Dunia Penyihir

Syarat (Bagian 1)



Syarat (Bagian 1)

0Angele terus berjalan dan berbincang-bincang dengan para anggota kelompok itu, sehingga ia mendapatkan pengetahuan tentang hal-hal yang umum di tempat ini.     

Gadis bernama Asuna itu adalah seorang pelempar pisau yang bertugas untuk menyerang jarak jauh.     

Ketua kelompok itu bernama Silen. Dialah satu-satunya yang lahir dan tumbuh di sini, sementara semua anggota kelompoknya adalah calon Penyihir dari luar Nola.     

"Namamu mengingatkanku pada seorang teman lama."     

Angele menyunggingkan senyum.     

"Benarkah?" Silen membalas senyuman itu. "Nama ini adalah pemberian kakekku. Artinya dalam bahasa kampung halamanku adalah 'Harapan'. Green, aku belum sempat bertanya, apa yang kau cari di sini? Jika kau butuh sesuatu, katakan saja, mungkin kami bisa menolong."     

Ketulusan jelas terlihat di mata Silen.     

"Aku kemari untuk mencari bahan-bahan langka, dan aku sudah menghabiskan banyak waktu mencari semua bahan itu. Jika kau tidak keberatan, aku punya beberapa pertanyaan. Kau pasti akan kubayar nanti."     

Angele mengangguk.     

"Tidak masalah. Keluarga Silen berasal dari Nola, sehingga ia tahu banyak tentang daerah sekitar sini," celetuk Asuna sambil tertawa.     

Semakin banyak kereta-kereta yang muncul di jalan berbatu itu. Ada juga pejalan kaki yang memanggul tas-tas berat di punggung mereka. Suara roda kereta dan sepatu kuda terdengar semakin keras.     

Kereta-kereta itu berjalan menaiki tanjakan. Terlihat jelas tumpukan-tumpukan kecil salju dan bebatuan kelabu di antara rerumputan hijau.     

Angele mendongak. Ia tidak turun dari kudanya.     

Di ujung jalan itu, terdapat sebuah gunung tinggi berselimut salju putih bersih. Sebuah pilar batu berbentuk persegi berdiri tepat di depan pintu masuk. Para pejalan kaki pergi ke sebelah kiri pilar, sementara kereta-kereta kuda pergi ke sebelah kanan pilar.     

Permukaan pilar itu bertekstur seperti kaca, halus dan dapat memantulkan cahaya.     

Angele menarik tali kekang kudanya, berhenti di depan pilar itu, dan mengamatinya dengan teliti. Setelah melakukan kompresi mental, ia dapat melihat gelombang-gelombang energi aneh yang mengelilingi pilar itu.     

Pilar itu dapat diibaratkan sebagai menara sinyal untuk menyebarkan gelombang di sekitarnya, namun ia tidak tahu apa fungsi gelombang itu sebenarnya.     

"Silen, apa itu?" Angele menunjuk ke arah pilar batu itu.     

Melihat arah yang ditunjuk oleh Angele, Silen pun tersenyum. "Itu Pilar Kristal Hitam. Kudengar, pilar itu berguna sebagai pendeteksi energi pada daerah tertentu dan membuat para Penyihir tidak bisa menggunakan sihir penyerang yang kuat."     

"Rumor mengatakan bahwa selain kedua fungsi itu, masih ada fungsi lain," celetuk seorang pria paruh baya.     

"Hei, Asuna. Aku punya pesan dari ayahmu. Ayahmu menyuruhmu pulang secepatnya. Ia ingin berbicara denganmu."     

Asuna terkejut. "Ada apa? Aku belum selesai membersihkan bahan-bahan..."     

"Kami bisa membantumu. Temui ayahmu dulu, sepertinya ada urusan penting." Silen mengambil dua magic stone kualitas menengah dari kantongnya. Satu butir magic stone tingkat menengah dapat ditukar dengan sepuluh magic stone kualitas biasa.     

Silen menyerahkan kedua batu itu pada Asuna.     

"Berdasarkan harga pasar saat ini, ini adalah bagianmu. Tapi, kalau benda-benda itu bisa dijual lebih mahal, akan kusimpan sisanya, Hehe..."     

