Dunia Penyihir

Sembunyi (Bagian 1)



Sembunyi (Bagian 1)

0"Tidak!"     

Arisa berteriak.     

Ujung panah itu perlahan menusuk dahinya, hingga akhirnya teriakan Arisa berhenti. Tubuh Arisa meleleh seperti lilin yang terbakar. Kulit, wajah, kaki, dan seluruh tubuhnya berubah menjadi tetesan-tetesan lilin berwarna putih dan hitam.     

Saat cairan lilin itu menyentuh tanah, rerumputan berubah menjadi kuning dalam sekejap. Asap hijau berbau busuk amis ikan bercampur dengan bau masam membumbung tinggi dari kubangan lilin itu.     

Arisa menghilang, hanya meninggalkan jubah hitamnya di tanah.     

Angele mengembalikan busurnya ke punggungnya, lalu ia menutup mulut dengan tangan kirinya. Darah keluar dari mata, hidung, mulut, dan kedua telinganya. Merah darah bercampur dengan cahaya biru di matanya, sehingga menciptakan pemandangan yang mengerikan.     

Angele mengambil jubah hitam yang tergeletak itu dan menggeledahnya. Sebuah kantong kecil dan buku catatan hitam berukuran sebesar telapak tangan jatuh dari saku jubah itu.     

Ia meletakkan semua barang wanita itu ke kantongnya sebelum berlari ke timur hutan.     

Angele meninggalkan jubah hitam Arisa di tanah. Ia melompat memasuki semak-semak dan menghilang.     

Angele menutup mulutnya erat-erat. Ia berusaha menahan darah yang terus mengucur dari tenggorokannya. Ia benar-benar terluka parah, namun ia masih dapat merasakan bahwa ada yang mengejarnya. Siapa pun itu, orang yang saat ini mengejarnya sedang bergerak dalam kecepatan yang sama dengannya.     

"Janggut dan alis merah... Akan kutemukan kau suatu hari nanti…" Angele benar-benar geram. Itulah pertama kalinya ia dipaksa bertarung sekuat tenaga setelah menjadi Penyihir sejati. Walaupun ia tidak tahu tingkat kekuatan Penyihir janggut merah itu, ia memperkirakan kekuatan pria itu setara dengan Master Liliana.     

Tidak terasa, hari semakin siang, sementara Angele terus berjalan. Kabut pagi telah menghilang. Cahaya keemasan matahari yang menyinari lubang-lubang di antara naungan dedaunan.     

Ia berlari menuruni jalan setapak dan menyuruh Zero memeriksa kondisi tubuhnya.     

Tangan kanan dan punggungnya terkena serangan gumpalan asap, sehingga kulitnya terkikis dan terkelupas. Tanpa perlindungan perisai logam itu, ia pasti sudah menjadi kubangan cairan hitam.     

Selain mampu mengikis, asap itu penuh dengan racun mematikan. Racun itu terus menyebar, sehingga seluruh pori-pori kulitnya mengeluarkan darah.     

Kekuatannya semakin menurun, hingga hanya tersisa setengah. Beruntung, ia telah menyerap berbagai logam kuat sebelum naik ke kapal dan dapat menghindari kebanyakan asap hitam itu dengan bantuan Zero. Kekuatannya yang tinggi membantunya mengurangi efek racun itu. Sekarang, Penyihir dengan daya tahan yang rendah pasti sudah mati.     

Angele melanjutkan perjalanannya sejauh lebih dari sepuluh kilometer dengan kecepatan penuh, sebelum akhirnya ia melihat jejak kaki para petualang lainnya.     

Akhirnya, pemandangan di sekitarnya berubah. Pohon-pohon menjadi jauh lebih pendek dan mulai terlihat jejak-jejak kaki para petualang lain di jalanan.     

Angele berusaha keras selama beberapa saat sebelum akhirnya ia bisa bergerak lagi. Akhirnya, ia sampai ke tepi hutan dan melihat jalanan berlumpur khusus untuk kereta kuda.     

