Dunia Penyihir

Pertarungan di Hutan (Bagian 1)



Pertarungan di Hutan (Bagian 1)

0Angele menghabiskan tiga tahun untuk memperkuat kekuatan mentalnya, sehingga sekarang ia telah mencapai tingkat Gas. Namun, saat ini pun, ia masih belum mencapai tingkat Cairan, sehingga ia memutuskan untuk menghabiskan waktu menyiapkan bahan-bahan pendukung ramuan.     

Ia kembali ke Negeri Penyihir, karena nyaris tidak ada bahan-bahan langka di sekitar Kota Marua.     

Di negeri ini, terdapat banyak sekali Celah Sihir, sehingga ia bisa mendapatkan bahan-bahan yang dibutuhkannya di organisasi Penyihir tertentu. Saat ini, ia membutuhkan Ramuan Pembunuh Flora, yang tidak mungkin ia temukan di pasar.     

Satu-satunya yang Angele ketahui tentang ramuan itu hanyalah namanya. Ia tidak tahu cara resep dan bahan yang dibutuhkan untuk meramu.     

Awalnya, ia berencana untuk pergi ke Menara Enam Cincin untuk mencari rahasia Concept Gear dan informasi tentang resep ramuan itu. Namun, setelah membunuh tiga Penyihir itu, ia harus mengganti rencananya.     

Walaupun ia membunuh mereka untuk mempertahankan diri, Angele sadar bahwa cepat atau lambat, organisasi si jubah hitam akan mengejarnya. Kedua Penyihir Cahaya itu berasal dari organisasi kecil, sehingga ia tidak terlalu peduli pada mereka.     

Di dalam gelapnya hutan.     

Kabut pagi menyelimuti pepohonan, ditemani dengan lolongan makhluk-makhluk buas.     

Seorang pria bertubuh tinggi dan kuat berjalan menyusuri jalan yang kecil dan berliku-liku. Pria yang mengenakan pakaian berburu berwarna merah itu membawa busur logam sepanjang 2 meter di punggungnya. Ia juga membawa sebuah tas hitam dan sebilah pedang crossguard berlumuran darah di kedua tangannya. Rambut cokelat panjangnya basah karena kabut pagi dan tergerai menutupi bahunya.     

Empat hari telah berjalan semenjak Angele memasuki hutan.     

Ia terus berjalan mengikuti jejak kaki para petualang, namun tidak terlihat ada orang lain di sekitarnya.     

Jalan itu penuh lumpur yang basah dan lengket.     

Titik-titik cahaya biru berkelap-kelip di depan mata Angele.     

Tiba-tiba, terdengar suara teriakan melengking di sisi kirinya.     

Angele segera berbelok ke kiri dan mengayunkan pedangnya.     

BRAK!     

Serangan itu membuat seekor kelinci terlempar dan menabrak pohon. Binatang malang itu mencoba bangkit selama beberapa detik, namun kelinci itu akhirnya mati.     

Angele berjalan mendekati kelinci itu dan menusuknya.     

Kelinci itu gemuk.     

Kelinci itu berwarna putih, berukuran setara dengan kepala manusia. Matanya berwarna merah darah, dan sepasang gigi taringnya terlihat seperti ular.     

Angele mengernyitkan alisnya dan menarik kelinci itu dari pedangnya.     

Setelah meletakkan kelinci itu di dekat pohon, ia mengumpulkan ranting-ranting kering untuk membuat api unggun.     

Ia menjentikkan jarinya.     

Seketika itu, api unggun kecilnya menyala. Api itu terlihat buram di antara kabut putih.     

Ia duduk di dekat api unggun dan membersihkan kelinci itu. Ia menguliti kelinci tersebut dengan cepat dan mengeluarkan semua organ tubuhnya.     

Tak lama kemudian, kabut itu sedikit berkurang. Angele selesai membersihkan kelinci itu dan menusuknya dengan pedang crossguard. Ia memutar pedang itu di atas api unggun untuk memanggang kelinci buruannya.     

Ia mengambil sebuah botol besar dan meminum air yang dibawanya. Isi botol itu hampir habis.     

Minyak menetes dari daging kelinci berwarna cokelat keemasan itu.     

Angele melihat sekelilingnya, di mana pepohonan menjulang tinggi, dengan sedikit semak belukar di sekitarnya. Tanah gelap yang dipijaknya penuh dengan dedaunan kering, cabang, beserta rerumputan.     

