Dunia Penyihir

Persiapan (Bagian 1)



Persiapan (Bagian 1)

0Sepuluh hari kemudian     

Di malam hari.     

Kereta kuda cokelat beroda empat, yang ditarik oleh dua kuda hitam, berjalan perlahan mendekati prajurit yang berjaga di gerbang Kota Lennon.     

Obor menyala-nyala di menara di samping pintu masuk, dengan api yang menari-nari.     

Dua orang prajurit gemuk berbaju zirah kulit berwarna putih mendekati kereta sambil memegang obor.     

"Mohon tunjukkan izin masuk Anda," kata mereka dengan suara lantang.     

Sebuah tangan yang pucat membuka jendela kereta itu. Seorang pria muda duduk di dalam kereta itu tanpa ekspresi. Rambut pemuda itu berwarna cokelat bercampur putih.     

"Izin? Izin apa?" tanya pria itu dengan suara berat.     

"Maaf, Tuan. Ini adalah perintah langsung dari sang walikota untuk mencegah masuknya wabah..." Prajurit itu terdiam setelah melihat wajah pemuda itu. Wajahnya terlihat terkejut.     

"Apa kau... Master Angele??!" Nada suaranya meninggi.     

"Iya, saya sendiri. Apa? Anda mengenal saya?" tanya Angele seraya mengernyitkan alisnya.     

Terdengar suara orang berbincang-bincang dari luar kereta.     

"Tuan Tinos mengirimkan foto Anda pada semua prajurit dan meminta kita mengingat wajah Anda. Biarkan kereta ini lewat! Master Angele telah datang!" teriak pengawal berbadan tambun itu sambil melambaikan tangannya.     

"Tinos?" Angele menggosok dagunya dengan tangan kanannya, lalu ia menutup jendela.     

Para prajurit menarik pedang mereka sebagai tanda rasa hormat.     

Mereka melihat kereta itu memasuki kota hingga kereta itu terlihat semakin kecil dan hilang dari pandangan mereka.     

*************************     

Kereta berjalan melalui jalan yang berbatu, sementara Angele duduk di kursi sambil mengernyitkan alisnya. Saat melihat ke jalan di depannya, ia menyadari bahwa kuda-kuda itu berjalan ke arah yang salah. Dengan satu jentikan jari, lapisan cahaya tipis berwarna hijau meledak di tangannya, sehingga kedua kuda itu langsung berganti arah.     

'Mantra ledakan yang diberikan Master Liliana di catatan itu cukup kuat. Tanpa mantra itu, aku tidak bisa membunuh mereka dengan mudah. Rencana awalku adalah mencari kapal untuk membawaku pulang, namun kudengar ada sesuatu yang terjadi di kota ini. Semoga saja aku tidak perlu berlama-lama di sana.' Angele menggosok pola perak di punggung tangan kanannya, di mana benda perak pemberian Liliana terpasang. Benda itu tidak terserap oleh kemampuan Sihir Logamnya.     

Pola aneh nan rumit terukir di atas aksesoris perak berbentuk wajik itu, sehingga punggung tangan kanannya terlihat sedikit aneh.     

'Sekarang aku sudah berumur 18 tahun. Waktu berlalu begitu cepat... Aku ingin tahu bagaimana keadaan keluargaku sekarang.' Angele bersandar di samping jendela dan melihat pepohonan di luar.     

Ia sampai di tempat ini saat berumur 15 tahun. Akhirnya, setelah empat tahun bekerja keras, sekarang ia berhasil menjadi penyihir sejati. Ia berkembang jauh lebih cepat ketimbang calon penyihir berbakat pada umumnya.     

Penyihir sejati dapat hidup setidaknya selama 300 tahun, sehingga ia punya cukup waktu untuk mengunjungi keluarganya. Namun, di negara asalnya, tidak ada bahan, ramuan, buku-buku tentang penyihir, atau pun tempat pertukaran. Ia tidak dapat tinggal terlalu lama di sana.     

Angele bersandar di kursi keretanya dan menghela nafas. Tiba-tiba, terdengar suara kicauan burung di luar kereta kudanya.     

Ia membuka jendela, dan seekor merpati putih mendarat di kakinya. Mata burung itu berwarna hitam legam, seperti dua lubang kosong yang sangat gelap.     