Berdasarkan informasi Zero, ia mengumpulkan beberapa tanaman. Ia meramunya untuk menghentikan penyebaran racun di dalam tubuhnya dan mengoleskan gel penyembuh di punggungnya agar ia tidak terkena infeksi.     

Angele berdiri di sisi jalan sambil menunggu kereta lewat dan menghapus sisa darah dari wajahnya. Beberapa kereta pedagang berlalu lalang menyusuri jalan itu.     

Ia membayar lima koin perak pada seorang kusir. Kusir itu pun setuju untuk mengantarnya ke kota terdekat. Sebuah keranjang yang penuh dengan bulu-bulu hewan terpasang di balik kereta pedagang itu. Angele berbaring santai di atasnya.     

Tempat itu cukup nyaman. Kereta kuda itu kembali berjalan menuju sebuah wilayah yang asing bagi Angele.     

Di dalam hutan, terdapat sebuah menara batu tinggi berwarna kelabu.     

Seorang pria tua berjanggut merah berdiri di puncak menara sambil melihat ke arah hutan dengan wajah sedih.     

"Master, kau adalah peramal terbaik yang kukenal, tapi kau pun tidak bisa menemukan si jubah hitam dari kapal itu?" tanya seorang Penyihir di belakang pria tua itu.     

"Pemuda itu terlalu jauh," jawab pria itu sambil meletakkan kedua tangannya di belakang. Tidak ada ekspresi pada wajahnya.     

"Jika saja aku tidak ada urusan lain..." Pria tua itu berbalik menghadap si Penyihir wanita.     

"Alica, kau punya informasi tentang sasaran lainnya?"     

Alica mengangguk. "Master Sophina mendapat informasi pergerakan sesuatu di tambang. Menurut para guru lain, sepertinya mereka sedang berusaha membunuh kita."     

Pria tua itu mengangguk juga. "Di mana Dior?"     

"Di reruntuhan barat, ia masih berseteru dengan bangsa duyung karena ia menemukan artefak sihir kuno. Sepertinya, akan membutuhkan waktu bagi..." Melihat pria tua itu mengangguk, Alica langsung bungkam.     

"Tunggu. Tentang urusan eksperimen komposisi hubungan darah di lab... Jika kau terlambat menolong mereka, pelindung tersembunyi itu pasti sudah hancur sekarang. Untung saja tidak ada guru lain yang menyadari insiden itu."     

"Kita harus pergi ke tambang dulu." Pria tua itu menghela nafas.     

"Calello dan Arisa... Sayang sekali, mereka mati karena mereka tidak cukup kuat. Saat ini, Light of Thor dan tambang itu jauh lebih penting. Aku sudah menanamkan seed pelacak di b*jingan muda itu. Akan kubunuh dia saat aku ada waktu. Oh, jangan lupa, tawarkan hadiah bagi yang bisa membunuhnya."     

"Baik, Master." Alica mengangguk.     

"Sekarang, jika Anda berkehendak, saya permisi..."     

"Silakan."     

Alica berbalik, meninggalkan ruangan, dan menutup pintu perlahan-lahan.     

Angele terbangun dari meditasinya setelah mendengar suara roda kereta.     

Ia membuka matanya. Ternyata hari sudah malam. Namun, kereta itu terus berjalan perlahan menuruni jalan.     

"Korver, apa kita sudah sampai?" tanyanya dengan lantang.     

"Kita hampir sampai, Tuan. Kota milik Tuan Aster tidak jauh dari sini," jawab kusir itu. Kusir itu adalah seorang pria paruh baya berbaju abu-abu dan bertopi jerami.     

Angele mengintip keluar. Ia melihat cahaya-cahaya dan dinding pelindung kota berukuran standar untuk memisahkan kota itu dari hutan. Obor-obor tergantung pada dinding itu dan mengisi kesunyian malam dengan suara percikan api. Hanya ada satu pintu masuk di ujung jalan. Ada beberapa penjaga yang sedang berbincang-bincang di bawah cahaya redup.     

