Dunia Penyihir

Pertempuran Kecil (Bagian 1)



Pertempuran Kecil (Bagian 1)

0Angele menutup matanya dan mendengus setelah beberapa saat. Ruangan itu sangat hening. Hanya terdengar suara deburan ombak di luar. Velvet hanya berdiri dan menunggu jawaban Angele. Gadis itu menatap Angele dengan gugup. Ia tidak tahu apakah ia harus mengulangi pertanyaannya atau tidak.     

"Bagaimana keadaan Yuri sekarang? Kau turun bersamanya, kan? Seingatku, dia pergi ke Kastil Taring Putih," Angele tiba-tiba bertanya.     

"Iya, aku namun sudah lama tidak berbincang-bincang dengannya," Velvet langsung menjawab.     

"Namun, kudengar dia sedang pergi ke perbatasan bersama sekelompok calon Penyihir."     

Angele mengangguk. Ia membuka matanya dan melihat ke arah Velvet tanpa ekspresi.     

"Maaf, aku tidak bisa menjadikanmu pelayanku," jawabnya dengan santai.     

Setelah mengatakan itu, perubahan ekspresi Velvet jelas terlihat dari kedua matanya, yang dipenuhi rasa putus asa. Wajahnya menjadi pucat dalam kurun waktu beberapa detik.     

"Apakah itu keputusan akhirmu…?" Suara gadis itu gemetar.     

"Maafkan aku," Angele menggelengkan kepalanya.     

"Jujur saja, tingkat potensi sihirmu terlalu rendah. Jika aku menerimamu sebagai pelayanku, aku harus bertanggung jawab melatihmu dengan semua bahan-bahan yang kumiliki. Aku baru saja menjadi Penyihir resmi, dan aku tidak punya waktu untukmu. Kau membutuhkan banyak bahan dan waktu yang lama untuk naik peringkat, jadi… maafkan aku."     

Mendengar penjelasan Angele, wajah Velvet menjadi semakin pucat.     

"Kau tidak puas dengan tubuhku?! Aku akan melakukan apa saja! Kumohon!" Wajahnya berlinang air mata. Gadis itu terus memohon-mohon pada Angele.     

"Kaulah harapan terakhirku. Keluargaku… Ayahku…" Velvet terisak, sehingga suaranya tidak terdengar jelas.     

Angele menatap Velvet tanpa mengatakan apa pun. Ia menunggu gadis itu menenangkan dirinya.     

"Setahuku, ayahmu adalah seorang Penyihir resmi, kan? Kau mewarisi darahnya, jadi apa yang terjadi dengan tingkat potensi sihirmu?" Angele kembali bertanya sambil mengernyitkan alisnya.     

"Aku tidak tahu." Velvet menggelengkan kepalanya.     

Tiba-tiba, Angele mengingat sesuatu.     

"Apa hubungan antara ayahmu dan ibumu sebelum mereka menikah?" tanya Angele.     

"Ibuku adalah kakak ayahku," gumam Velvet.     

Angele sadar bahwa gadis itu lahir dari pernikahan sedarah, yang sering terjadi dalam keluarga seorang Penyihir. Pernikahan itu terjadi karena para Penyihir menginginkan anak berdarah murni, sehingga tingkat potensi sihir anak mereka akan menjadi tinggi juga.     

Namun, tingkat keberhasilan cara itu sangatlah kecil. Sebagian besar Penyihir memilih untuk menikahi saudaranya sendiri, namun hanya sebagian kecil anak yang lahir dengan tingkat potensi sihir yang tinggi, sementara sisanya memiliki potensi yang jauh lebih buruk ketimbang seorang manusia biasa. Beberapa dari mereka lahir cacat dengan tingkat potensi yang kecil, bahkan mereka tidak bisa berlatih teknik berpedang.     

Di dunia Penyihir, kebiasaan ini terus berlanjut, dan kebanyakan keluarga besar dalam dunia Penyihir memiliki hubungan darah.     

Kemungkinan besar, Velvet memiliki banyak saudara, namun dialah satu-satunya anak dengan potensi sihir.     

'Ayahnya sangat tidak beruntung.' pikir Angele.     

'Sepertinya, gadis ini adalah satu-satunya harapan keluarganya sekarang.'     

"Di mana ayahmu?" tanya Angele.     

Velvet ragu sesaat. Wajahnya terlihat sedih.     

"Ayahku sudah tiada."     

