Dunia Penyihir

Di Dalam Hutan (Bagian 1)



Di Dalam Hutan (Bagian 1)

0Angele dan Omicade puas dengan barter itu.     

Tapi, Angele sedikit kecewa karena buku yang berharga baginya hanyalah satu buku dalam bahasa Chaos, sementara catatan lainnya, yang ditulis dalam bahasa Barun dan Vlasov, tidak lengkap dan berisi informasi yang tidak berguna baginya.     

Angele meregangkan punggungnya dan meletakkan catatan yang tidak lengkap itu.     

"Bagaimana? Apa kau membutuhkannya?" tanya Omicade sambil menyilangkan tangan di dadanya. Ia berharap bahwa Angele mau menukarkan sesuatu.     

"Maaf." Angele menggeleng, dan Omicade pun cemberut.     

"Yah, tapi aku juga menginginkan sesuatu darimu, haha"     

Mendengar perkataan Omicade, Angele tersenyum dan mengangguk.     

"Bagus. Sebenarnya, aku menginginkan sesuatu darimu juga. Sepertinya, ini akan lebih mudah."     

"Apa yang kau inginkan?" tanya Omicade. Ia terlihat terkejut.     

"Kumpulkan logam jenis apa pun untukku." Ia tidak menyembunyikan apa pun. Baginya, mencari logam adalah salah satu tujuannya pergi ke ibukota.     

"Logam? Tidak masalah, tapi kita harus turun dari menara dan pergi ke pandai besi dulu."     

"Baiklah."     

Angele meletakkan catatan dalam bahasa Chaos itu ke kantongnya dan berjalan menuruni tangga bersama Omicade. Dengan kereta Omicade, mereka sampai ke toko pandai besi dalam dua jam.     

"Kita sudah sampai. Inilah jalan tempat para pandai besi."     

Sang Insinyur membuka pintu dan melompat keluar dari kereta.     

Angele ikut melompat turun. Saat memijak tanah, ia merasa ada sesuatu yang lengket di bawah sepatu botnya.     

Ia melihat tanah hitam yang berminyak.     

Beberapa bangunan sederhana berjajar di kedua sisi. Dari sana, terdengar suara palu para pandai besi yang berbenturan dengan meja asah.     

Bau terbakar memenuhi seluruh jalanan itu. Tempat itu sangat gelap dan kotor, sehingga Angele merasa tidak nyaman.     

Ia melihat para petualang bersenjata pedang crossguard, perisai besi, dan palu godam berjalan-jalan memeriksa toko-toko itu.     

Kedatangan sang Insinyur Agung tidak menarik perhatian mereka. Pejalan kaki dan petualang di sana hanya meliriknya sesaat; tak ada yang datang dan menyapanya. Sepertinya, sang Insinyur Agung sering datang ke sini, sehingga tidak ada yang terkejut akan kedatangannya.     

Omicade mengantarkan Angele ke toko pandai besi terbesar di jalan itu, yaitu sebuah bangunan besar dengan tiga pintu masuk di bagian depannya. Nama toko itu, 'Toko Besi Francesco', terukir pada papan perunggu yang tergantung di puncak bangunan itu.     

Nyaris tidak ada yang berkunjung ke toko itu, namun Angele melihat seorang wanita paruh baya, dengan pedang besar di punggungnya, berjalan keluar sambil mengumpat.     

"Dasar pria tua bodoh! Kau serius, Francesco? 5000 koin emas hanya untuk sarung pedang? Dasar bajing*n serakah! Suatu hari nanti, kau akan tenggelam dalam lautan koin emas!"     

"Tikus kotor! Kalau kau tidak punya uang, jangan pernah datang ke sini! Keluar dari sini, bangs*t!" Terdengar ucapan yang kasar dari dalam.     

"Dasar anj*ng!" Wanita tua itu membalas sambil mengacungkan jari tengah pada Francesco. Ia pun pergi dengan marah.     

