Dunia Penyihir

Centaur (Bagian 1)



Centaur (Bagian 1)

0Angele memutuskan untuk pergi ke pasar budak untuk mencari pekerja. Mungkin, di sana ada makhluk yang mempunyai resistansi yang tinggi terhadap tipe serangan tertentu.     
0

Di Nola, daerah di luar teritori dapat digunakan secara gratis. Selama tidak ada yang bertarung, pihak organisasi besar tidak peduli sebesar apa tempat yang digunakan pihak pasar budak.     

Properti termurah di dunia ini adalah tanah.     

Jika Angele mau, ia bisa memperluas daerah rumahnya dengan sangat mudah.     

Angele telah berencana untuk membangun ladang herbal dan titik sumber daya untuk menanam bahan dan merawat makhluk-makhluk. Namun, rencananya itu sangat sulit dilakukan di teritori publik Nola. Membuat ladang herbal memang mudah, namun titik sumber daya itu harus dibangun di tempat yang sangat terpencil. Nola diawasi oleh ketiga organisasi besar dan organisasi-organisasi kecil yang memiliki teritori di sini, sehingga rencana Angele terpaksa ditunda.     

Tujuh hari kemudian.     

Hari sudah siang. Cahaya matahari bersinar dan memantul pada permukaan danau.     

Sebuah kereta kuda abu-abu yang dikendarai seorang fire spirit sedang terparkir di depan rumah berdinding putih milik Angele. Fire spirit itu membawa cambuk dengan panjang yang sama dengan tinggi badannya.     

Pintu kereta itu terbuka. Seorang pria tua berjubah hijau sedang duduk di dalam kereta itu.     

Cahaya matahari siang yang sangat terang pun tidak mampu menembus bagian dalam kereta. Sepertinya, Shiva lebih menyukai tempat gelap.     

Melalui jendela kereta kudanya, pria tua itu menatap rumah Angele, seolah ia sedang menunggu seseorang.     

Kriet...     

Setelah beberapa saat, akhirnya pintu rumah terbuka. Seorang pria muda berjubah panjang berwarna putih perlahan berjalan keluar dari gerbang.     

Jubah putih itu diikat dengan sabuk perak, sehingga terlihat lebih mirip terusan ketimbang jubah. Di bawah jubah itu, ia mengenakan celana hitam.     

"Masuklah, Green." Pria tua itu tersenyum. "Aku senang kau memutuskan untuk pergi ke pasar budak. Kita akan sampai dua hari lagi."     

Angele mengangguk. Tangannya berada di dalam kedua kantong jubahnya.     

"Jadi, kita pergi lewat jalur darat?" Angele menatap kereta itu. Ia merasakan adanya pergerakan gelombang energi.     

"Tentu saja. Menurutmu? Kau kira kita akan terbang?" Shiva tersenyum. "Kereta ini adalah kiriman dari pihak pasar budak. Tanpa kereta ini, kau akan sangat kesulitan menemukan tempat itu. Setelah kunjungan pertamamu, mereka akan mengirim kereta ini padamu juga."     

"Menarik."     

Angele sedikit terkejut. "Dan, kereta ini bisa digunakan secara gratis?"     

"Tentu saja."     

"Pemilik pasar itu pasti sangat kaya." Angele melompat masuk ke kereta     

Nancy menunggu di depan gerbang. Raut wajahnya menunjukkan bahwa ia ingin tahu tentang pasar lelang itu.     

Angele memeriksa tempat duduk pada kereta itu dan bertanya. "Bolehkah gadis ini ikut denganku?"     

Shiva menoleh dan memandang Nancy.     

"Boleh saja. Keretanya masih luas." Pria tua itu tertawa.     

Angele tidak peduli, namun wajah Nancy merona karena malu.     

Ia menarik tangan Nancy perlahan.     

"Ah!" Nancy ditarik masuk ke kereta. Angele merangkulnya dengan tangan kanannya.     

"Baiklah, sekarang waktunya berangkat." Shiva berdeham dan menatap Angele.     

