Dunia Penyihir

Kedatangan (Bagian 3)



Kedatangan (Bagian 3)

0Para pengawal berbaris rapi di pagar, sementara sang Baron bersama keluarganya segera berjalan ke pintu masuk. Seorang pria muda berjubah hitam membuka pintu dan segera keluar dari kereta.     

Pria muda itu membersihkan debu di jubahnya dan menatap orang-orang yang berjalan mendekatinya.     

"Angele!" teriak sang Baron dengan senangnya setelah melihat wajah pria muda itu. Ia berjalan mendekati Angele dan memeluknya erat-erat.     

"Kenapa kau tidak bilang kalau kau akan kembali?!" Sang Baron menepuk punggung anaknya.     

"Membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk mengirim surat ke negeri ini." Angele balas menepuk punggung sang Baron, namun tidak terasa kehangatan dari ayahnya.     

Sang Baron menoleh dan berbisik kepada seorang pelayan, sehingga pelayan itu mengangguk dan berlari masuk kembali ke manor.     

"Masuklah dan istirahatlah di rumah. Ayah sudah menyuruh pelayan itu untuk menyiapkan kamar untukmu." Sang Baron memegang tangan Angele dan membawanya masuk ke manor. Para pekerja di taman menatap Angele dan pengawalnya dengan penuh rasa ingin tahu.     

"Dekorasi kereta kuda perak itu... Pasti dia adalah seorang Count," bisik seseorang.     

"Sstt! Mereka akan dengar!"     

Justin menyuruh Rayben beserta pengawal-pengawal untuk mengantar Angele ke rumahnya. Setelah tugas itu selesai, Rayben menyuruh para pengawalnya pulang, sementara ia tetap masuk dan mengikuti Angele ke dalam manor itu.     

Angele memasuki gedung utama manor. Ia melihat dua wanita cantik dan beberapa orang pelayan telah menunggunya di tengah ruangan. Saat pintu terbuka, mereka berlutut sebagai tanda penghormatan.     

"Mereka adalah Miran dan Sarin, kedua istriku. Banyak hal telah terjadi." Sang Baron menunjuk ke kedua wanita itu dan tersenyum.     

Kedua wanita itu membungkuk hormat kepada Angele, namun mereka tidak mengatakan apa pun.     

Angele melihat sekelilingnya dan melihat dua orang anak kecil di belakang kedua wanita itu. Tangan mereka dipegang oleh dua orang pelayan.     

Gadis kecil itu berumur sekitar 3 tahun. Ia mengenakan terusan putih. Lelaki kecil berbaju ketat coklat di sampingnya menatap Angele dengan gugup.     

Melihat Angele menatap kedua anak kecil itu, sang Baron berkata, "Mereka adalah adikmu. Yang perempuan namanya Ori, dan yang laki-laki namanya Ansol."     

Sang baron mendekati mereka dan menggendong kedua anak itu dengan kedua lengannya. Kemudian, ia berbalik dan melihat Angele.     

"Imut, kan? Mereka seimut dirimu saat kau masih kecil." Sang Baron tersenyum lembut.     

Ansol dan Ori tertawa. Ansol mulai bermain-main dengan rambut sang baron, sementara Ori menarik-narik janggutnya. Melihat kedua anak itu bermain dengan sang baron, kedua wanita itu tersenyum.     

Angele pun tersenyum, namun perasaan asing, perasaan bahwa ia tidak lagi memiliki tempat di rumah ini, semakin terasa.     

Ayahnya telah berubah. Dahulu, sang baron adalah satu-satunya orang yang bisa ia percayai. Namun, ia telah menciptakan keluarga baru pada saat-saat kepergian Angele. Sekarang, ia memiliki dua istri dan dua anak. Banyak wajah-wajah asing yang tidak dikenalnya di ruangan itu.     

Angele melihat sekelilingnya. Terlihat jelas bahwa Miran, Sarin, para pelayan, dan semua pekerja tidak mau bertatap mata dengannya. Mereka menunduk dan terus menatap lantai.     

Sebenarnya, Angele mengerti bahwa sang Baron ingin membangun kembali sebuah keluarga dan mendapatkan kehormatannya kembali. Keduanya bisa ia dapatkan dengan mudah dengan bantuan Profesor Adolf.     

Namun, tidak ada wajah yang dikenalnya, sehingga ia menjadi bingung.     

"Ayah, di mana Maggie dan Celia?" tanyanya.     

"Celia sedang berpesta di kota, sementara Maggie... Dia tiba-tiba sakit, dan akhirnya ia meninggal. Mayatnya dikuburkan di Pemakaman Gunung Merah." Sang baron berhenti tersenyum dan menjawab dengan nada sedih.     