Batang pohon itu sangat besar, tinggi, dan berdiri tegak seperti prajurit pengawal hutan.     

Setelah daging kelinci itu dingin, Angele memotong sebagian daging itu dengan pisaunya dan memakannya setelah agak dingin.     

Tekstur daging itu sangat lembut dan empuk seperti ayam panggang, Namun, daging itu tidak berbumbu, sehingga rasanya tawar. Akan lebih nikmat jika ditambahkan sedikit garam.     

Tiba-tiba, Angele meletakkan dagingnya dan berbalik.Titik-titik cahaya biru bersinar di depan matanya.     

Zero telah mendeteksi adanya sosok tidak diketahui mendekat. Angele melihat bayangan hitam yang samar tengah mendekatinya. Sosok itu mengenakan jubah hitam.     

Ia berdiri dan mengambil busurnya. Ia bersiap-siap untuk bertarung sambil menatap bayangan hitam itu.     

Terdengar suara tapak kaki sosok itu menginjak dedaunan kering. Sosok itu semakin dekat.     

Angele menarik nafas. Ia mencium bau busuk mayat yang memenuhi udara.     

Ekspresinya berubah kecut. Ia mengambil selembar daun merah dan menutup hidungnya,     

"Light of Thor. Dimana kau menyembunyikan benda itu?" Terdengar suara jernih seorang wanita muda dari bayangan itu.     

Angele menjatuhkan daun itu, menarik busurnya, dan menciptakan sebatang panah logam berwarna hitam.     

"Light of Thor? Apa itu? Siapa kau? Aku tidak tahu apa maksudmu," jawab Angele dengan tenang.     

"Kau yang membunuh Calello di kapal itu, kan? Berikan Light of Thor padaku, dan akan kubiarkan kau pergi," jawab Penyihir wanita itu dengan penuh percaya diri.     

"Calello adalah Penyihir tingkat Cairan. Pasti kau membunuhnya dari belakang saat ia bertarung dengan Penyihir Cahaya, kan?"     

Perlahan-lahan, seorang wanita berjalan mendekati Angele. Wanita itu memiliki mata hijau yang tajam. Bibir, mata, dan jubah wanita itu berwarna hitam.     

Penyihir wanita itu benar-benar mengenakan serba hitam, namun kulit pucatnya membuatnya terlihat seperti zombie.     

Wanita itu berhenti sekitar sepuluh meter dari Angele dan menatapnya. Walaupun wajah wanita itu sangat cantik, Angele tidak dapat melihat sedikit pun emosi di matanya.     

"Namaku Arisa."     

"Kuulangi, aku tidak tahu apa maksudmu." Angele mengernyitkan alisnya dan menatap Arisa.     

"Light of Thor. Zirah pelindung dada berwarna perak. Berhenti menyembunyikannya. Aku bisa mencium bau hembusan nafas terakhir Calello darimu," jawab Arisa. Wajahnya tanpa ekspresi.     

Angele berhenti sejenak dan tertawa.     

"Baiklah, baiklah, aku memang membunuh Calello. Aku tidak menyangka jika kau bisa melacakku. Aku tahu bahwa kau tidak ingin membalas dendam, tapi jujur saja, yang kutemukan hanya Light of Thor palsu…"     

"Palsu atau tidak, berikan padaku. Jika tidak, kau akan menjadi saksi kekuatan sihirku." Potong Arisa.     

"Terserah kau saja." Angele berjalan mendekati kantong hitam yang tergeletak di samping pohon. "Akan kutunjukkan buktinya padamu."     

Ia menendang kantong itu ke arah Arisa.     

Kantong itu berguling selama beberapa saat, sebelum akhirnya berhenti tepat di depan Arisa. Arisa segera mengambil Light of Thor palsu dari dalamnya.     

Ia meletakkan tangan kanannya ke punggung armor itu.     

"Iya, ini palsu."     

"Bagus, tidak ada gunanya kita bertarung." Angele tersenyum.     

"Jadi, di mana yang asli?" tanya Arisa seraya menjatuhkan baju zirah palsu itu.     

Angele memicingkan matanya. Ekspresinya berubah serius.     

