Dunia Penyihir

Pilihan (Bagian 1)



Pilihan (Bagian 1)

0Dalam ruangan gelap itu, Liliana meletakkan lampu minyaknya di atas sebuah meja hitam.     

Garis-garis retakan yang tak terhitung jumlahnya muncul di belakangnya, dan sekelompok nyamuk itu keluar dari tubuhnya dan membentuk bola abu-abu lagi. Seketika, bola itu terbagi dua, dan bola mata itu kembali muncul.     

"Bagaimana menurutmu?" tanya Liliana dengan nada suram. Walaupun suara penyihir tua itu masih seperti suara gadis kecil, perkataannya terdengar serius.     

"Kita sudah membuat perjanjian dengan Moon Gin Garden, Kejadian itu hanyalah kecelakaan. Mereka tidak bermaksud membunuh muridmu." jawab bola mata itu.     

"Kecelakaan? Kalau saja dia tidak dipanggil kembali ke sekolah, sekarang dia pasti sudah mati." Liliana menjawab dengan geram. "Aku mau penjelasan. Mereka bisa menyembunyikan semua benda-benda langka itu darinya. Apa yang sedang dipikirkan monster itu?"     

Bola mata itu berbalik. "Sebagai seorang mediator, aku tidak ingin kalian berdua salah paham tentang situasi saat ini. Remaja itu hanya terkena energi kebencian mereka. Itu bukan masalah yang serius."     

BRAK!     

Liliana memukul meja.     

"Itu bukan sekedar masalah kecil. Jelas bahwa mereka berusaha melahap muridku. Walaupun Moroco telah melahap inti kutukan itu, dan aku telah membersihkan tubuhnya, masih ada hal buruk yang tersisa di dalam tubuhnya. Mereka harus memberikan alasan yang jelas atas perbuatan mereka itu!"     

"Alasan? Alasan apa?" Suara melengking seorang wanita bergema di dalam ruangan itu.     

CRAS!     

Kabut merah darah di sudut ruangan meledak dan berubah menjadi benda seukuran kepala yang terlihat seperti ubur-ubur. Benda merah yang berpendar itu melayang di udara. Benda itu adalah sumber suara yang melengking tadi.     

"Muridmu mencoba mencuri bahan-bahanku. Seharusnya, kau minta maaf padaku dulu sebelum menyalahkanku atas insiden ini." teriak ubur-ubur itu.     

"Sudah kuduga…" Ekspresi Liliana berubah. Beberapa belatung menggeliat-geliat di lubang-lubang wajahnya. "Ini karena Aliansi Utara, kan? Kau bekerja sama dengan tikus-tikus berandalan itu?"     

"Aku tidak akan berkomentar tentang itu, heh…" cibir si ubur-ubur.     

"Tunggu, apa wabah yang sedang menyebar di bagian timur itu…"     

"Sialan kau! Jangan salahkan semuanya pada kami! Seharusnya kau berterima kasih karena anak-anakku berbaik hati dan tidak membunuh muridmu!" bentak si ubur-ubur dengan nada dingin. "Antek-antek Aliansi Utara mencoba membunuh muridmu itu dalam perjalanannya kembali ke sini. Ia berusaha memfitnahku dan anak-anakku. Anak-anakku menyelamatkan muridmu. Jika anak-anakku tidak mengikutinya, sekarang dia pasti sudah mati."     

"Benarkah?" Liliana menenangkan diri. "Kekuatan mental Angele nyaris sama dengan kekuatan mental penyihir sejati. Anak-anakmu itu tidak berbaik hati. Mereka hanya tidak bisa membunuhnya. Lagipula, dengan kekuatan mental sekuat itu, ia pasti bisa melawan antek-antek Aliansi Utara itu sendiri. Jika dia hanya seorang calon penyihir tingkat rendah, pasti mentalnya sudah hancur karena perbuatan anak-anakmu. Kristina, kau pikir aku orang bodoh?"     

"Terserah kau saja!" bentak Kristina. Ia tidak melawan tuduhan Liliana.     

"Tenanglah, kalian berdua. Kristina hanya ingin membalas dendam atas kejadian di Rinwo tahun lalu. Liliana, perbuatanmu waktu itu juga sedikit keterlaluan." Bola mata itu berbalik. Ia menjadi mediator kedua pihak. "Aliansi Utara ingin membuatmu dan Kristina bermusuhan dengan membunuh salah satu muridmu? Kita tidak boleh membiarkan itu terjadi."     