"Apa? Maggie telah tiada?" Angele terkejut. Ia menutup matanya sesaat.     

"Ayah, apakah kamarku sudah siap? Aku ingin beristirahat."     

"Iya," sang Baron mengangguk. Ia tidak menjelaskan penyakit apa sebenarnya yang membunuh Maggie.     

"Celia akan segera kembali. Akan kuberitahu dia bahwa kau sudah kembali."     

"Terima kasih." Angele mengangguk.     

Ruangan itu didominasi dengan warna kuning. Angele berdiri di samping jendela dan menatap ladang hijau di bawah sana.     

Tok! Tok!     

"Masuklah," Angele berbalik ke arah pintu dan bersandar di tepi jendela.     

Kriet...     

Pintu itu didorong hingga terbuka.     

Seorang wanita cantik, yang bersanggul dan berbalut terusan kelabu, masuk ke kamarnya. Ia membawa sebuah biola kayu.     

"Angele, ini aku, Celia." Wanita itu berkata dengan santai. Sebelum ia sempat menutup pintu, Ansol dan Orin berlari masuk dan memeluk kakinya.     

"Celia, kau berjanji padaku akan memainkan biola untuk kita," kata Orin dengan suara yang imut.     

"Iya, kau berjanji sebelum kau pergi tadi pagi!" tambah Ansol.     

"Ayolah, hentikan." Celia sedikit gugup. Walaupun wanita itu senang bermain bersama kedua adiknya, ia berpikir bahwa tidak pantas bermain bersama mereka di depan Angele, karena Angele mungkin akan kecewa. Satu-satunya alasan mereka hidup bahagia di kota ini adalah bantuan Profesor Adolf. Jika mereka membuat Angele marah, masa depan mereka akan hancur.     

"Sudah. Kalian pergilah ke ruang musik dan tunggu di sana. Aku akan menyusul nanti." Celia berjongkok dan menenangkan kedua anak itu. Angele menatap Celia menenangkan mereka. Ia menyadari bahwa Celia bukan lagi seorang gadis naif seperti dulu. Celia telah bertumbuh menjadi kakak yang baik untuk kedua anak itu.     

"Tidak apa-apa, aku tidak pernah mendengarkan permainan biolamu. Bagaimana jika kita pergi ke ruang musik dan mendengarkannya bersama-sama?"     

Celia ragu sesaat. Ia menatap Ansol dan Ori, lalu akhirnya ia mengangguk     

Mereka meninggalkan kamar dan berjalan ke ruangan di ujung lorong lantai dua.     

Celia membuka pintu ia melihat ruangan seukuran ruang pertemuan yang setengah kosong. Berbagai macam biola tergantung di dinding; beberapa biola terbuat dari kayu kuning, sementara sisanya terbuat dari kayu merah.     

Kedua anak kecil itu tidak tahu bagaimana mereka harus memperlakukan Angele, namun mereka tahu bahwa Angele adalah kakak mereka, sehingga mereka harus menghormatinya. Angele mengerti bahwa mereka menjauhinya. Beberapa jam lalu, dia adalah sosok yang asing bagi mereka.     

Celia duduk di kursi. Ia meletakkan instrumen itu di bawah dagunya dan mulai bermain. Cara bermain instrumen itu sangat berbeda dengan cara yang diketahui Angele. Permainan itu tidak menggunakan stik, hanya menggunakan jari-jari untuk memetik biola itu.     

Ansol duduk di kursi, sementara Ori berdiri di samping Celia. Mereka berdua menatap biola Celia dengan seksama.     

Biola itu sempat bergesekan, sehingga menimbulkan suara seperti sitar. Ia duduk di samping pintu dan melihat Celia memainkan biolanya.     

Lagu yang indah itu memasuki telinga Angele. Permainan itu biasa saja, namun lagu itu seakan menunjukkan bahwa Celia telah lama berlatih.     

Angele menatap Celia. Ia mengingat gadis pemalu, yang dulu hanya bisa menunjukkan rasa cintanya secara sembunyi-sembunyi, sekarang telah tumbuh menjadi wanita yang lembut. Ia merindukan masa lalunya, namun segala hal di dunia ini pasti berubah.     

Sementara Celia dan kedua anak itu masih bermain, Angele meninggalkan ruangan.     

Ia berjalan ke lorong dan melihat Miran sedang berjalan dari seberang. Miran adalah ibu Ori.     

"Ibu Miran." Angele mengangguk sedikit.     

"Master Angele, semoga Anda senang tinggal di sini..." Saat menyadari bahwa perkataannya tidak sopan, wanita itu segera berhenti.     