"Seperti yang kau ketahui, ini adalah kali pertamaku berkunjung ke lelang budak. Apa ada aturan yang harus kuikuti?" tanya Angele seraya melihat pemandangan di luar bergerak perlahan.     

Si fire spirit mencambuk kudanya dan berteriak, sehingga kedua kuda itu meringkik dan mulai berjalan.     

"Aturan? Yah, kau harus membayar deposit seharga satu magic stone kualitas tinggi untuk masuk ke acara lelang. Setelah lelang selesai, batu itu akan dikembalikan padamu. Setahuku, hanya itu aturan di pasar budak." Shiva menyerahkan selembar kertas kulit berwarna kuning pada Angele.     

Angele mengambil kertas itu, membacanya sekilas, dan melemparkannya pada Nancy. Kertas itu berisi informasi dasar tentang pasar lelang.     

"Shiva, perguruan yang sempat kita bicarakan itu … kapan kau akan mengajakku berkeliling ke sana?"     

"Kapan pun kau mau." Shiva mengangguk. "Nama perguruan kami adalah 'X'. Yah, tapi sekarang tidak banyak anggota yang memimpin..."     

Angele tertawa dan memotong omongan Shi. "Tidak banyak anggota? Maksudmu dua puluh orang itu? Termasuk dirimu, kan?"     

"Iya, iya..." Shiva menggeleng. "Tapi, kami semua termasuk 20 terbaik."     

Mendengar hal itu, Angele terdiam. Akhirnya, ia mengganti topik menjadi sihir dan modifikasi sihir.     

Nancy bersandar pada pundak Angele dan membaca tulisan pada kertas itu sebelum akhirnya tertidur pulas.     

Di luar kereta.     

Cahaya matahari yang gelap mulai menghilang di ufuk barat; begitu juga dengan suara kicauan burung-burung.     

Beberapa jam berlalu. Hari sudah gelap. Hanya ada cahaya redup dari kristal bercahaya yang ada di dinding.     

"Hah? Kita ada di mana?" Angele mengintip keluar. Ia hanya mampu melihat bebatuan yang basah.     

Sepertinya, mereka sedang berjalan melalui terowongan. Terdapat kilau perak di dinding.     

"Yah, kita sedang dalam perjalanan ke pasar budak, jadi kita harus lewat terowongan." Shiva menjelaskan. "Lokasi utama lelang itu berubah dari waktu ke waktu. Jangan khawatir. Dengan kereta ini, kita pasti akan sampai ke sana."     

"Benarkah?" Angele menatap dinding. Terowongan itu seolah terlihat semakin lebar seiring kereta kuda Angele bergerak maju.     

Ia membuka pintu, namun hanya ada kegelapan di luar. Hanya terlihat jalan yang diterangi oleh lampu depan kereta.     

"Mereka benar-benar berusaha keras menjaga kerahasiaan lokasi." Angele mengernyitkan alisnya. "Kau yakin bahwa kita aman?"     

"Aman, aku berani menjaminnya. Pertukaran budak adakah area abu-abu, antara legal dan ilegal, tapi semua organisasi pasti butuh pasar budak. Inilah cara untuk menukar dan mengurangi budak dan tahanan mereka."     

Mereka berdua terus membicarakan berbagai hal, sementara kereta mereka terus berjalan menyusuri lorong yang gelap.     

Angele, Shiva, dan Nancy makan beberapa kali. Akhirnya, mereka melihat cahaya di depan.     

Kristal bersinar muncul pada kedua sisi dinding. Kristal itu redup, tetapi cukup untuk membuat tempat itu terasa lebih baik.     

Sebuah lorong kecil di antara dua batu besar akhirnya muncul di depan mereka setelah kereta mereka berjalan dua jam.     

Perlahan-lahan, si kusir menghentikan kereta. Mereka parkir di tanah kosong di samping jalan sempit itu.     

Angele memegang tangan Nancy dan melompat turun. Tempat itu dingin, lembap, dan berbau busuk.     