Silen melihat ke arah Asuna dan tertawa.     

"Ini terlalu banyak... Kenapa?"     

Asuna menjadi ragu, namun Silen sudah melemparkan kedua batu itu, sehingga gadis itu menangkapnya.     

Para anggota lain tertawa. Mereka langsung membahas masalah lain dan berhenti membicarakan harga itu.     

Angele tahu bahwa Asuna benar-benar membutuhkan uang, dan kelompok itu memperlakukan Asuna seperti adik mereka sendiri. Biasanya, Asuna mendapatkan bagian terbesar dari hadiah mereka. Angele sangat menyukai hubungan mereka yang dekat.     

"Sebenarnya... Aku ada urusan nanti. Asuna, bagaimana jika kau mengajak Green berkeliling?" Tiba-tiba, Silen bertanya.     

"Tapi... Aku harus bertemu ayahku dulu..."     

Asuna tersenyum kecut.     

Angele tersenyum, Ia mengambil sebutir magic stone tingkat menengah dan melemparkannya pada Asuna.     

"Ini untukmu."     

Dengan cekatan, Asuna menangkap magic stone itu. "Ini terlalu banyak, berikan aku dua butir magic stone biasa saja. Sebentar, akan kuambilkan kembalian..."     

Gadis itu membuka kantong yang tergantung di sabuknya.     

"Tidak apa-apa, ambil saja."     

Angele melambaikan tangannya. Ia mengerti seberapa pentingnya magic stone bagi para calon Penyihir. Ia masih punya satu kartu hitam dari magic stone spesial, yang berharga seribu magic stone biasa. Ia juga mempunyai beberapa butir magic stone kualitas tinggi untuk kebutuhan sehari-hari. Selain itu, ia bisa membuat ramuan dan menjual ramuan itu. Mendapatkan magic stone tidak lagi menjadi masalah baginya.     

Angele tetap kukuh membayar satu magic stone tingkat menengah pada Asuna. Dengan hati-hati, gadis itu memasukkan magic stone-nya ke dalam kantongnya. Wajah gadis itu memerah.     

Melihat Angele memberikan sebutir magic stone tingkat menengah begitu saja membuat kelompok itu terkejut. Bagi mereka. Angele mungkin adalah orang kaya atau didukung oleh sebuah keluarga Penyihir besar.     

Asuna duduk di kereta, menunduk, dan menggumam, "Hadiah misi kita, ditambah dengan untung menjual bahan-bahan berjumlah sekitar 60 magic stone, sementara orang ini memberiku satu magic stone tingkat menengah hanya untuk membawanya jalan-jalan keliling area ini..."     

"Yah, sepertinya dia adalah anggota sebuah keluarga besar." Seorang anggota kelompok mengangguk. "Asuna, kusarankan kau sering-sering berbicara padanya. Maaf, tapi sekarang, kau tidak akan bisa membayar hutang keluargamu... Inilah kesempatanmu..."     

Asuna menggigit bibirnya. Ia tidak menjawab. Gadis itu sadar bahwa mendekati Green adalah kesempatan terbaiknya saat ini, namun ia masih ingin bertarung saat menjalankan misi bersama dengan kelompoknya.     

Di luar kereta, Green terus berbincang-bincang dengan Silen, hingga akhirnya mereka berhenti di samping sebuah pilar hitam.     

Pilar hitam itu dibangun di atas alas persegi dari batu spesial berwarna kelabu. Kereta mereka masuk melalui sisi kanan pilar, sementara pejalan kaki lewat dari sisi kiri pilar bersama dengan kereta yang bergerak keluar.     

Angele menghentikan kudanya dan menatap pilar itu. Permukaannya halus seperti cermin, dengan gelombang-gelombang energi transparan di sekitarnya.     

Angele menunduk, kemudian ia melihat ke depan. Pilar itu berdiri di lubang di antara celah gunung salju itu. Hanya ada warna kelabu di sekelilingnya. Pilar hitam itu seolah sebagai penanda jalan masuk ke daerah tebing.     

Angele mengikuti mereka masuk ke tebing itu, dan mendengar suara keras air mengalir. Tidak lama kemudian, ia melihat tebing raksasa berbentuk gelas, dengan dua sungai putih yang turun membanjiri tebing berbatu itu. Itulah sumber suara keras yang didengarnya.     

