Dunia Penyihir

Hari yang Santai (Bagian 2)



Hari yang Santai (Bagian 2)

0"Penyihir yang membeli centaur-centaur itu diserang secara tiba-tiba. Ia pun mati, dan centaur yang dibelinya kabur. Gosip mengatakan bahwa penyihir kegelapan adalah pelakunya. Kau mencari centaur-centaur itu?"     

"Iya, tapi aku butuh bantuanmu," bisik Angele. "Kudengar, banyak penyihir yang sedang mengejar centaur-centaur itu. Kemungkinan besar, penyihir itu dibunuh karena ada yang mau mencuri barangnya. Banyak orang yang mau melakukan apa saja untuk melanjutkan keturunan. Seperti yang kita tahu, centaur-centaur itu bisa melahirkan keturunan seorang penyihir dengan mudah."     

"Jangan khawatir, keluargaku sudah mengirimkan orang untuk menangkap mereka," bisik pria tua itu. "Jika keluargaku menemukan mereka, akan kukirim dua centaur untukmu." Karena mengira bahwa Angele akan memberikan signet-nya, pria tua itu menyanggupi permintaan tersebut.     

"Terima kasih banyak." Angele tersenyum.     

Darah kuno para centaur jauh lebih susah diekstrak ketimbang darah kuno para harpy. Namun, dengan darah dari dua ekor centaur, Angele masih mampu mendapatkan sedikit darah kuno. Tanpa bantuan chip-nya untuk mengendalikan partikel energi dan menemukan darah kuno yang tersembunyi, ia tidak akan mampu mengekstrak darah tersebut. Hanya saja, ia harus mencari cara untuk membersihkan dan memurnikan darah hasil proses tersebut.     

Nyaris tidak ada penyihir lain yang mampu mengendalikan partikel energi dengan ketepatan setinggi itu. Jika penyihir lain ingin melakukannya, mereka akan membutuhkan kekuatan mental yang sangat tinggi.     

Mereka berdua berbincang-bincang selama beberapa saat. Ketegangan di antara mereka perlahan menghilang.     

Sepertinya, pria tua itu menjadi senang setelah Angele setuju untuk membagi signet itu dengannya     

Setelah berbincang-bincang dengan Angele, pria tua itu sadar bahwa Angele memiliki pengetahuan yang lebih luas dari yang ia kira.     

Awalnya, Ander mengira bahwa Angele hanyalah seorang penyihir tingkat Gas dengan kemampuan rata-rata. Namun, setelah berdiskusi dengannya, Ander melihat bahwa teori Angele sangat menarik dan rumit. Ia pun memutuskan untuk menyingkirkan rasa malunya dan bertanya tentang penelitian darah kuno.     

Semua penyihir memiliki pengetahuan yang luas. Namun, mereka harus terus merevisi dan mempelajari ulang semua hal yang telah mereka pelajari, sehingga waktu mereka untuk mempelajari hal baru akan berkurang.     

Seorang penyihir tidak mungkin mampu mengingat semua hal yang mereka pelajari, kecuali mereka memiliki ingatan fotografis.     

Hanya ada sedikit penyihir yang berhasil menciptakan teknik spesial untuk mengingat semua yang telah mereka pelajari. Penyihir yang berhasil menciptakan teknik itu dijuluki 'Master Scholar'.     

Setelah berbincang-bincang, kesan Ander terhadap Angele berubah drastis. Pria tua itu yakin bahwa saat ini Angele memiliki pengetahuan yang nyaris setara dengan para 'Master Scholar'. Ander tidak terlalu banyak berbicara. Ia hanya mendengarkan teori-teori Angele yang tidak pernah ia dengar sebelumnya.     

Diskusi itu membuatnya tidak lagi membenci Angele. Ia menyadari bahwa pengetahuan teorinya jauh lebih lemah ketimbang si penyihir muda. Bahkan, ia mulai berpikir bahwa Angele adalah penyihir paling berbakat yang pernah ia temui.     