Hanya dengan mendengarkannya, Angele tahu bahwa suara itu adalah suara orang yang tinggi dan kuat.     

Omicade mengedikkan bahunya dan melihat Angele.     

"Yah, tenang saja. Ini adalah toko pandai besi terbaik di kota ini, tapi harganya sangat mahal."     

Angele tertawa kecil dan berjalan mengikuti Omicade masuk ke dalam toko. Di dalam ruangan itu, uap panas langsung bertiup ke arah wajahnya.     

Seorang pria raksasa setinggi tiga meter sedang mengayunkan palu besar seukuran kepala manusia untuk mengasah sebatang logam yang merah membara. Di sisi seberang ruangan, empat orang petugas perapian berusaha menjaga tungku sang pandai besi agar tetap berada pada suhu ideal. Kelima orang itu memakan sebagian ruang tempat di toko itu.     

Hanya tempat kecil di tepi ruangan yang dapat digunakan untuk memajang pedang dan perisai hasil asahan mereka.     

"Francesco, berikan semua batang logammu padaku. Temanku ingin melihatnya," teriak Omicade, namun suara sang insinyur terdengar sangat kecil di antara suara denting palu dan tungku di sana.     

"Batang logam? Untuk apa?" Pria raksasa itu sedikit meregangkan punggungnya dan meletakkan batangan logam yang sedari tadi dipegangnya.     

Keringat dan minyak mengotori tubuhnya yang kekar. Ia tidak mempunyai, rambut, janggut atau pun alis. Hanya ada anting-anting emas besar yang menghiasi telinga kirinya.     

"Aku yang mau logam itu, bukan dia. Berapa macam logam yang kau punya?" tanya Angele sambil melangkah maju.     

"Apa? Kau?" Francesco menyuruh para petugas tungku untuk berhenti sebentar, dan menatap pemuda di depannya dengan teliti. Ia menatap jubah hitam pemuda itu, seakan jubah itu mengingatkannya pada sesuatu.     

"Ah... Kegelapan..." Francesco berhenti berkata-kata, namun terlihat jelas rasa hormat di matanya. "Apa yang kau inginkan? Aku punya berbagai macam logam batangan di sini." Ia berbalik dan mengambil satu kotak besar yang penuh dengan logam batangan berwarna gelap.     

"Tunggu sebentar, aku masih punya banyak."     

Sebelum Angele sempat menjawab, pria raksasa itu sudah berjalan ke sudut ruangan. Ia memasuki gudang dan memindahkan lima kotak besar ke depan. Setiap kotak tingginya sekitar satu meter dan berisi penuh dengan batangan logam.     

Ada 6 kotak yang diletakkan di depan Angele. Logam batangan tersebut berwarna putih, merah gelap, perak, dan sisanya berwarna hitam dengan pendar keperakan.     

"Logam Bintang, tiga kotak. Logam Membran Putih, Logam Inti Darah, dan Perunggu Sungai, masing-masing satu kotak. Inilah logam batangan terlangka di tokoku. Kau tertarik?"     

Angele mengernyitkan alisnya. Ia tidak mengerti maksud pria raksasa itu, sehingga ia memutuskan untuk memeriksa masing-masing logam dengan bantuan Zero.     

"Bisakah kulihat lebih dekat?"     

"Tentu saja." Francesco berjalan minggir dan tersenyum.     

Angele berjalan maju, dan Zero segera memeriksa semua batangan logam tersebut. Logam Bintang sangat keras dan elastis, namun tidak memiliki kekuatan untuk bertahan melawan sihir.     

Logam Membran putih tidak terlalu elastis, namun sangat keras, sehingga baik untuk dijadikan senjata. Tapi, logam itu tidak bisa dijadikan perisai. Ditambah lagi, kekuatan pertahanan sihirnya sangat lemah.     

