Dunia Penyihir

Kembali (Bagian 4)



Kembali (Bagian 4)

0"Mengapa tempat itu sangat aneh?" tanya Angele dengan santai. Ia bertanya hanya untuk memuaskan rasa ingin tahunya.     

"Tempat itu adalah area bermain Banshee1 dan Infant Spirit, sehingga kebanyakan tanaman langka di sana penuh dengan energi negatif. Ditambah lagi, ada banyak sekali jebakan dan makhluk-makhluk berbahaya lainnya yang hidup di sana." Liliana menjelaskan.     

"Untungnya, kau cukup terbiasa dengan Nekromansi dan energi negatif, sehingga makhluk-makhluk di sana tidak terlalu mempengaruhimu. Jika tidak, sekarang kau pasti sudah mati. Kemari dan duduklah."     

Liliana menunjuk Angele. Tiba-tiba, sebuah kursi hitam muncul di belakang Angele. Angele memandang kursi itu selama beberapa saat sebelum akhirnya duduk.     

"Hantu-hantu dan berbagai macam makhluk di sana tidak peduli siapa dirimu. Mereka hanyalah monster aneh yang ingin menyerap energi kehidupan dari tubuhmu. Akan kusembuhkan luka permanen yang kau derita. Namun, jangan pernah pergi ke sana lagi. Ada alasan mengapa kami, Penyihir sejati, tidak sembarangan masuk ke sana." Liliana mengingatkan.     

"Saya tidak akan pernah pergi ke sana lagi, Master." Angele mengangguk.     

"Bagus, akan kusembuhkan kau dulu." gumam Lilana.     

Sambil memegang lampu minyak, Liliana berbalik dan membuka laci pada sebuah meja kecil di belakangnya.     

Penyihir tua itu mengambil sebuah kotak perhiasan putih dari lacinya. Ia perlahan berjalan mendekati Angele dan duduk di sampingnya.     

Lagi-lagi, Liliana menunjuk ke arah tempat kosong di depannya. Tiba-tiba, sebuah meja hitam kecil muncul di antara dirinya dan Angele. Liliana meletakkan kotak perhiasan di meja itu dan mendorongnya ke Angele.     

"Inilah penawar terbaik yang kupunya. Jika kau mau tetap hidup, kau harus terus memakai benda ini selama tiga tahun. Jangan hanya membawanya. Kau harus terus mengenakannya di punggung tanganmu, sehingga akarnya bisa masuk ke dalam pembuluh darahmu." kata Liliana dengan ekspresi wajah yang serius.     

"Tiga tahun?" Akhirnya, Angele menyadari apa yang sedang dideritanya saat ini. Bahkan Master Liliana pun tidak bisa menawar kutukan yang dideritanya dalam satu percobaan saja. Perkataan Allen tidak berlebihan. Tempat itu benar-benar sangat berbahaya.     

"Ini baru tahap pertama. Akan kuurus sisanya nanti. Jiwamu telah menarik banyak sekali jiwa-jiwa yang menyamar…" Liliana berhenti sejenak. "Sebagai bayaran, aku tidak meminta banyak. Aku hanya mau separuh dari benda-benda yang kau dapatkan di sana."     

"Baiklah." Angele langsung mengangguk setuju.     

"Nah, kenakan benda itu di tanganmu." Liliana menunjuk kotak perhiasan kecil di meja itu.     

Angele mengambil dan membuka kotak itu perlahan-lahan. Ekspresinya berubah saat melihat benda di dalam kotak itu. Sebuah aksesoris perak berbentuk seperti permata bertengger manis di dalam kotak itu, dengan selembar sutra putih sebagai bantalannya. Berbagai macam pola yang rumit terukir di permukaannya.     

"Di mana kau mau mengenakannya?" Liliana tersenyum.     

Angele menatap aksesori seukuran telapak tangan itu. Ia menjawab. "Di punggung tangan kanan saya saja."     

Liliana mengangguk. Ia tidak melakukan apapun, sementara aksesori perak itu melayang di udara dan merekatkan dirinya di punggung tangan kanan Angele.     

Angele tidak merasa sakit sama sekali. Tanpa ia sadari, tiba-tiba aksesori itu sudah menjadi bagian dari punggung tangannya. Proses pemasangan aksesori itu terasa sedikit aneh baginya.     

