Dunia Penyihir

Berangkat Lagi (Bagian 2)



Berangkat Lagi (Bagian 2)

0Menurut hasil simulasi, kekuatan mental Angele akan mencapai batas maksimal dengan metode ini dalam kurun waktu dua tahun. Jika ia ingin terus berkembang setelah itu, ia harus mencari cara lain.     

Inilah mengapa ia ingin segera kembali ke negeri seberang.     

"Tidak heran jika tidak ada Penyihir yang mau tinggal disini." Angele menggeleng. Ia membuka pintu dan berjalan keluar ke pantai.     

"Tidak ada sumber daya, tidak ada bahan mantra, dan tidak ada Penyihir lain. Di sini, hanya ada manusia biasa."     

'Zero, aku ingin segera mencapai tingkat Cairan. Apa syaratnya?' tanya Angele.     

'Syarat: 1. Kekuatan mental mencapai 40 poin. 2. Tiga porsi Ramuan Pembunuh Flora untuk meningkatkan tingkat kesuksesan. Jika Anda dapat memenuhi kedua syarat ini, tingkat kesuksesan ada akan mencapai 45.14%'     

'Aku bisa membuat Ramuan Ketenangan untuk meningkatkan kekuatan mentalku, tetapi di sini tidak ada banyak bahan sihir maupun bahan pengganti, sehingga aku harus barter dengan Penyihir yang sedang tinggal di sekitar sini. Ramuan Ketenangan yang kubawa sudah kuberikan pada Velvet... Yah, aku harus kembali dulu ke negeri Penyihir.'     

Angele menikmati hangatnya cahaya matahari selama beberapa saat, sebelum akhirnya ia kembali ke rumah dalam keadaan hangat.     

Ia berjalan mendekati meja, di mana ia meletakkan alat-alatnya. Di sisi kanan meja, ada satu rak tabung reaksi berisi 2 tabung yang penuh dengan darah berwarna ungu.     

Di sisi kiri, terdapat sebuah tempat kaca berbentuk bola yang sedang dipanaskan dengan tungku minyak. Di dalam tabung itu, cairan berwarna cokelat yang terlihat seperti lumpur sedang dididihkan. Beberapa ekor cacing putih menggeliat-geliat di permukaan cairan itu.     

Sepertinya, cacing-cacing itu tidak takut panas, namun cacing-cacing itu tetap saja berusaha kabur dengan memanjat dinding dalam bola kaca itu.     

Bola itu berukuran sebesar kepalan tangan, dengan tutup berbentuk kerang yang berlubang, agar uap bisa keluar dengan mudah.     

Ada nyaris seribu ekor cacing dalam bola itu. Mereka terus berusaha memanjat, namun terus gagal, sehingga akhirnya mereka terjatuh.     

Cairan lengket berwarna cokelat itu dihasilkan oleh organ cacing itu, sehingga meninggalkan jejak pada dinding bola kaca saat cacing-cacing itu berjalan naik.     

Angele memadamkan pembakar minyak di bawah bola kaca dan mengambil bola kaca itu dari tungku.     

"Akhirnya, selesai juga. Aku menghabiskan terlalu banyak waktu untuk menangkarkan hewan ini," gumamnya.     

Angele membuka tutup bola kaca, dan mengambil sebuah tabung reaksi berisi darah berwarna ungu.     

Ia menuangkan darah itu ke dalam bola kaca dengan hati-hati, sehingga cairan ungu itu menutupi separuh ulat-ulat dalam kaca tersebut.     

Duar!     

Setelah beberapa detik, sebuah bola api ungu meledak di dalam bola kaca.     

Angele pun terkejut. Ia mundur selangkah dan meletakkan tabung reaksinya. Api dari ledakan itu nyaris terciprat ke wajahnya. Jika saja ia menjatuhkan bola kaca itu, mungkin rumahnya sudah terbakar habis.     

Semua cacing dalam bola itu terbakar setelah terciprat bara api ungu.     

Sisa-sisa cacing itu tercampur dengan cairan coklat, sementara api ungu itu semakin gelap setelah membakar cacing-cacing itu hingga menjadi abu.     

Bayangan ungu menyinari seluruh ruangan, sementara bau busuk seperti bau ikan memenuhi ruangan. Bau itu terasa seperti campuran ikan busuk dan cabai cayenne.     