Logam Inti Darah tidak dapat bertahan melawan suhu tinggi. Ini hanyalah logam biasa yang tidak terlalu keras. Logam terakhir, Perunggu Sungai, sangat tahan panas dan radiasi, namun tingkat kekerasannya sangat rendah. Logam ini biasa digunakan sebagai isolator panas.     

"Apa kau punya sesuatu yang elastis jika dilelehkan namun sangat keras ketika didinginkan?" tanya Angele.     

"Umm... Sebentar." Francesco mengusap dagunya dan berpikir sejenak.     

"Master, kita masih punya dua kotak batang Besi Peledak, kan?" tanya seorang pekerja tungku.     

"Besi Peledak? Benar juga! Leeson, bawa kotak-kotak itu kemari!"     

"Baiklah! Kalian semua, ikut aku!" teriak Leeson. Ia dan keempat pekerja berjalan masuk ke gudang. Beberapa menit kemudian, mereka membawa keluar dua kotak yang berisi logam batangan berwarna hitam. Entah mengapa, batang logam itu memiliki lubang-lubang kecil.     

"Besi Peledak? Apa itu?" tanya Angele dengan penuh rasa ingin tahu.     

Francesco menjelaskan. "Besi Peledak adalah besi yang mudah terbakar. Titik lelehnya sangat tinggi, namun saat sudah terbakar, besi ini akan sangat sulit untuk dipadamkan."     

Sambil berbicara, ia mengambil setangkup logam dari kotak tersebut.     

"Angin hanya akan membuat logam ini terbakar lebih lama. Batang logam seukuran ini bisa terus terbakar selama sehari jika tidak dipadamkan. Logam ini terbuat dari bijih besi spesial dari dasar air, dan sangat berbahaya jika digunakan di dalam hutan."     

"Menarik..." Angele mengambil sebatang logam dan menatapnya dengan teliti.     

Logam itu sangat berat dan keras. Permukaannya penuh dengan lubang-lubang kecil seperti sarang lebah.     

Angele mengendusnya — baunya seperti karet.     

"Aku tahu. Benda ini sering digunakan dalam serangan masal. Balut dengan kain berminyak, tutupi dengan kotoran, nyalakan, dan tembakkan dengan balista. Kekuatan serangannya sangat tinggi," kata Omicade sambil menatap Angele. "Namun, logam ini tidak langka. Bijih besinya sangat mudah ditemukan."     

"Akan kubeli semua batang logam ini. Berapa total harganya?"     

"Yah, jika kau hanya mau logam mentahnya, aku bisa memberi potongan harga." Pria raksasa itu menggosok tangannya dan mulai berhitung. "Sekitar 120 ribu koin emas."     

"120 ribu koin emas... Tidak apa-apa." Omicade mengangguk. "Aku yang akan membayarnya. Francesco, masukkan itu ke dalam tagihanku. Datanglah ke menara untuk mengambil koin emas itu sebelum akhir bulan."     

"Tentu."     

Angele mengangguk. Ia tidak punya koin emas sebanyak itu, sehingga ia membiarkan sang Insinyur Agung membayar batang logamnya.     

"Terima kasih, Omicade."     

"Sama-sama. Aku masih punya pertanyaan untukmu, dan pengetahuan harganya sangat mahal." Omicade tersenyum.     

Mereka memanggil empat kereta kuda untuk membawa semua logam tersebut kembali ke menara Omicade.     

Justin came to invite Angele to the party held by the Kings once he returned to the high tower. They also made it clear that there would be many nobles waiting to see him in the party.     

Sesampainya Angele di menara, Justin datang untuk mengundangnya ke pesta para Raja. Justin juga menyampaikan pesan bahwa ada banyak bangsawan yang menunggunya di sana.     

Sebenarnya, Angele ingin menolak undangan itu, tapi ia masih berhutang budi pada Justin, sehingga ia memutuskan untuk datang dan melihat apa keinginan para Raja itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.