Ia melihat sekeliling dan mengernyitkan alisnya. Bebatuan besar menutupi penglihatannya, hingga hanya terlihat jalan sempit di depan. Kristal bersinar yang ada pada dinding itu bersinar jauh lebih terang ketimbang saat mereka dalam perjalanan.     

"Ayo." Shiva ikut melompat turun dari kereta.     

Angele mengangguk dan mengikuti Shiva. Nancy dan fire spirit itu berjalan di belakangnya.     

Mereka berempat berjalan bersama-sama selama beberapa menit, hingga sampai pada aula kosong yang sangat luas.     

Sebuah gerbang raksasa dari perunggu berdiri di depan, diapit oleh dinding batu.     

Gerbang itu berukuran sekitar 5 meter, dengan pintu kecil pada bagian bawahnya. Orang-orang dengan berbagai macam pakaian masuk perlahan-lahan. Mereka mengenakan baju zirah berat berwarna hitam dengan tombak panjang di tangan mereka. Wajah mereka dihiasi cat putih, namun Angele tidak tahu arti cat tersebut.     

Terdengar suara melengking dari samping, tepat saat Angele masuk ke aula.     

"Halo, Master Shiva tersayang." Suara melengking itu membuat Angele merasa tidak nyaman.     

Angele melihat ke kanan. Di sana, ada seorang pria berjubah merah ketat yang sedang menghina Shiva.     

Walaupun jelas bahwa sosok itu adalah seorang pria, tubuhnya sangat seksi dan proporsional. Wajahnya pun menawan. Mata dan rambut merah membara yang tergerai di bahu pria itu membuatnya terlihat sangat menawan.     

Ia menyembunyikan tangannya di dalam jubah. Empat orang mengikutinya di belakang.     

"Shiva, kita sudah kenal lama, tapi kau tidak menyapaku? Tidak sopan sekali."     

Shiva tertawa remeh. "Eh, pak tua Nicolas, kenapa kau tidak mati saja di Dataran Merah setelah diserang penyihir kegelapan itu?"     

"Kau hidup, jadi aku juga hidup." Nicolas menatap Angele dengan raut wajah benci. "Baiklah, aku akan masuk sekarang. Ini adalah hari yang buruk! Aku tidak menyangka bahwa kita akan bertemu! Seharusnya aku masuk lewat pintu lain saja." Ia berbalik dan masuk ke aula.     

"Sama denganmu, sialan! Kemarahan terlihat jelas di mata Shiva.     

Shiva berbalik. Wajahnya memerah karena malu.     

"Maaf, Nicholas adalah musuh bebuyutan yang selalu ingin menusukku dari belakang."     

"Santai saja." Angele tersenyum. "Mari kita masuk."     

Ada banyak penyihir di sekitar pintu masuk; beberapa sibuk parkir, sementara lainnya sudah berjalan masuk ke aula.     

Mereka berempat berjalan masuk bersama kerumunan penyihir dan memberikan uang jaminan. Para penjaga di sana memberi mereka lempeng kayu, lalu mereka segera masuk melalui pintu.     

Setelah berjalan melalui lorong, mereka berbelok ke sisi lorong. Angele melihat pintu kecil terbuka dengan cahaya kuning terang.     

Mereka memasuki pintu dan mendengar orang-orang berteriak.     

Ruangan itu mirip dengan teater opera - dinding emas, corak-corak lingkaran, semua hiasan ada di sana.     

Lantai aula itu beralaskan karpet putih mewah dengan ujung merah, dipadu dengan kursi kayu merah yang ditata menjadi bentuk kerang. Beberapa penyihir telah duduk, sementara sisanya sibuk memilih kursi.     

Most of the wizards here were light wizards. Angele also saw people wearing red, blue, and green robes, and yet no one was wearing black robes.     

Sebagian besar penyihir di sini adalah penyihir cahaya. Angele juga penyihir berjubah merah, biru, dan hijau. Tapi, tidak ada satu pun penyihir berjubah hitam.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.