"Maafkan saya, saya hanya..." Wanita itu menutup mulutnya dan meminta maaf.     

Wanita itu terlihat ketakutan. Ia telah berasumsi bahwa Angele tidak akan tinggal lama, namun ia juga menyadari bahwa Angele adalah anak sang Baron.     

Angele menatapnya dan tersenyum.     

"Aku mengerti, aku tidak lagi memiliki tempat di sini." kata Angele dengan tenang.     

Bibir Miran bergetar. Wanita itu menunduk dan menatap ekspresi wajah Angele dengan teliti. Wanita itu tidak tahu apakah Angele sudah memaafkannya.     

"Ibu!" Suara kecil terdengar dari punggung Miran.     

Suara itu berasal dari Ori. Anak kecil itu melompat ke pelukan ibunya.     

Celia berjalan keluar dari ruang musik bersama Ansol, sementara Miran menutup mulut anaknya agar mereka tidak lagi membuat Angele tersinggung. Setelah menyadari bahwa ia telah menghalangi Angele, Miran segera berdiri di samping bersama anaknya.     

Angele mengerti mengapa mereka memperlakukannya dengan hati-hati, namun ia sama sekali tidak merasa tersinggung     

"Bu Miran, apa kau tahu dimana Pemakaman Gunung Merah itu? Atau dapatkah kau meminta seseorang untuk mengantarku ke sana?"     

"Tentu saja." Miran mengangguk berkali-kali.     

Angele tersenyum pada kedua anak itu, lalu ia berjalan kembali ke kamarnya.     

Angele tinggal di sana selama dua hari, sebelum akhirnya ia memutuskan untuk pergi.     

Banyak hal telah terjadi. Dalam empat tahun, Keluarga Rio telah merekrut banyak sekali anggota baru, dan ayahnya menjadi semakin jauh darinya. Ia berpikir bahwa jika ia terus tinggal di sana, hubungannya dengan sang ayah akan semakin hancur. Saat ini, sang Baron ingin mendapatkan kembali kehormatannya, dan Angele bukan lagi bagian dari keluarga mereka.     

Semua orang di manor itu memperlakukannya seperti orang yang memiliki kedudukan tinggi. Mereka berbicara dengan sangat sopan dan berhati-hati padanya agar ia tidak merasa tersinggung. Dengan kata lain, ia diperlakukan seperti orang asing yang dapat membuat keluarga mereka semakin kaya.     

Angele sadar bahwa hari-harinya bersama sang Baron hanyalah masa lalu. Keberadaannya di keluarga ini hanya akan membawa masalah, sehingga ia memutuskan untuk segera pergi demi kebahagiaan mereka. Sang baron meminta maaf pada Angele sebelum Angele berangkat. Ia menjelaskan bahwa ia harus mencari orang lain untuk menjadi penerus Keluarga Rio.     

Selama Angele pergi, sang Baron sering mengobrol dengan Adolf, sehingga ia tahu apa yang Angele inginkan, walaupun Adolf tidak mengatakan semuanya.     

Setelah mendengar perkataan Adolf, ia memutuskan untuk membangun sendiri keluarganya, sehingga ia menikah lagi dan menjadikan Ansol sebagai penerusnya.     

"Ini yang kutahu tentang ibumu dan kakakmu. Hanya itu yang kutahu." Sang Baron memberikan sebuah gulungan kepada anaknya itu.     

Angele memberikan sebuah botol kecil berisi cairan kuning, ramuan yang diraciknya saat dalam perjalanan untuk membantu menyembuhkan ayahnya. Dosis itu cukup untuk menyembuhkan luka-luka lamanya, dan membuatnya menjadi cukup kuat untuk menjadi seorang Ksatria Agung walaupun usianya sudah tua.     

Angele, Rayben, dan para pengawal tiba di Pemakaman Gunung Merah, setelah diantarkan oleh penunjuk jalan kiriman Miran.     

Hari sudah sore.     

Cahaya oranye matahari yang terbenam menyelimuti tanah itu.     

Angele dan seluruh kelompoknya berdiri di depan batu nisan putih di samping pepohonan.     

"Rayben, suruh semua orang pergi. Aku ingin memeriksa sesuatu." perintah Angele. Raut wajahnya terlihat datar.     

Justin telah menyuruh Rayben untuk menuruti semua permintaan Angele, sehingga Angele segera menyuruh para pengawal untuk mengusir orang-orang di sana.     

Angele maju selangkah dan mengusap permukaan batu nisan.     

Hanya tertulis 'Maggie. 13/1/1542' di permukaan batu tersebut.     

"Nah, sekarang gali mayatnya," perintahnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.