Dunia Penyihir

Syarat (Bagian 2)



Syarat (Bagian 2)

0Benar saja, para pekerja itu terlihat berbeda. Mereka berkulit biru, dengan sisik yang menutupi pipi mereka. Wajah mereka memiliki moncong mirip kuda, dengan anting-anting perunggu pada salah satu telinga mereka.     

Sementara Asuna berbincang-bincang dengan Angele, para anggota kelompok lain saling berbisik. Tiba-tiba, terdengar suara tapak kaki kuda dari belakang mereka.     

Melihat seekor unicorn hitam melesat dengan sangat cepat ke arah mereka, Angele dan Asuna segera berlari ke tepi jalan.     

Penunggang unicorn itu adalah seorang pria tua berbalut jubah putih. Janggutnya yang panjang bergoyang karena terkena angin.     

"Penyihir," Asuna berbisik pada Angele.     

Angele mengangguk. Ia dapat merasakan kekuatan medan pelindung pria tua itu. Pria itu adalah Penyihir pertama yang ia temui di Nola.     

Semua orang menepi dan memberi jalan untuk pria tua itu. Pria tua itu pun menghilang dalam beberapa detik.     

"Ayo kita lanjutkan perjalanan kita. Pasar selanjutnya tidaklah jauh. Di sana, kau bisa barter untuk mendapatkan bahan-bahan sihir,"     

Asuna membersihkan debu dari roknya.     

Angele mengangguk.     

"Aku harus pergi menemui ayahku dulu, namun sebelum itu, aku akan mengantarmu ke pasar milik Menara Enam Cincin. Pergilah melihat-lihat di sana, dan aku akan segera kembali," tambah gadis itu.     

"Baiklah."     

Lagipula, Angele sedang tidak terburu-buru.     

BRAK!     

Sekantong hitam penuh magic stone diletakkan di meja.     

Angele meletakkan kedua tangannya di meja dan melihat petugas di belakang meja kasir.     

"Aku mencari Ramuan Pembunuh Flora. Apa kau menjualnya?"     

Petugas itu bertubuh tinggi dan kekar, yang dibalut oleh jubah abu-abu yang sedikit terlalu kecil untuknya.     

"Ramuan Pembunuh Flora? Apa kau bercanda, Tuan? Benar, kau sedang ada di toko ramuan, tapi kami pun tidak menjual ramuan dari cerita dongeng." Petugas itu mengedikkan bahunya. "Maaf, apakah Anda mencari barang lain yang lebih masuk akal?"     

"Benarkah? Kau tidak punya?" Angele mengernyitkan alisnya. "Aku ini di Nola, kan?"     

"Iya, iya. Mereka mengatakan bahwa kau bisa mencari apa pun di Nola, namun ada banyak benda yang tidak bisa didapatkan hanya dengan magic stone." Petugas itu menjelaskan sambil tersenyum kecut. "Toko kami menjual benda-benda yang dibutuhkan para calon Penyihir, sementara ramuan yang kau cari itu hanya ada di cerita dongeng, ramuan yang digunakan oleh Penyihir legendaris di masa lalu..."     

"Yah, apa kau tahu di mana aku bisa menemukannya?"     

Angele telah mengikuti Asuna untuk pergi ke toko ramuan terdekat, namun hasilnya nihil.     

Setelah bertukar rune komunikasi dengan Angele, gadis itu pergi menemui ayahnya dan meninggalkan Angele sendirian di depan toko ramuan ini.     

Pasar milik Menara Enam Cincin ini berada di tebing yang sama dengan pasar umum, sehingga mereka tidak perlu berjalan jauh. Dalam beberapa menit saja, mereka sampai ke sana. Silen dan kelompoknya telah pergi ke sisi lain untuk membersihkan bahan-bahan.     

"Jujur saja, Tuan. Para Penyihir senior akan menyimpan benda-benda, resep ramuan, dan ramuan langka untuk digunakan sendiri. Mereka tidak akan barter denganmu. Jika Anda mau barter untuk mendapat bahan-bahan langka, kusarankan Anda untuk mendaftar menjadi anggota salah satu organisasi di sini. Bicaralah dengan Master Vice."     

"Master Vice?"     

"Hei, kau! Kau butuh berapa jam lagi? Aku tidak melihatmu membeli apa-apa."     

Seorang pria kekar yang mengenakan kemeja kulit mulai kehilangan kesabarannya.     

Angele menoleh dan menatap tajam pria itu, hingga pria itu menjadi pucat dan ketakutan.     

Angele kembali melihat petugas itu. "Jadi, di mana aku bisa menemui Master Vice ini?"     

"Belok kiri, dan Anda akan menemukannya di rumah batu pertama..." Petugas itu merasakan suasana yang tegang itu, sehingga ia menjadi takut. "Tuan, kuulangi, kau harus bergabung dengan salah satu organisasi lokal, jika tidak, Master Vice tidak akan menjual bahan-bahan langka padamu."     

"Kukira kau sedang bercanda." Angele mengernyitkan alisnya. "Aku harus menjadi anggota organisasi lokal?"     