"Selanjutnya, aku akan menyembuhkan luka permanenmu. Karena monster-monster di sana menganggap kau sangat tampan, mereka tidak ingin membuatmu terluka terlalu parah."     

"Apa? Mereka menyukai saya?" Angele terdiam. Ia mengingat saat-saat dimana ia nyaris menjadi gila setelah dihantui gadis kecil itu.     

"Mereka tidak menggunakan mantra apa pun padamu dengan sengaja. Tubuhmu hanya terkena racun medan energi kegelapan alami dari tubuh mereka. Makhluk-makhluk itu memiliki sistem sihir yang berbeda dari kita, sehingga sulit untuk dijelaskan." Liliana berdiri dan meminta Angele untuk mengikutinya.     

Penyihir tua itu melambaikan tangannya di udara. Tiba-tiba, semua benda-benda di sekitar menghilang. Seluruh ruangan itu pun menjadi gelap. Hanya ada cahaya dari lampu minyak di tangan Liliana, yang sedikit menerangi wajah mereka.     

"Eye of Darkness." Liliana mengangkat tangan kirinya. Telapak tangannya mengarah ke atas.     

Tiba-tiba, telapak tangan itu terbelah menjadi dua, dan sebuah lubang kosong berwarna merah tua muncul di antara telapak tangan yang terbelah itu.     

Angele mendengar suara kepakan sayap serangga. Tiba-tiba, seekor nyamuk kecil keluar dari lubang kosong pada telapak tangan Liliana itu.     

Nyamuk itu berwarna abu-abu dan berukuran sama dengan sebutir kacang. Nyamuk itu mengepakkan sayapnya, yang berwarna putih transparan, dan terbang di udara.     

Setelah itu, segumpal asap abu-abu muncul dari lubang berdarah itu. Gumpalan asap itu terlihat mirip dengan tiang, namun Angele tahu bahwa asap itu terbuat dari banyak sekali nyamuk berwarna abu-abu. Jumlahnya sangat banyak hingga menciptakan ilusi seperti gumpalan asap.     

Suara dengungan nyamuk memenuhi ruangan. Angele berdiri tepat di seberang Liliana, dan nyamuk-nyamuk itu segera menghinggapi tubuhnya. Walaupun ia merasa sedikit tidak nyaman, ia mengerti bahwa nyamuk-nyamuk itu akan membuatnya sembuh dari kutukan. Ia pun memutuskan untuk berdiri diam di sana.     

Nyamuk-nyamuk itu menghinggapi seluruh tubuh Angele. Serangga kecil itu terus memenuhi pakaian, kulit, leher, rambut, dan berbagai tempat lain di tubuh Angele, hingga ia merasakan bulu kuduknya berdiri. Angele berusaha keras untuk tidak bergerak. Setelah beberapa menit, kerumunan nyamuk itu berhenti keluar dari lubang di tangan Liliana. Perlahan-lahan, lubang itu menutup.     

Beberapa ekor nyamuk terbang di sekitar kepala Liliana, sementara nyamuk lainnya berbaris menjadi garis abu-abu yang menghubungkan Angele dan Liliana.     

Setelah beberapa detik, garis itu menghilang. Semua nyamuk, termasuk yang hinggap di tubuh Angele, berkumpul dan membentuk sebuah bola abu-abu seukuran kepala manusia.     

KRAK!     

Bola abu-abu itu melayang di udara. Bola itu retak setelah dibuka oleh bola mata berwarna merah. Angele melihat pembuluh darah pada permukaan putih bola mata itu. Pupil berwarna merah itu sedang menatap Angele. Bola mata itu terus berputar-putar dan melihat sekeliling seperti kamera pengawas.     

"Suharick, roselice?" tanya bola mata itu dengan nada aneh.     

Bibir Liliana bergerak, namun Angele tidak dapat mendengar perkataannya. Sepertinya, penyihir itu sedang berdiskusi dengan si bola mata.     

Bola mata itu bergerak ke kiri dan ke kanan, seperti menggelengkan kepala. Liliana mengernyitkan alisnya dan mengatakan sesuatu lagi. Sepertinya, mereka berusaha mencapai persetujuan.     

Bola mata itu terlihat ragu selama beberapa detik sebelum akhirnya mengangguk.     