"Baiklah, akan kumaafkan kau kali ini." Liliana mendengus kesal. "Mereka sudah memaksa kita untuk meninggalkan perguruan, dan sekarang mereka ingin mengasingkan pihak perguruan kita. Kita harus membalas penghinaan ini!"     

"Benar, kita harus memikirkan rencana yang matang sebelum menyerang. Liliana, berapa orang murid yang telah dipanggil kembali?" tanya si bola mata.     

"Benar, kita butuh rencana yang matang. Kita sudah mengirim pesan pada 120 murid, tetapi baru setengah yang kembali." Liliana memelankan suaranya.     

"Tunggu, aku ada berita buruk untukmu," potong Kristina. "Salah satu anakku baru saja menemukan mayat muridmu."     

"Apa?!" Liliana membuka matanya. Tubuhnya menjadi bercahaya. "Apa kau bilang? Katakan lagi?"     

"Anakku menemukan mayat salah satu muridmu beberapa waktu lalu." Ubur-ubur itu berhenti berbicara. Segumpal kabut merah lepas dari tubuhnya dan membentuk cermin bundar tipis di sampingnya.     

Cermin itu memiliki permukaan putih dan tertutup lapisan daging tipis. Permukaan putih itu berubah menjadi hitam selama sedetik sebelum menunjukkan gambar sebuah tempat terpencil.     

Di tengah padang rumput yang berawan itu, terdapat tempat luas yang terbakar hingga menghitam.     

Seorang gadis muda terbaring di tengah tempat yang terbakar itu. Ia terbunuh sebelum sempat menyadari apa yang terjadi. Tubuhnya terbelah menjadi dua, tapi tak ada darah yang mengucur dari lukanya, seakan-akan gadis itu tidak terluka sama sekali.     

"Aku sudah memeriksa tubuh itu. Organ-organ gadis itu hilang. Tidak ada apa-apa dalam rongga perutnya. Aku yakin bahwa ini adalah perbuatan Jeremy." Si ubur-ubur menjelaskan.     

"Jeremy…" Ekspresi Liliana berubah. Penyihir tua itu menunduk. "Sialan! Aku tidak tahu apakah kau berkata jujur padaku, tapi aku harus memeriksanya sendiri …"     

"Baiklah, kami akan pergi sekarang." Bola mata dan ubur-ubur itu menghilang, dan bola kelabu Liliana kembali utuh. Bola itu masih melayang di udara.     

Setelah beberapa detik, Liliana berteriak-teriak seperti orang gila. "Sialan! Jeremy, suatu hari nanti kau akan merasakan akibatnya! Akan kulahap seluruh keluargamu!"     

Angele berjalan perlahan menyusuri lorong bawah tanah seraya memikirkan betapa sepinya tempat itu.     

Sebelum pertarungan terjadi, terlihat banyak sekali calon penyihir yang berjalan ke sana kemari melalui lorong-lorong sekolah, namun hari ini, ia tidak bertemu siapa pun di sana.     

Saat ia sedang sibuk berpikir, terdengar suara tapak kaki dari sudut lorong.     

Seorang pria paruh baya yang terlihat muda muncul di sudut lorong. Kulit wajahnya berwarna kuning, dan selembar sapu tangan berwarna hitam terlipat rapi di kantong dada kirinya. Di bawah balutan jubah kelabu pria itu, terlihat pakaian khas bangsawan dengan ukiran lencana keluarga berbentuk bunga.     

Angele berpapasan dengan pria itu dan melihat sekilas wajahnya. 'Kemungkinan besar, ia baru kembali dari upacara pemakaman…'     

Kesedihan, keseriusan, dan kegelisahan bercampur aduk pada ekspresi pria itu.     

'Ini membuatku ingin tahu separah apa kerusakan yang disebabkan oleh serangan Aliansi Utara pada perguruan ini,' pikir Angele seraya berjalan ke Departemen Ramuan.     

Dalam perjalanan ke sana, Angele bertemu dengan beberapa calon penyihir lain yang baru pulang dari upacara pemakaman. Kesedihan dan kegelisahan jelas terpatri pada wajah mereka.     