Mereka terus mengobrol, hingga akhirnya dua jam telah berlalu. Angele pun sadar bahwa hari sudah semakin larut.     

Dengan bantuan Ander, Angele mempelajari banyak hal tentang teknik peracikan ramuan. Ander pun puas dengan pengetahuan baru yang telah ia dapatkan.     

"Hari sudah larut. Mari kita akhiri pembicaraan kita hari ini." Angele mengusulkan.     

"Baiklah, aku belajar banyak darimu hari ini. Maaf, aku tidak menyangka bahwa kau sangat terpelajar." Perilaku Ander benar-benar berubah. Walaupun mereka masih belum bisa mempercayai satu sama lain, mereka tidak lagi bersitegang saat bertemu.     

"Sama-sama, terima kasih telah mengajariku teknik meramu."     

Mereka saling memuji sebelum memutuskan koneksi gelombang mental mereka.     

Perlahan-lahan, cahaya bola kristal itu padam.     

"Apakah Anda sudah selesai, Master?"     

Selama pembicaraan mereka, Peter menunggu dengan sabar di sofa.     

"Sudah selesai, kau boleh pergi sekarang. Terima kasih, Penyihir Peter. Senang bertemu denganmu." Angele tersenyum.     

"Sama-sama. Sampai bertemu nanti."     

Peter mengucapkan selamat tinggal dan segera meninggalkan rumah, sementara Angele duduk di sofa dan memikirkan rencana selanjutnya.     

Setengah jam kemudian, ia berdiri dan membawa bola kristal pemberian Peter ke laboratorium biologi di lantai dua.     

Tanpa membuang waktu, ia mendekati meja dan mengambil botol kristal berisi daging kura-kura. Botol kristal spesial itu mampu mengawetkan daging segar selama beberapa waktu.     

'Aku harus mencoba menyuntikkan darah ini pada makhluk-makhluk lain.' Ia memutuskan.     

**     

Beberapa bulan kemudian, di pagi hari.     

Duar!     

Terdengar suara ledakan dari dalam laboratorium biologi.     

Kriet…     

Pintu dibuka perlahan. Asap tebal berwarna hitam keluar dari dalam ruangan itu, dan seorang pria yang tubuhnya dipenuhi dengan abu hitam berjalan ke arah lorong.     

"Sialan!" Angele terbatuk beberapa kali. Sebilah perisai tipis terjatuh ke lantai, yang kotor tertutup abu.     

"Master Green, ini handuknya." Alice sudah terbiasa dengan situasi ini, sehingga ia langsung memberikan selembar handuk basah untuk tuannya.     

"Terima kasih." Angele menerima handuk itu dan membasuh wajahnya.     

"Siapkan kereta kuda untukku. Aku ingin mengunjungi seseorang," perintahnya.     

"Baik, Master."     

Lima belas menit kemudian.     

Angele meninggalkan rumah dengan kereta kuda. Kereta itu dikendalikan oleh seorang budak manusia yang dibelinya di pasar budak.     

Kereta itu berjalan perlahan melalui jalan sempit di tengah hutan.     

Setelah setengah jam, akhirnya ia tiba di manor Shiva.     

"Akhirnya, kau datang juga." Shiva, yang sedari tadi berdiri di depan pintu rumahnya, berjalan mendekati kereta Angele.     

Angele melompat turun dan memeluk Shiva dengan erat.     

"Sudah lama kita tidak bertemu."     

"Iya," jawab Shiva sambil tertawa. Dua orang anak kecil berdiri di belakang pria tua itu.     

Mereka adalah seorang anak lelaki dan seorang anak perempuan berumur sekitar 11 tahun.     

"Morrow, Sophie, ini adalah pemuda yang pernah kakek ceritakan." Pria tua itu menunjuk Angele.     

Mereka menatap Angele selama beberapa detik.     

"Halo, bagaimana kabar kalian?" Angele tidak tahu harus berkata apa lagi. "Kalian cantik dan tampan sekali."     