"Ya. Ia akan menjual bahan-bahan biasa jika Anda tidak bergabung dengan salah satu organisasi lokal."     

Petugas itu mengangguk.     

Toko ramuan itu juga berada di salah satu rumah batu kecil. Masih terdengar suara air terjun yang menghantam bebatuan.     

Kelima orang di belakang Angele menunduk setelah melihat matanya. Mereka memutuskan untuk tidak mengatakan apa-apa.     

Aura Angele sangatlah mengerikan, hingga membuat seorang pembunuh bayaran yang sangat kuat menjadi ketakutan, seolah Angele akan segera membunuhnya. Mereka sadar bahwa Angele sangatlah kuat. Hanya Penyihir dan calon Penyihir yang mempelajari sihir penyerang-lah yang memiliki aura mengerikan dan berbau darah seperti itu.     

"Kuharap kau jujur padaku."     

Angele mengangguk, mengambil kantongnya, dan meninggalkan toko itu.     

'Aku harus menjadi anggota organisasi lokal sebelum bisa mendapatkan ramuan yang kucari... Sialan.'     

Tiba-tiba, ia mendapatkan rencana. Ia menatap orang-orang di sekitarnya dan memutuskan untuk tidak lagi menyembunyikan auranya.     

Menyadari keberadaan Angele, para calon Penyihir berhenti mengobrol dan menatapnya.     

"Hei, kalian tahu cara menjadi anggota Menara Enam Cincin?" Tiba-tiba, Angele berteriak.     

Semua calon Penyihir di sana saling pandang. Mereka tidak tahu harus mengatakan apa.     

Angele mengambil sebutir magic stone tingkat menengah dan melemparkannya. Batu itu berputar-putar di udara sebelum mendarat di tangan Angele.     

Orang-orang di sana menjadi gembira dan tidak lagi ketakutan dengan aura dan wajah serius Angele. Mereka tergoda setelah melihat sebuah magic stone kualitas menengah.     

"Aku!" teriak seorang lelaki bertubuh pendek dan bertopi. "Aku bisa membawamu ke ruang komunikasi Menara Enam Cincin."     

Angele mengangguk dan bersiap-siap untuk melemparkan magic stone itu.     

Tiba-tiba, wajah yang tidak asing muncul dari antara kerumunan orang – Asuna. Gadis itu terengah-engah. Ia kini mengenakan pakaian berbahan kulit yang ketat.     

"Jangan, penunjuk jalanmu ada di sini. Maaf, aku terlambat."     

Pelindung dada Asuna sangat ketat, sehingga pinggang ramping dan dada besarnya terlihat jelas. Walaupun wajah gadis itu biasa saja, tubuh gadis itu sangat proporsional dibanding semua gadis yang pernah Angele temui.     

"Bagus, kukira kau akan lama." Angele berhenti melepaskan gelombang kekuatan mental dan auranya. "Ayo kita pergi."     

Asuna mengangguk. Mereka pun pergi bersama-sama.     

Lelaki pendek itu mengedikkan bahunya dengan kecewa.     

Toko ramuan tadi dibangun di atas tebing berbatu yang sangat lebar. Walaupun garis pegunungan itu telah berakhir, tebing itu terhubung dengan tebing besar lain melalui sebuah jembatan.     

Asuna mengantar Angele ke seberang tebing dan berjalan menurun. Jalan ini lebih kecil, dan jarang ada orang di sana.     

Banyak calon Penyihir sedang melihat-lihat, namun kebanyakan dari mereka tidak memedulikan jalan ini.     

"Toko-toko di sana hanya untuk calon Penyihir biasa, sementara toko-toko yang lebih baik ada di sini, namun hanya Penyihir atau calon Penyihir tingkat tinggi yang membutuhkan benda-benda langka itu... Green, apa kau seorang calon Penyihir tingkat 3?"     

Angele menggeleng. "Tidak, aku seorang Penyihir."     

Tidak ada lagi alasan untuk bersembunyi. Ia sudah berada di tempat yang aman. Ia justru bisa terkena masalah jika berbohong terlalu lama.     

"Apa? Tunggu, Penyihir resmi?"     

Asuna membelalak. Ia terkejut, hingga berhenti berjalan dan hanya menatap Angele.     

Mendengar teriakan Asuna, dua calon Penyihir melihat Angele sekilas.     

Angele memeriksa mereka dengan chip-nya. Ternyata, keduanya hanyalah calon Penyihir tingkat 3. Pria tua yang menunggangi unicorn itulah satu-satunya Penyihir yang ia temui di sini.     

"Ayo, kita masih banyak pekerjaan," bisiknya pada Asuna.     

"Ah, iya, maaf. Akan kuantar kau ke toko-toko khusus Penyihir." Mendengar bisikan itu, Asuna sadar bahwa pekerjaannya masih belum selesai. "Hanya Penyihir yang boleh masuk ke sana. Maaf, aku tadi tidak tahu bahwa kau adalah Penyihir. Akan kukembalikan magic stone pemberianmu sekarang."     