Tebing dari bebatuan tajam menutupi permukaan pegunungan berwarna hitam keabu-abuan itu.     

Gubuk-gubuk tua dari batu berwarna kelabu dibangun di masing-masing tebing. Dinding rumah itu dipenuhi ilalang, benalu, dan lumut.     

Di sisi kanan dinding batu, terdapat jalan menanjak berliku-liku.     

"Ayo kita pergi."     

Silen melompat turun dari kereta dan memegang tali kekang kudanya.     

Jalan itu tidak rata, sehingga berjalan terlalu cepat bukanlah keputusan yang tepat. Angele pun melompat turun dari kuda dan menarik tali kekang kudanya juga.     

Pintu masuk itu sangat lebar, cukup bagi lima atau enam kereta kuda untuk masuk dalam waktu bersamaan.     

"Setelah tebing ini, kita akan sampai di Nola. Di sana, ada pasar besar yang menjual tepung, daging, buah-buahan, dan berbagai macam perbekalan untuk perjalanan jauh."     

Asuna melompat turun dari kereta dan berjalan mengikuti Angele.     

"Tempat paling populer di Nola adalah pusat-pusat perbelanjaan. Setiap organisasi Penyihir besar mengontrol satu pusat perbelanjaan. Barter antar Penyihir anggota organisasi harus dilakukan di salah satu pusat perbelanjaan itu. Tetapi, pasar ini terbuka untuk umum, bukan milik satu keluarga atau satu organisasi saja." Asuna menjelaskan.     

"Ada berapa pasar di Nola?" tanya Angele.     

"Lima, termasuk yang ini. Tiga di antaranya dibangun oleh ketiga organisasi besar, dan terbuka untuk Penyihir maupun calon Penyihir dari luar, sementara yang satu dibangun oleh gabungan beberapa organisasi kecil.     

"Kau lihat rumah-rumah batu itu? Itu adalah tempat tinggal para pedagang yang dibuka oleh pihak organisasi. Masing-masing menjual bahan-bahan dalam kategori tertentu, dan harga yang mereka tawarkan cukup adil."     

"Pasar yang dibuka untuk umum ini dilindungi oleh ketiga organisasi, karena pasar ini menunjang hajat hidup orang-orang Nola maupun pendatang. Sementara itu, ketiga pasar yang dioperasikan oleh ketiga organisasi besar memiliki penjagaan yang sangat ketat, karena Penyihir memiliki terlalu banyak trik penipuan."     

"Setuju." Angele pun tahu lebih dari sepuluh cara untuk membuat barter yang terlihat adil menjadi tidak adil.     

"Apakah pasar ini menjual bahan sihir?"     

"Yah, sudah kubilang, pasar umum ini hanya menjual bahan-bahan kebutuhan sehari-hari. Tidak ada bahan-bahan sihir di sini; yang ada hanyalah makanan dan pakaian biasa."     

Mereka berjalan perlahan menyusuri jalan yang ramai, ditemani oleh deru angin yang hangat dan lembab. Walaupun tempat ini penuh dengan pegunungan salju, entah mengapa tempat ini masih terasa hangat.     

Di atas tebing sebelah kiri, terdapat beberapa kereta yang sedang parkir di depan rumah batu. Sepuluh orang pekerja membawa kotak-kotak barang dagangan ke dalam rumah, sementara dua orang pengawas berteriak-teriak pada mereka. Teriakan sang pengawas tidak terdengar jelas karena derasnya suara air.     

Melihat Angele menatap rumah itu, Asuna berkata. "Pedagang itu menjual kacang, seperti kacang merah, kacang hitam, kacang laut... Semua barang-barang itu dikumpulkan dan dikirim ke sini oleh bangsa duyung." Asuna terdiam sesaat. "Sebenarnya, nyaris semua barang-barang di sini dikirim oleh bangsa duyung."     

"Bangsa duyung?"     

Angele terkejut.     

"Iya, lihatlah wajah orang-orang yang sedang menurunkan barang-barang dari kereta itu."     

Asuna memelankan suaranya.     

Angele mengangguk dan melihat wajah-wajah para pekerja itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.