"Sudah kubilang, aku mendapatkan zirah itu dari kapal, dan aku tidak tahu di mana zirah aslinya. Tunggu, kau pikir kau bisa menang melawanku?" Angele melepaskan partikel energi di udara.     

Arisa menjadi tertarik.     

"Kau membunuh Calello, kan? Jika benar, kau akan kujadikan kelinci percobaan untuk ramuanku."     

Wanita itu tersenyum.     

His!     

Terdengar suara desisan dari tubuh wanita itu.     

Arisa menurunkan tangannya, dan asap hitam pekat muncul dari kakinya. Asap dari jubah hitam panjang itu mengubah semua makhluk yang bersentuhan dengannya, mulai dari rumput, hewan, serangga. Semuanya berubah menjadi cairan hitam yang lengket sebelum menguap dan bersatu dengan asap itu.     

Asap hitam legam itu menyebar dengan cepat seperti setetes tinta. Lingkaran yang menyelimuti seluruh pepohonan, semak belukar, dan rerumputan. Arisa berada di tengah lingkaran itu.     

Hitamnya asap itu sangat kontras dengan hijau dedaunan di sekitarnya, seperti setetes tinta hitam yang menodai selembar kain hijau.     

Angele mundur perlahan. Ia melihat asap hitam itu membumbung tinggi ke atas langit.     

Shing!     

Angele menembakkan panahnya dengan cepat.     

Panah hitam itu melesat cepat, hingga meninggalkan garis lengkung di langit. Panah itu menusuk tubuh sang Penyihir Kegelapan, Arisa, dengan kerasnya.     

Arisa tidak bergerak. Ia hanya tersenyum penuh arti. Tubuh wanita itu meleleh menjadi cairan lengket berwarna hitam, dan wajahnya pun hancur menjadi tetesan cairan berwarna hitam seperti lilin yang dibakar. Cairan itu kemudian menyatu dengan bayangan hitam di bawah kakinya.     

Dalam sekejap, Arisa menghilang menjadi asap hitam. Hanya ada jubahnya yang tergeletak di tanah.     

Angele menggertakkan giginya seraya mundur dan terus menembak. Panah pertamanya telah berubah menjadi genangan cairan hitam setelah menyentuh asap itu.     

Segumpal asap memisahkan diri dan menghalangi Angele.     

Pepohonan kecil dan rerumputan di sekitar mereka mulai meleleh. Sebagian besar rerumputan dan dedaunan kering telah berubah menjadi bagian gumpalan asap yang semakin membesar itu.     

Angele mengambil sebuah jantung bersinar hijau dari kantongnya.     

Ia menggumamkan mantra.     

DUAR!     

Bola cahaya hijau seukuran lengan muncul dari jantung itu, namun, asap itu menelannya, sehingga api itu segera menghilang.     

Ekspresi Angele berubah kecut. Tiba-tiba, gumpalan asap hijau muncul di belakangnya dan berubah menjadi gumpalan asap berbentuk manusia. Arisa sedang mencoba menangkap Angele.     

Angele tiba-tiba berbalik dan menghunuskan pedangnya.     

SHING!     

Serangan itu luput.     

"Matilah kau!" teriak Angele. Cairan perak keluar dari kulitnya dan melayang di udara di sekitarnya.     

Cairan logam itu berkumpul dan berubah menjadi pisau-pisau kecil. Angele melambaikan tangannya, dan kilat-kilat biru menyelimuti semua pisau itu.     

Suara kilatan api itu sangat memekakkan telinga. Cahaya biru menyinari wajah Angele.     

Ia sedikit mengayunkan tangannya, dan semua pisau itu berputar-putar mengelilingi tubuhnya.     

Pisau-pisau itu berputar semakin cepat dan menjadi seperti perisai pelindung, yang mengibaskan asap-asap hitam itu.     

Sebagian asap itu menghilang setelah bersentuhan dengan pelindung pisau itu, namun listrik pada ujung semua pisau itu semakin melemah.     

Asap itu bergerak-gerak dengan bergulung, seakan marah karena ditangkis oleh pisau-pisaunya.     

Tiba-tiba, bayangan tentakel muncul dari gumpalan asap itu dan melesat ke arah Angele. Pisau-pisau biru di sekitarnya terus berusaha menangkis tentakel itu, namun tentakel itu terus bergerak.     

Angele menggeleng dan tersenyum keji.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.