Angele memegang bola kaca itu dengan kedua tangannya dan menunggu reaksi itu berhenti.     

Cacing-cacing itu terbakar habis hingga menjadi abu hitam. Sebagian abu menempel di dinding bagian dalam bola itu.     

Sepuluh menit kemudian, akhirnya api ungu itu menghilang, dan asap hijau mulai keluar dari bola itu.     

Angele menunggu asap hijau itu menghilang, lalu ia meletakkan bola kaca itu kembali ke tungku. Dengan sekeping pecahan kaca, ia menggosok semua abu hitam di tepian bola kaca.     

Ia mengambil sebuah botol kecil dari kantongnya, lalu ia menunjuk ke udara dengan tangannya. Tidak lama kemudian, setitik cahaya muncul di ujung jarinya.     

Tanpa membuang waktu, dengan jarinya, Angele menggambar rune merah berbentuk dua trisula yang menyilang. Rune itu melayang, berubah menjadi kilat merah, dan melesat masuk ke dalam bola kaca itu.     

Ia memicingkan kedua matanya, lalu ia memasukkan jari kirinya ke dalam bola itu, bersamaan dengan jatuhnya rune itu.     

Css!     

Terdengar suara seperti daging yang dipanggang.     

Keringat menetes di dagu Angele. Pria muda itu sedang merasakan sakit yang amat sangat.     

Seutas benang hitam menggeliat menaiki jarinya dan berubah menjadi bola hitam saat mencapai telapak tangannya.     

Titik-titik cahaya biru berkilat di matanya. Ia menatap tangan kirinya, menggertakkan giginya, dan menekan tangan kirinya itu.     

"AH!"     

Angele berteriak. Suaranya seperti teriakan terakhir seorang wanita yang putus asa.     

Rumah kayu itu berguncang. Tangan kiri Angele didorong mundur dari bola kaca itu oleh suatu kekuatan misterius.     

Angele terengah-engah. Ia mengangkat dan melihat telapak tangan kirinya. Asap hitam perlahan-lahan membumbung tinggi dari kulitnya.     

Dalam beberapa detik, asap itu hilang tidak berbekas.     

"Gagal... Sekali lagi." Angele menghela nafas, menurunkan tangannya, dan berjalan kembali ke meja.     

Ia membuka lemari dan mengambil sebuah bola kaca lain berisi cairan lengket dan cacing-cacing putih.     

Setelah mengulangi semua prosedur, ia memasukkan jarinya ke dalam bola itu.     

Lagi-lagi, seutas benang hitam menghisap abu di dalam bola itu, sebelum memanjat naik ke telapak tangannya.     

Css!     

Sebuah pola hitam muncul di telapak tangannya. Kali ini, ia berhasil, dan semua abu hitam itu menghilang dalam beberapa menit.     

Angele mengeluarkan jarinya dari bola itu dan mundur selangkah. Pakaiannya basah karena keringat.     

Ia mengangkat telapak tangannya dan melihat pola-pola aneh di telapak tangannya itu bergerak.     

Waktu terus berjalan. Setelah satu jam, akhirnya pola itu berhenti bergerak.     

Sebuah pola aneh meliuk-liuk berbentuk makhluk bersayap terukir pada telapak tangan kirinya.     

"Akhirnya! Signet Darah Mendidih! Aku berhasil!" teriak Angele sambil terus menatap telapak tangannya.     

"Walaupun aku tidak bisa mengkonsumsi darah kuno Harpy karena racunnya sangat mematikan, aku masih bisa menggunakannya untuk membuat Signet Darah Mendidih. Sepertinya, akulah satu-satunya Penyihir di dunia ini yang bisa mengekstrak darah kuno para Harpy." Melihat hasil itu, Angele merasa sangat puas.     

"Legenda mengatakan bahwa di zaman dahulu kala, Harpy dapat menarik lawan mereka ke neraka. Signet ini terbuat dari darah kuno mereka. Walau hanya bisa digunakan lima kali, aku bisa menggunakannya untuk membuat lawanku berhalusinasi."     

Beberapa bulan kemudian, Angele kembali ke Pelabuhan Marua untuk memberikan beberapa barang kepada ayahnya, lalu ia pergi menaiki Harapan.     

Di atas dek Harapan yang gelap.     