Setelah beberapa saat, akhirnya ia sampai ke Departemen Ramuan. Departemen itu dibangun di dalam sebuah gua yang luas dan kosong. Dindingnya berwarna kuning, dan terdapat empat hiasan batu safir yang berkilauan tergantung di atap gua. Keempat batu safir itu berukiran rune yang berbeda-beda. Rune-rune itu menyimbolkan keempat dasar Teknik Meramu.     

Ada sekitar 10 orang di dalam gua itu, sehingga mereka terlihat seperti semut yang sedang berdiri di lapangan yang sangat luas. Tidak ada yang menyadari keberadaan Angele di sana.     

Orang-orang di sana berbincang-bincang dalam beberapa kelompok kecil. Sebagian besar dari mereka membawa sapu tangan hitam pada dada kiri mereka. Raut wajah mereka semua terlihat serius. Angele merasa bahwa ada yang tidak beres di sana.     

Ia berjalan melewati kelompok-kelompok itu dengan cepat hingga sampai ke meja kasir. Meja itu berfungsi sebagai tempat penjualan ramuan. Ada laboratorium untuk meramu di belakangnya.     

Saat itu, hanya ada seorang wanita paruh baya yang sedang berdiri di meja tengah. Wajahnya tidak cantik, namun ia terlihat elegan dan lemah lembut.     

"Dia adalah seorang bangsawan.' tebak Angele. Remaja itu mengetahui penampilan bangsawan pada umumnya.     

Ia berjalan maju dan berdiri di depan meja kasir itu.     

"Hai, aku ingin membeli…" Sebelum Angele sempat menyelesaikan kalimatnya, wanita itu menggelengkan kepala.     

"Maaf, salah satu titik sumber daya kami telah diambil alih, sehingga stok ramuan kami nyaris habis. Saat ini, kami memutuskan untuk berhenti menjual ramuan untuk sementara." bisik wanita itu dengan lirih. "Ditambah lagi, Master Benyamin, guru peramu, telah terbunuh dalam pertarungan, sehingga tidak ada yang tahu kapan kami bisa kembali membuka toko." Wanita itu menjelaskan semuanya.     

Satu titik sumber daya diambil alih, dan seketika seisi perguruan kekurangan sumber daya. Angele terdiam setelah mengetahui hal itu.     

Ramuan adalah benda mahal yang sulit didapat, karena meramu bukanlah hal yang mudah. Harga satu ramuan bisa mencapai 10 atau 100 kali harga bahan-bahan dasarnya. Namun, sekarang ramuan menjadi sangat langka, hingga mereka memutuskan untuk menutup toko.     

Angele ingin membeli Air Asu hari ini, namun saat ini, sepertinya ia bahkan tidak bisa membeli ramuan biasa. Ditambah lagi, daftar tunggu Air Asu diurutkan berdasarkan tingkat potensi sihir seorang murid. Tingkat potensi sihir Angele sangatlah rendah, dan Air Asu akan dijual pada murid bertingkat potensi tinggi terlebih dulu. Jika murid berpotensi tinggi terus masuk ke daftar tunggu, giliran Angele pasti akan semakin lama.     

Wanita paruh baya itu sangat ramah. Setelah melihat melihat ekspresi sedih Angele, wanita itu menjelaskan lebih lanjut.     

"Tidak hanya kita, Liliado dan Aliansi Utara pun kekurangan bahan ramuan. Banyak titik sumber daya yang diambil ataupun dihancurkan saat perang, jadi…"     

Mendengar perkataan itu, Angele menghela nafas. "Aku mengerti. Hanya saja, aku berharap terlalu tinggi."     

"Belakangan ini, aku sering melihat ekspresi sepertimu." Wanita itu tersenyum kecut.     

"Tunggu, aku membawa beberapa bahan langka di kantongku. Masih bisakah aku menukar bahan-bahan itu dengan magic stone di sini?"     

"Tentu, kami membutuhkan banyak bahan. Kami akan membeli bahan-bahanmu dengan harga dua kali harga normal. Inilah saat terbaik untuk menjual semua bahan yang kau punya." Wanita itu tersenyum lagi.     

Angele mengambil beberapa kuntum Dragon Scale Flower dan Single-Eye Flower yang sudah ia awetkan. Bunga itu tidak terlihat cantik karena Angele mengambilnya dengan terburu-buru.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.