Angele menatap merpati itu. Ia berusaha mengingat sesuatu. Kemudian, ia menyentuh dahi burung tersebut. Sebuah sigil dari kabut gelap tiba-tiba muncul di ujung jarinya.     

Gambar berwarna biru elektrik bersinar pada dada burung itu. Gambar itu adalah lingkaran sihir yang rapi.     

"Lama tidak bertemu, Benedict." Angele tersenyum.     

"Lama tidak bertemu. Kau sudah menjadi Penyihir sejati, ya?" kata burung merpati itu.     

"Aku benci menggunakan cara ini untuk menghubungimu, namun kau terlalu jauh untuk menggunakan teleskop, jadi aku harus melakukan ini."     

"Yah... Di mana kau sekarang? Kita harus bertemu. Aku telah meninggalkan sekolah, dan aku butuh bantuanmu." Angele masih harus berkembang sebagai seorang penyihir. Sihir terbaik dari Ramsoda hanya sihir Bayangan dan Nekromansi. Toko di sekolah tidak memiliki terlalu banyak sihir tingkat rendah. Kebanyakan penyihir di sana tidak meneliti sihir yang tidak populer. Sihir spesial dari Liliana juga tidak cocok untuknya, sehingga ia harus mencari cara lain untuk mengumpulkan sihir Angin atau pun Api.     

"Kau meninggalkan sekolah?" Benedict terdiam sejenak.     

"Aku punya sihir Angin dan Api, dan aku bisa menjual beberapa sihir dasar padamu, namun akan membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk pergi ke sana dan bertemu denganmu…"     

"Begitukah?" Angele berpikir sesaat.     

"Apa kau tahu organisasi mana yang memiliki koleksi Sihir Angin dan Sihir Api terbanyak?"     

"Tentu saja. Pergilah melalui Aliansi Utara. Di sana, kau akan menemukan dua negara federal. Menara Enam Cincin memiliki koleksi terbanyak, namun organisasi itu didanai oleh Penyihir Cahaya. Berhati-hatilah jika kau sangat ingin pergi ke sana," Benedict memperingatkan.     

"Menara Enam Cincin..." Angele menghela nafas.     

"Baiklah, lagipula aku akan pergi berkunjung ke rumah keluargaku. Aku bisa pergi ke sana dengan kapal, namun aku harus memeriksa situasi penyihir-penyihir di sekitarku. Jika mereka punya apa yang kucari, aku bisa menghemat waktu."     

"Yah, berhati-hatilah. Beberapa Penyihir Cahaya sangat fanatik, sehingga mereka sangat membenci Penyihir Kegelapan," Benedict menyarankan.     

"Aku harus pergi sekarang. Aku sekarang sedang mengikuti para tetua ke reruntuhan. Akan kuberitahu jika aku menemukan sesuatu di sana."     

"Baiklah, semoga beruntung." Angele mengangguk.     

"Tunggu, apa kau tahu apa yang terjadi dengan wabah itu? Asalnya dari sisi selatan Ramsoda?"     

"Wabah?" Benedict sedikit terkejut.     

"Kukira kau sangat mengerti situasi seperti ini. Aku tidak tahu apa pun tentang itu, namun para Penyihir pasti akan menolong mereka, jadi jangan khawatir. Manusia-manusia itu penting untuk kelangsungan negara ini. Sepertinya pihak sekolah telah mengirim seseorang untuk mencari penyebab wabah itu."     

"Kuharap begitu." Angele tahu bahwa kemungkinan besar perkataan Benedict benar.     

"Sampai nanti."     

"Kita akan bertemu lagi dalam waktu dekat." Burung merpati itu menggerakkan sayapnya dan terbang keluar dari jendela.     

Merpati itu meledak menjadi setumpuk bulu putih. Burung itu terjatuh ke tanah, tepat setelah ia keluar dari kereta.     

Angele berhenti memandang burung itu dan duduk diam di dalam keretanya. Ia semakin dekat dengan pintu utama Kota Lennon.     

***************************     

"Angele! Selamat datang!" Harland tersenyum dan memeluknya.     