Setelah melihat wajah Velvet yang sangat sedih, Angele berhenti bertanya. Pasti keluarga gadis itu memiliki banyak masalah, namun ia tidak ingin terlibat.     

"Maafkan aku. Walaupun aku tidak bisa mengangkatmu menjadi pelayanku, aku punya Ramuan Ketenangan. Ambillah dan perkuatlah kekuatan mentalmu." Angele mengambil sebuah botol kecil dari kantongnya. Cairan dalam botol itu sangat mirip dengan jus jeruk yang keruh.     

Ramuan itu dibuatnya belakangan ini dengan menggunakan bahan-bahan yang asli, bukan bahan-bahan pengganti seperti dulu, sehingga ramuan itu jauh lebih berkhasiat. Walaupun bahan-bahan ramuan itu sangat mahal, saat ini ia masih punya banyak magic stone. Ia berencana untuk menjualnya nanti     

Angele meletakkan botol itu di atas meja, sehingga botol itu disinari oleh cahaya remang. Cahaya yang remang itu membuat botol tersebut terlihat aneh.     

Namun, Velvet mengerti betapa berharganya ramuan itu sebenarnya, sehingga keputusasaan di matanya hilang dan berganti dengan kekaguman, seakan ia sedang melihat benda terindah di dunia.     

Velvet meletakkan kedua tangannya di ujung rok-nya dan mengangkatnya perlahan. Walaupun Velvet sangat malu, gerakannya masih sangat menawan.     

"Ambillah dan pergilah," gumam Angele seraya mengernyitkan alisnya.     

"Aku tidak melakukan ini untuk tubuhmu."     

Gadis itu agak terkejut. Ia menunduk dan berdiri terdiam selama beberapa saat, lalu ia mengambil botol ramuan itu dari meja.     

"Terima kasih untuk ramuan ini. Aku akan pergi sekarang." kata gadis itu dengan lirih.     

"Berhati-hatilah." Angele mengangguk dan kembali menulis.     

Velvet berbalik, mengambil jubahnya, dan keluar dari kamar tanpa sepatah kata pun.     

Setelah pintu kembali tertutup, terdengar suara tangisan gadis itu. Ia berlari cepat, sehingga suara tapak kakinya terdengar jelas, dan kembali ke kamarnya.     

Angele menggelengkan kepala.     

"Benar-benar tidak ada yang bisa kulakukan untuknya," Angele menghela nafas dan kembali fokus pada tulisannya.     

Sebuah kapal berlayar sendirian mengarungi lautan yang tak berujung. Tiga layarnya bergoyang-goyang seiring bertiupnya angin.     

Kapal itu terlihat seperti setitik biji wijen yang menempel di kelambu besar berwarna biru. Kapal itu berusaha untuk terus bergerak melawan terpaan ombak yang kuat.     

Delapan orang sedang berdiri di tepi kapal, sementara para pelaut sibuk dengan tugasnya masing-masing. Beberapa dari mereka sedang memperbaiki tiang kapal, sementara seorang pria tua berkepala botak mengendalikan kemudi.     

Angele berdiri bersama Tymoral di tepi kapal. Ia tidak mengatakan apa-apa. Mereka baru saja selesai berdiskusi tentang cara menghancurkan berbagai macam medan pelindung.     

"Aku butuh bantuanmu," Angele berbalik dan berkata.     

"Apa yang kau butuhkan? Apa kau ingin meminta bantuanku tentang gadis yang masuk ke kamarmu beberapa hari lalu? Gadis itu butuh uang? Haha." Tymoral berkedip dan tertawa kecil.     

"Aku bahkan tidak menyentuhnya sama sekali. Dia hanya seorang teman. Aku hanya ingin tahu apa kau bisa membantu gadis itu saat kita sampai ke Aliansi Andes? Aku tidak tahu banyak tentang situasinya, tapi aku ingin membantunya."     

"Baiklah. Kau sangat membosankan." Tymoral mengedikkan bahunya.     

"Dia hanya seorang calon penyihir tingkat 1, jadi kau boleh melakukan apapun padanya. Lagipula, gadis itu datang padamu, bukan kau yang memaksanya untuk berhubungan seks. Aku tidak mengerti jalan pikiranmu. Panggil saja gadis itu untuk masuk ke ruanganmu, jadi kau akan punya hiburan untuk menemani perjalanan panjang ini, benar kan?"     

