu untuk naik tingkat atau pindah divisi. Kau bisa menemukan bahan-bahan yang jauh lebih baik di Omandis. Ada penyihir yang menolak tawaran itu karena mereka ingin menghemat uang dan menikmati hidup mereka di Nola."     

Raymon berhenti sejenak, lalu ia melanjutkan, "Yang terpenting, ada banyak makhluk berbahaya yang tinggal di pegunungan itu. Kau bisa terbunuh walau kau pergi dengan menunggangi binatang terbang. Kau harus mempersiapkan segalanya dengan matang jika kau ingin pergi ke sana."     

"Apakah ada hal berbahaya lainnya?" Angele tahu bahwa perjalanan itu tak akan mudah.     

"Selama perjalanan ke sana, kau akan membawa bahan-bahan yang dikirim ke markas besar, jadi kau harus menjaganya. Ah, selain itu..." Raymond mengerutkan bibirnya. "Kau tahu Penyihir Sempurna, kan? Penyihir lelaki bernama Reyline itu juga terpilih. Ia sangat brengs*k. Aku bertarung dengannya berkali-kali."     

"Baiklah, aku akan mengingat semua itu."     

"Hanya itulah yang kutahu. Markas besar Menara Enam Cincin masih menjadi misteri, karena mereka jarang berkomunikasi dengan masyarakat. Kau adalah anggota divisi mereka, namun para penyihir di markas besar akan menganggapmu sebagai orang asing." Raymond mengedikkan bahunya dan menghilang.     

*Shing*     

Cahaya itu menghilang dari lantai.     

Angele menutup matanya dan memikirkan perkataan Raymond. Ia mengambil teleskop itu dan meletakkannya kembali ke dalam kotak di bawah meja.     

Kemudian, ia mengambil teleskop perunggu dari dalam laci.     

Angele mengetuk teleskop itu setelah menyeimbangkannya dengan benang perak.     

*Shing*     

Cahaya putih langsung terpancar dari teleskop itu dan menampilkan seorang pria tua berjubah putih. Ia berdiri di depan meja besar. Sepertinya, ia sedang menggambar sesuatu.     

Pria tua itu berbalik setelah mendengar suara teleskop itu.     

"Green, sekarang aku sedang melakukan percobaan penguatan. Jika kau membutuhkan sesuatu, cepat katakanlah." Shiva mendongak. Tangannya tidak berhenti bergerak.     

"Baiklah. Aku hanya ingin bertanya padamu tentang markas besar Menara Enam Cincin." tanya Angele.     

"Markas besar? Kau ingin pergi ke Omandis?" Shiva terkejut. Ia bahkan berhenti menggambar, dan menatap Angele.     

"Aku sedang mempertimbangkannya. Sepertinya, itu adalah kesempatan yang baik untukku."     

"Yah, kalau begitu, dia bukan temanmu. Dia pasti ingin kau mati." Shiva menggeleng. "Perjalanan menuju markas besar memang sepertinya menyenangkan, tapi seorang penyihir lemah akan mati di perjalanan itu. Kau tak akan aman di langit itu. Rumor berkata bahwa hanya setengah penyihir yang berhasil sampai di Omandis."     

"Kudengar, Reyline juga pergi ke sana. Ia adalah Penyihir Sempurna, bukan?"     

"Reyline? Yah... perjalanan ini memang berbahaya. Berpikirlah dua kali sebelum kau membuat keputusan. Jika kelompokmu kuat, kau akan sampai di sana dengan selamat. Sebaliknya, jika kelompokmu lemah, makhluk-makhluk sihir akan memangsamu." Raut wajah Shiva tampak serius. "Sebaiknya, kau tetap tinggal di Nola. Di sini aman dan damai. Orang-orang brengs*k di markas besar tak akan memperlakukanmu dengan baik."     

"Aku mengerti. Terima kasih." Angele tersenyum, namun ia tidak menyangkal Shiva. Sepertinya, Shiva membenci markas besar. Perjalanan itu memang berbahaya.     

"Kau tidak akan pergi ke sana dengan menggunakan tunggangan terbang. Mereka akan menggunakan balon udara. Jika jumlah anggotanya cukup, mereka mungkin akan menggunakan tiga balon udara. Jangan menaiki balon udara yang sama dengan Reyline. Ia sangat mudah marah dan tak akan membantumu jika kau ada dalam bahaya. Aku mengenalnya saat ia masih belajar di perguruan. Ia masih muda, tapi ia sudah menguasai kelompok berburu. Jika kau sudah membuat keputusan, aku mempunyai beberapa saran untukmu. Pentingkan dirimu sendiri dan berhati-hatilah. Orang yang kau bantu mungkin tak akan membalas kebaikanmu saat kau berada dalam bahaya. Jangan sampai mati di sana, Green. Cucu-cucuku masih ingin bermain denganmu."     

"Aku akan berusaha untuk tetap selamat. Jangan khawatir." Angele tertawa. "Baiklah, terima kasih atas bantuanmu."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.