Angele berdiri di ujung kapal. Ia mengenakan jubah hitam dan tudungnya. Ia melihat orang-orang melambaikan tangan pada kapal-kapal yang berangkat. Ombak berdebur menabrak sisi-sisi kapal, sementara para calon Penyihir sedang berbincang-bincang di belakangnya, sehingga dek itu sangatlah ribut.     

Angele berkedip dan berbalik. Angin meniup tudungnya dan membuat rambut cokelatnya menari-nari di udara.     

Di sebelah kirinya, seorang Penyihir berdiri dan menatap lautan. Dari energi negatif di sekitarnya, sangat jelas bahwa ia adalah seorang Penyihir Kegelapan.     

Seorang wanita muda berbalut jubah putih berdiri dan berbincang-bincang pada calon-calon Penyihir di dekat tangga. Sepertinya, wanita itu sedang memeriksa sesuatu.     

Angele melihat sekelilingnya. Ia melihat seorang pria berbalut jubah putih menaiki tangga dan berbicara pada wanita itu.     

Dek itu terlalu ramai, sehingga Angele tidak bisa mendengar pembicaraan mereka, namun ia tahu, ada yang tidak beres disini.     

Ada empat Penyihir resmi, termasuk dirinya, di kapal ini. Situasi itu sangat tidak wajar, sehingga ia terus waspada.     

Kedua Penyihir Cahaya melambaikan tangan mereka dan menyuruh para calon Penyihir untuk kembali ke kamar masing-masing.     

Wanita itu melirik ke arah Angele, lalu berbalik dan menatap pria berjubah putih itu.     

"Francis, apa kau punya informasi bagaimana bisa ada dua orang jubah hitam di sini? Kenapa banyak sekali Penyihir di kapal ini? Walaupun ras-ras bawah tanah sedang menyerang, situasi ini masih sangat tidak wajar." Bibir wanita itu hanya bergerak sedikit, namun kata-katanya bergema di telinga Penyihir pria itu.     

Pria itu mengernyitkan alisnya dan menggeleng, membalas pertanyaan wanita itu dengan gerakan yang sama.     

"Aku tidak tahu. Walaupun aku adalah ketua perjalanan ini, aku tidak bisa memprediksi siapa yang akan naik."     

"Ada yang membocorkan rencana?" Tiba-tiba, ekspresi wanita itu berubah kecut.     

"Beyonce, itu tidak mungkin," Francis menggeleng lagi.     

"Hanya orang-orang organisasi yang tahu rencana kita. Benda ini sangat penting, jadi kita tidak bisa menyerahkannya begitu saja pada orang asing."     

"Yah, kita bersiap-siap saja." Mata wanita itu berkilat dingin.     

"Kalau mereka ingin merebut benda itu, akan kutunjukkan kekuatanku yang sebenarnya."     

"Kita ada di tengah laut. Menenggelamkan satu atau dua Penyihir bukanlah masalah." Francis tersenyum penuh percaya diri.     

Di seberang dek, seorang pria berjubah hitam menatap kedua Penyihir berjubah putih itu dengan tatapan merendahkan.     

"Master Dave, sepertinya mereka memiliki benda yang kau cari." Terdengar suara melengking dari lehernya.     

Seekor kelabang berwarna merah gelap bergerak perlahan memanjat leher pria itu. Kelabang itu berukuran sebesar telapak tangan. Tubuhnya berkilat cahaya keperakan. Si jubah hitam menoleh. "Bagus, tidak percuma aku pergi ke sini. Terima kasih untuk informasinya," jawabnya dengan santai.     

"Aku melakukannya karena kau menjanjikan sesuatu padaku. Jangan membuatku kecewa," jawab kelabang itu.     

"Terlalu banyak kekuatan mental yang harus kugunakan untuk mengendalikan makhluk itu dari jarak sejauh ini. Kuserahkan padamu, Master Calello. Berhati-hatilah."     

"Tenang saja." Calello mengambil kelabang itu dan memasukkan kelabang itu ke dalam mulutnya. Ia mengunyah kelabang itu hingga cairan kekuningan menetes dari mulutnya. Separuh tubuh kelabang itu masih bergerak-gerak.     

Calello memasukkan sisa tubuh kelabang itu ke dalam mulutnya dan menelannya bulat-bulat.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.