Tinos, Harland, dan Tuan Alford sedang duduk di ruang pertemuan. Ruangan itu penuh dengan hiasan berwarna emas.     

Berbagai macam makanan dan minuman tersaji di meja panjang itu. Mereka telah mempersiapkan berbagai hal untuk menyambut kedatangan Angele.     

Angele berjalan mendekati Tuan Alford dan memeluk pria tua yang masih duduk di kursi roda itu. Alford memiliki gelar 'Melodize', yang berarti 'kaya dan damai'. Panggilan itu adalah bentuk terima kasih penduduk kota atas kontribusinya pada kemakmuran kota. "Selamat datang, kau telah menjadi lebih kuat dari sebelumnya. Jika kau tidak keberatan, anggap saja tempat ini rumah keduamu."     

"Terima kasih." Angele menegakkan tubuhnya dan melihat ke arah Tinos.     

Pria cantik berambut pirang itu tersenyum padanya.     

"Selamat datang kembali." Tinos berjalan maju dan memeluk Angele.     

"Ingatlah, aku ini temanmu. Syukurlah kau akhirnya kembali."     

"Terima kasih." Angele mengangguk dan tersenyum.     

Setelah bertegur sapa, Angele duduk di meja panjang, dan para pelayan membuka tudung piring-piring logam yang tersaji di sana. Aroma makanan memenuhi ruang makan.     

Angele mengambil sedikit makanan. Ia mengingat apa yang terjadi di pintu masuk tadi.     

"Tinos, katakan padaku apa yang terjadi. Kukira wabah itu jauh dari kota ini. Mengapa kau mencariku?" Angele menyesap minuman biru dari gelasnya. Minuman itu manis dan menyegarkan seperti mint.     

Tinos mengernyitkan alisnya.     

"Pendatang membawa wabah masuk ke kota beberapa waktu lalu. Lebih dari 300 orang terjangkit wabah itu, dan 70 orang telah mati. Dokter di kota tidak bisa menyembuhkannya."     

Ekspresi Harland dan Alford berubah serius.     

"Itu adalah masalah serius." Angele sedikit terkejut.     

"Iya, kami mencarimu untuk bertanya apakah kau bisa menyembuhkannya?" tanya Harland.     

Angele mengernyitkan alisnya. "Tidak ada yang bisa kulakukan, namun aku yakin masalah itu akan segera selesai. Jangan terlalu khawatir. Karantina yang orang yang terjangkit wabah itu dan bakar mayat mereka yang mati. Jika tidak, wabah itu akan terus menyebar."     

Wabah itu telah menyebar luas. Organisasi penyihir telah mengirimkan orang-orang untuk mencari solusinya, namun sampai sekarang, wabah itu masih terus menyebar. Mungkin mereka mereka gagal menemukan obatnya. Angele baru saja menjadi penyihir, sehingga tidak mungkin baginya untuk menyembuhkan penyakit itu.     

"Jika penyakit itu benar-benar sebatas Blood Boil Blister, aku yakin masalah ini akan segera selesai." jawab Angele.     

"Kuharap begitu…" Alford menghela nafas.     

*************************     

Setelah meninggalkan istana, Angele kembali ke rumah-rumah yang dibelinya.     

Pengawal yang dipekerjakannya masih berkeliling di sekitar perumahan itu.     

Kebanyakan rumah di sana memiliki atap berwarna merah. Jalan-jalannya terbuat dari bata hitam. Tempat itu sangat indah, namun sangat sunyi.     

Hari sudah malam.     

Setelah mandi, Angele duduk bersila di ruang tamu lantai pertama. Ia masih mengenakan baju mandi, dan rambutnya pun masih basah dan berbalut handuk putih. Tia telah menyajikan secangkir cokelat panas untuknya.     

Seorang gadis kecil sedang fokus berlatih pedang di tengah ruang tamu. Pedang perak menari-nari di tangannya.     

Gadis itu berumur sekitar 10 tahun. Tingginya 4 meter, dan rambutnya dikuncir kuda. Ia mengenakan pakaian ketat berwarna kelabu khas pendekar pedang. Angele bisa melihat dedikasi Tia dalam mempelajari teknik berpedang saat ia melihat gerakan Tia yang tepat dan akurat.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.