"Lebih baik aku menghabiskan waktu untuk melakukan penelitian," jawab Angele dengan santai.     

"Apa? Untuk apa? Kita ini penyihir, dan kita berada di puncak dunia ini. Kita hidup lebih lama ketimbang manusia biasa, sehingga kita punya banyak waktu untuk meneliti. Contohlah bibiku. Dia baru 39 tahun, namun ia punya 15 orang pelayan lelaki. Lakukan apapun yang kau mau asalkan kau tidak melanggar kode etik Penyihir." kata Tymoral dengan sombongnya. Tymoral adalah seperti Penyihir pada umumnya yang tidak peduli dengan kehidupan manusia biasa.     

"Yah, mungkin aku saja yang aneh." Angele tersenyum. Ia tidak ingin berargumen dengan Tymoral karena ia memahami perbedaan pendapat mereka.     

"Baiklah, akan kubantu. Saat kita sampai di Andes, akan kubicarakan hal ini dengan teman-temanku." Menyadari bahwa Angele tidak tertarik, Tymoral memutuskan untuk menyerah saja. Ia mengambil sebuah jam saku dari kristal hitam dan mengecek waktu.     

"Sudah jam dua. Aku harus bermeditasi. Sampai bertemu nanti."     

"Baiklah," Angele menjawab sambil berbalik.     

Angele tetap berdiri di tepi kapal sambil melihat keindahan lautan yang membentang di sekelilingnya.     

Terdengar berbagai gosip dari para pelaut tentang hubungan Angele dan Velvet. Bahkan, ada yang mengatakan ahwa Angele memaksa Velvet menjadi budak pemuas nafsunya, sehingga gadis itu mengunjungi kamar Angele setiap malam.     

Menyadari bahwa gosip seperti ini akan melindungi Velvet, Angele memutuskan untuk tidak mengatakan apa pun. Gadis itu akan dihormati orang-orang di sekitarnya jika ia memiliki hubungan seksual dengan seorang penyihir. Kebanyakan manusia biasa takut dan menjauhi penyihir, karena mereka telah mendengar berbagai macam cerita mengerikan.     

Setelah beberapa saat, ombak menjadi semakin tenang, sehingga para pelaut memutuskan untuk menangkap ikan dengan jala.     

"Satu, dua, tiga! Tarik!"     

"Satu, dua, tiga! Tarik!"     

"Tarik lebih keras!"     

"Tom! Cepatlah!"     

"Baik! Ikan lagi! Ha!"     

Seorang pelaut berotot kekar berteriak dengan senangnya, sementara beberapa pelaut lainnya tertawa-tawa dan menarik jala dari laut.     

Sejumlah ikan dan udang dilempar ke atas dek, sehingga air laut terciprat ke mana-mana dan meninggalkan noda berwarna kelabu di lantai.     

Angele melihat beberapa ikan berwarna perak, udang bening, dan makhluk-makhluk aneh berwarna merah seukuran baso.     

Angele berjongkok dan menunjuk ke salah satu makhluk itu.     

"Apa ini?"     

"Sphere Fish. Ikan ini bernama Red Sphere Fish, Master." Seorang pelaut mendekatinya dan menjawab dengan sopan.     

"Ini sangat enak jika dibuat sup, apalagi jika disajikan dengan terong."     

Setelah menyadari bahwa Angele sedang berbicara pada mereka, para pelaut itu menghentikan aktivitas mereka dan membungkuk hormat pada Angele. Rasa takut terlihat jelas pada wajah mereka.     

"Red Sphere Fish?" Angele tidak pernah mendengar nama makhluk itu.     

Dengan jari telunjuknya, ia menyentuh ikan tersebut.     

Permukaannya terasa dingin dan elastis, seperti gumpalan kulit berwarna merah. Kulit makhluk itu penuh kerutan.     

Sepertinya, makhluk itu tidak mempunyai mata, hidung, ataupun telinga. Hanya ada sebuah mulut besar di tengahnya. Bibir makhluk itu sangat tebal, sehingga terlihat seperti sepasang sosis.     

"Master, berhati-hatilah, ikan ini dapat menyerang Anda dengan tembakan air dan pasir…" Seorang pelaut mengingatkan.     

Angele mengangguk dan menyentuh mulut ikan tersebut. Tiba-tiba, tubuh ikan itu mengempis dan mencipratkan tembakan air ke arah Angele.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.