Gadis itu membuka kantongnya dan hendak mengeluarkan magic stone.     

"Tidak apa-apa, kau pantas menerimanya. Jadi, apa ada daerah khusus Penyihir di sini? Seharusnya aku memberitahumu dari tadi."     

Akhirnya, Angele mengerti mengapa tempat terbesar untuk Penyihir penuh dengan calon Penyihir.     

"Hei, maaf mengganggu. Apa kau mau pergi ke daerah khusus Penyihir juga?" Terdengar suara seorang pria muda dari samping mereka.     

Seorang pria tampan dengan rambut pendek berwarna putih tersenyum ke arah Angele. "Aku juga mau pergi ke sana, maukah kau menemaniku?" Suara pria itu berat dan lembut.     

Angele melihat pria itu sekilas dan mengangguk. "Iya, aku sedang mencari beberapa bahan."     

Pria itu mengenakan jubah putih, dengan lingkaran perunggu di kepalanya. Lingkaran perunggu itu berukiran pola-pola rumit. Angele dapat merasakan medan pelindung yang kuat dari pria itu.     

"Apakah ini kali pertamamu berada di sini?" Pria muda itu bertanya, tanpa memedulikan Asuna sama sekali.     

Asuna berdiri di samping Angele. Ia menunduk dan tidak mengatakan apa-apa. Bahkan, magic stone yang akan ia kembalikan masih ada di tangannya.     

Angele mengangguk. "Iya, inilah pertama kalinya aku ke Nola."     

"Seharusnya, ada petugas di pilar hitam yang bertugas menyambut para Penyihir. Dia tidak melihatmu?" Pria itu mengernyitkan alisnya. "Mari kita mengobrol sambil berjalan ke daerah khusus Penyihir. Namaku Ainphent."     

"Namaku Green, tidak ada yang menemuiku di pilar hitam itu."     

Angele mengernyitkan alisnya. Sepertinya, gelombang kekuatan mentalnya berkurang setelah kompresi. Sekarang, ia bisa mengendalikan partikel energi dan penggunaan kekuatan mental dengan jauh lebih baik dari sebelumnya, sehingga pilar hitam itu tidak mampu mendeteksi kekuatan mentalnya. Hal ini bisa menjadi keuntungan untuknya.     

"Mungkin pilar itu harus diperbaiki?" Ainphent mengusap dagunya. "Yah, aku tidak tahu pasti apa yang terjadi. Akan kuantar kau ke daerah khusus Penyihir dulu," kata Ainphent, sebelum menunjuk Asuna. "Namun, aku tidak akan mengantarkan wanita ini, kecuali jika ia adalah pelayanmu. Jangan tersinggung, tapi buat apa kau bawa gadis ini ke mana-mana? Ia bahkan tidak imut..."     

Angele mengerutkan bibirnya. Ia tidak menyukai kelakuan Ainphent. Angele tidak akan menghina para calon Penyihir hanya karena ia adalah seorang Penyihir. Namun, sepertinya Asuna tidak marah. Ia hanya berdiri di sana dan tidak mengatakan apa-apa.     

"Hei, Ain, lama tidak bertemu."     

Sebuah kereta kecil berwarna hitam berhenti di sana.     

Seorang wanita tambun mengeluarkan kepalanya dari jendela dan menyapa Ainphent. Suaranya dibuat-buat agar terdengar imut.     

Ada tiga lipatan di dagunya. Pipinya sangat tembam. Angele tak pernah melihat wanita seperti itu sebelumnya.     

"Hei, Med. Kau masih imut saja. Sudah lama kita tidak bertemu. Kudengar, kau baru pulang dari pertarungan melawan ras bawah tanah di Aliansi Utara. Bagaimana perangnya?" Ainphent menyapa wanita tambun itu sambil tersenyum. Sepertinya, mereka sudah lama saling mengenal.     

Mendengar Ainphent memuji wanita itu 'imut' membuat Angele merasa tidak nyaman.     

"Ain, aku membeli beberapa makhluk kuat dari Aliansi Utara kali ini. Jika kau mau, kau akan kuberi satu. Kau teman terbaikku, haha. Sebenarnya, aku tidak mengumpulkan informasi tentang pertarungan itu." Wanita itu menoleh ke arah Angele. "Hati-hatilah, Penyihir Ain suka pria berotot sepertimu."     

Ekspresi Ainphent berubah. Angele melihat pria itu dan perlahan-lahan mundur selangkah.     

Kereta itu perlahan pergi, namun Angele masih bisa mendengar suara tawa Med.     

Ainphent tersenyum kecut. "Yah, kau tampan, dan kuharap kau mau... Ah, lupakan, ayo kita pergi saja..."     

Angele terdiam – Penyihir pertama dan kedua yang ia temui memiliki karakter yang unik. Ia tidak tahu harus senang atau tidak.     

Akhirnya, Asuna tidak lagi menunduk. Ekspresi di wajahnya terlihat aneh karena menahan tawa.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.