"Terima kasih!" Mereka berdua menjawab bersama-sama.     

Angele menatap mereka berdua.     

Anak lelaki bernama Marrow itu memiliki wajah yang tampan dan rambut pendek berwarna merah. Ia mengenakan baju zirah kulit berwarna cokelat. Sebilah pisau perak yang berornamen menggantung di sabuknya. Penampilannya seperti seorang pendekar muda pada umumnya.     

Gadis bernama Sophie itu mengenakan terusan merah, celana ketat berwarna hitam dan sepatu merah. Wajahnya imut dan elegan, dengan rambut pirang yang tergerai di atas bahunya. Matanya yang besar dan berwarna biru muda menatap Angele dengan penuh rasa ingin tahu.     

Setelah menyapa Angele, Shiva mengajaknya masuk ke rumah.     

Kedua anak itu menatap Angele dan ikut masuk.     

Kesan pertama mereka pada Angele sangat baik. Bagi mereka, Angele adalah pria yang ramah dan supel.     

"Mungkin kita bisa berteman dengannya," kata Morrow. Ia menggerakkan bibirnya pada Sophie tanpa suara. Sepertinya, mereka tahu cara membaca bibir satu sama lain.     

"Kudengar, dia adalah tetangga Kakek, penyihir yang pandai dan berbakat," jawab Sophie.     

"Aku suka dia. Kuharap dia mau memberi kita hadiah." Morrow tersenyum manis.     

"Aku akan bersikap imut. Siapa tahu dia akan memberiku sesuatu." Sophie pun tersenyum pada Morrow.     

"Mungkin kita bisa ke rumahnya nanti," tambah Morrow.     

Kedua penyihir tidak mengetahui rencana kedua anak kecil itu.     

Angele masuk ke ruang tamu bersama Shiva. Buah-buahan dan wine sudah tersaji di atas meja makan.     

Shiva segera duduk dan meminta Angele untuk duduk di seberangnya. Kedua anak kecil itu segera duduk dan langsung memakan buah-buahan yang tersaji di meja.     

"Mungkin kau sudah tahu bahwa mereka adalah cucuku. Sekarang, mereka sedang belajar di perguruan dan menghabiskan waktu mereka untuk bermain bersama para muridku. Nanti, jika para murid itu berkunjung, aku akan mengajari mereka cara mengenal berbagai macam bahan." Shiva menatap kedua anak itu dan mengangguk.     

"Aku mengerti bahwa Nola adalah tempat yang sangat damai, namun menurutku sebaiknya kau tidak membiarkan mereka berkeliaran di perguruan…" Angele menatap Shiva.     

"Jangan khawatir, aku sudah siap. Aku tahu beberapa trik agar mereka tetap aman." Shiva tertawa.     

"Yah… Baiklah kalau begitu…" Angele terdiam. Ia menatap kedua anak kecil itu.     

"Namamu Morrow dan Sophie, kan?"     

"Iya." Kedua anak itu mengangguk bersama-sama.     

"Kalau sudah dewasa nanti, kalian mau jadi apa?" Angele tersenyum.     

"Aku ingin menjadi penjahit. Aku ingin mendesain jubah untuk para penyihir," jawab Sophie.     

"Aku ingin jadi Ksatria agar aku bisa menang melawan para murid di perguruan!" Morrow menepuk pisau di pinggangnya.     

"Kau bahkan tidak latihan setiap hari…" Sophie tertawa penuh hinaan.     

"Ayolah, jangan bocorkan rahasiaku…"     

Angele terdiam. Kedua anak itu telah dimanja dan dilindungi kakeknya semenjak lahir.     

Nola adalah tempat yang aman. Mereka tumbuh di area perguruan, sehingga mereka pasti tidak pernah bertemu orang jahat.     

Di seberang Laut Permata, anak lelaki seumur Morrow sudah mulai belajar berburu bersama ayahnya. Kedua anak kecil itu tidak tahu betapa berbahayanya dunia ini.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.