Tiba-tiba, lubang gelap yang tak berujung muncul di tengah bola mata itu. Lengan putih yang kuat dan berbintik-bintik merah menggapai ke arah Angele dari lubang itu.     

Angele hendak menghindar saat lengan putih itu menyentuh kepalanya, namun Liliana menghentikannya.     

Permukaan kulitnya terasa dingin, seakan-akan ada sesuatu yang bergerak-gerak di dalam tubuhnya. Sensasi itu sangatlah tidak nyaman.     

'Lengan itu seperti ikan lumpur. Basah, lengket, dan berbau busuk.' pikirnya.     

Lengan itu bergerak-gerak di sekitar kepala Angele dan berusaha mencari sesuatu. Saat gagal, lengan itu berusaha menggapai punggung Angele.     

"AH!" Terdengar suara melengking teriakan seorang gadis dari belakang Angele.     

Suara teriakan itu adalah suara gadis kecil berbaju merah. Suara itu tidak asing bagi Angele. Ia mengira bahwa gadis itu telah dimakan oleh Moroco. Angele menoleh ke belakang dan melihat bayang-bayang transparan seorang gadis ditarik keluar dari tubuhnya oleh tangan berbintik-bintik merah itu. Tangan itu menarik leher si gadis dan langsung membawanya masuk ke dalam lubang gelap yang tak berujung itu.     

Perlahan-lahan, lubang hitam yang tak berujung itu tertutup. Nyamuk-nyamuk berwarna kelabu kembali menutupi bola mata itu. Mereka perlahan memisahkan diri dan berubah kembali menjadi tiang-tiang kerumunan nyamuk.     

Liliana mengangkat tangannya. Lubang berwarna merah darah kembali muncul di telapak tangannya. Semua nyamuk di sana terbang melesat masuk ke dalam lubang itu, sehingga ruangan itu kembali menjadi sepi dalam beberapa detik.     

Sang penyihir tua menurunkan tangannya perlahan. "Sudah selesai." Ia tersenyum.     

Angele merasa lega. Sekarang, tubuhnya terasa jauh lebih baik setelah 'perawatan' itu. Ia mengambil tasnya dan membuka tas tersebut.     

Sepuluh menit kemudian.     

Angele berjalan keluar dengan isi tas yang tinggal setengah dan ekspresi wajah yang muram setelah Liliana mengambil separuh dari semua benda yang ia dapatkan dari taman itu. Walaupun ia sadar harus membayar Liliana, ia tetap merasa sedikit sedih.     

"Akhirnya." Petualangan di Moon Gin Garden adalah salah satu petualangan paling berbahaya yang pernah ia lakukan. Petualangan itu membuatnya tidak bisa tidur nyenyak. Ia takut jika gadis kecil itu akan membunuhnya dalam mimpinya. Zero tidak dapat mendeteksi keberadaan gadis itu, sehingga ia harus terus berhati-hati dan berjaga sendiri.     

"Sekarang, aku harus ke toko ramuan dan membeli Air Asu. Setelah itu, aku akan membeli pola mantra pertahanan yang bagus." gumam Angele. "Aku masih terlalu lemah. Aku harus bisa menghadapi segala rintangan dengan kekuatanku sendiri!"     

Dalam petualangan tingkat tinggi perdananya, ia nyaris mati. Ia mendapatkan pengalaman akan bahayanya titik sumber daya milik para penyihir zaman dulu itu. Saat itu, ia tidak siap dan tidak memiliki informasi akurat seperti para calon penyihir lainnya.     

"Penyihir. Aku harus segera melampaui batas kekuatanku dan menjadi penyihir sejati!" Angele mengusap perlahan aksesoris perak yang tersemat di punggung tangan kanannya. Saat itu, ia tidak bisa melakukan apa-apa. Cucu Messi dan Tom hilang ditelan bayangan itu. Jika saja ia lebih kuat, mungkin ia bisa menyelamatkan dua nyawa itu.     

Yang paling penting, ia ingin melindungi dirinya sendiri. Ia marah pada dirinya sendiri. Angele mengerti bahwa ia masih terlalu lemah. Rasa bangganya setelah akhirnya mampu menggunakan mantra sendiri telah hilang. Sekarang, ia sadar bahwa kekuatan penyihir sejati dan calon penyihir berbeda jauh.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.