Angele mengernyitkan alisnya. Ia mengangkat tangannya. Logam hitam muncul di telapak tangannya dan menutupi seluruh permukaan kulitnya.     

Dalam gelapnya malam, kulitnya pun terlihat gelap, seperti kulit orang yang sering bekerja di bawah teriknya matahari. Setelah itu, ia menciptakan gunting untuk memotong rambut panjangnya. Logam hitam itu mengubah wajahnya, sehingga wajahnya menjadi seperti remaja biasa yang bisa ditemukan di kota mana saja.     

'Aku terlalu lemah sekarang, jadi aku harus berhati-hati.' Angele sudah punya rencana. Ia masih berbaring santai di atas bulu-bulu itu.     

Perlahan-lahan, kereta berjalan mendekati pintu masuk kota.     

"Berhenti! Apa isi kereta-kereta ini?" tanya seorang pengawal berkumis dengan kerasnya.     

Korver melompat turun dari kereta dan tersenyum.     

"Tuan, ini adalah bulu-bulu hewan berkualitas tinggi dari barat. Lihatlah, ini yang dicari sang Tuan Tanah."     

Pengawal itu hanya melaksanakan tugasnya. Ia berjalan mendekati kereta-kereta itu dan melihat Angele berbaring santai di atas tumpukan bulu.     

Angele melompat turun. Baju zirah kulitnya telah ditambal dengan selapis tipis logam perak. Ia berdiri tegak dan menatap pengawal itu dengan postur seperti seorang bangsawan. Sebelum Angele sempat mengatakan sesuatu, pengawal itu mendekatinya dan tersenyum.     

"Tuan, kau di sini untuk belajar, kan? Kami tahu aturan Master Markolov. Siapa yang kau cari? Aku bisa membantumu, karena aku tahu banyak tentang para guru di sini."     

Angele mengangguk dan melemparkan sekeping koin emas dari kantongnya pada pengawal itu.     

"Aku terkena musibah di dalam hutan, dan petaku hilang. Bisakah kau memberitahuku nama tempat ini? Aku ingin memastikan apa tempat ini adalah tempat yang kucari."     

Pengawal itu menangkap dan mengambil koinnya dengan hati-hati. Koin emas itu ringan, namun harganya masih sangat mahal.     

"Ini Kota Aster, tempat tinggal Master Markolov. Jika kau pergi ke tengah kota, kau bisa bertemu Master Jerad dan Master Para. Mereka bertiga bisa memeriksa apakah kau bangsawan atau tidak. Ikutlah aku."     

Pengawal bertubuh tinggi itu mengajak Angele mendekati sebuah dinding batu dengan poster kuning di tengahnya.     

"Lihatlah. Kau harus memenuhi syarat mereka untuk mengikuti tes."     

Melihat Angele berbicara dengan si pengawal tinggi, para pengawal lain menjadi iri, sehingga mereka hanya berdiri di sana dan membungkuk hormat. Sepertinya, mereka telah setuju bahwa hanya satu pengawal yang boleh berbicara pada satu 'pelanggan' dalam satu waktu. Tanpa memedulikan perseteruan mereka, Angele membaca poster itu dengan teliti.     

"Hah...?"     

Poster itu ditulis dengan bahasa Anmag.     

'Jerad. Satu magic stone per tahun. Umur lebih muda dari 20, berdarah bangsawan.'     

'Markolov. Satu magic stone per tahun. Umur lebih muda dari 20, berdarah bangsawan. Mencari seorang pelayan.'     

'Para. Satu magic stone per tahun. Umur lebih muda dari 20, memiliki darah bangsawan.'     

Tiga ukiran berwarna abu-abu yang berbeda-beda menghiasi sisi nama mereka.     

Jerad memiliki ukiran bunga, Markolov memiliki ukiran api, dan Para memiliki ukuran batu.     

Ketiga ukiran itu tidak asing bagi Angele.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.