Dunia Penyihir

Permulaan (Bagian 1)



Permulaan (Bagian 1)

0Angele tak peduli bahwa gadis itu telah mendengar perkataannya. Ia membuka jendela dan memandang keluar ke arah hujan yang masih menyirami ladang dengan derasnya. Air hujan menetes masuk melalui jendela, hingga membasahi pakaiannya.     

Tiba-tiba, terdengar suara nyanyian burung dan kepakan sayap dari arah pintu.     

Seekor burung besar seukuran manusia mendarat di depan pintu seraya mengibaskan air hujan dari sayapnya. Burung elang putih itu berjalan perlahan-lahan masuk ke kincir. Matanya berwarna hitam dan terlihat mirip seperti mata manusia. Paruh merahnya bercahaya seperti batu rubi.     

Burung itu berjalan masuk dan melihat ke arah manusia-manusia yang sedang berteduh.     

"Hujannya sangat deras, jadi aku harus berteduh sejenak di sini. Kuharap kalian tidak keberatan, manusia."     

Burung itu berbicara dengan bahasa Anmag. Suaranya berat dan datar seperti suara pria paruh baya.     

"Tinggallah disini selama yang Anda mau. Ruangan ini terbuka untuk umum, Elang Bryutium yang Tampan," kata gadis berbaju merah itu setelah melangkah maju dan membungkuk hormat. Pria paruh baya dan wanita tua di ruangan itu pun ikut membungkuk hormat.     

Kedua kusir juga langsung berdiri dan membungkuk hormat. Ketakutan jelas terlihat di mata mereka.     

Elang itu mengangguk. Sepertinya, ia sangat dihormati oleh penduduk kota. Ia lalu menoleh ke arah Angele.     

"Namaku Conbass, panggil saja Tuan Conbass. Aku sedang mencari Ember Mouse yang sering ditemukan di Kota Lennon. Jika kau melihat tikus itu, mohon laporkan padaku, dan baginda raja akan memberimu kehormatan untuk bantuan itu."     

Mendengar perkataan elang itu, Angele mengernyitkan alisnya.     

"Maksudmu tikus yang berbulu api dan meninggalkan jejak abu saat berlari?" tanya Angele tiba-tiba, "Aku tidak menyangka jika makhluk seperti itu belum punah."     

"Anda tahu tentang makhluk itu?" tanya Conbass dengan sopan. Ekspresinya terlihat kaget.     

Walaupun Conbass adalah salah satu ras pelindung kerajaan, ia masih harus menunjukkan sopan santun kepada orang-orang yang jauh lebih kuat. Makhluk dari ras yang berbakat biasanya lahir dengan kekuatan setingkat ksatria.     

Ember Mouse adalah makhluk zaman dahulu, dan orang yang tahu tentang makhluk itu hanyalah orang yang berilmu atau petualang yang kuat. Bagi Conbass, orang-orang bijak dan berilmu patut untuk dihormati.     

"Iya, aku pernah membaca buku tentang hewan itu." Angele mengangguk. "Tingkat reproduksi tikus itu sangat rendah, dan telah dinyatakan punah beratus-ratus tahun lalu, namun kau bilang kau masih mencari hewan itu…?"     

Conbass mengangguk. "Benar, tikus itu sangat penting untuk bahan pengobatan wabah, namun aku tidak terlalu tahu banyak tentang hewan itu. Aku hanya melaksanakan perintah."     

"Wabah… Maaf, aku tidak melihatnya. Namun, aku tahu bahwa tikus itu suka hidup di rumah manusia. Carilah di perapian dalam kota."     

Angele tersenyum.     

"Benarkah? Itu informasi yang sangat berguna." Conbass memandang Angele. "Katakan padaku, siapa namamu. Jika aku menemukan tikus itu di perapian rumah manusia, akan kubalas budi baikmu suatu saat nanti."     

"Namaku Angele. Angele Rio."     

Conbass tersenyum.     

Sementara itu, orang-orang lain yang ada di sana tidak tahu apa yang tengah mereka bicarakan, sehingga mereka menguping pembicaraan Angele dan Conbass. Tidak menyangka bahwa Angele adalah orang berilmu, mereka menatapnya dengan penuh hormat.     

Angele berbincang-bincang dengan Conbass selama beberapa saat, lalu ia duduk dan menunggu hujan berhenti.     

Elang Byrutium adalah ras penjaga Kerajaan Ramsoda. Mereka diberi kedudukan yang tinggi dalam kerajaan karena mereka kuat dan memiliki kepintaran seperti manusia. Mereka bisa berburu hewan liar dengan mudah menggunakan cakar mereka yang tajam.     

Makhluk itu tinggal bersama manusia, hal yang tidak pernah Angele lihat saat hidup di Kerajaan Rudin dulu. Saat itu, hanya manusia yang tinggal di teritori ayahnya, sehingga kemungkinan besar ras dengan kepintaran yang setara manusia telah pindah ke daerah lain. Makhluk selain manusia hanya ada di buku-buku kuno.     

Walaupun Elang Byrutium memiliki angka kelahiran yang rendah, jumlah populasi mereka telah membaik belakangan ini, hingga penduduk yang tinggal di ibu kota terkadang dapat melihat mereka terbang di sekitar.     

Waktu berjalan, dan hujan mulai berhenti.     

Tepat pada pukul 10.12 pagi, hujan akhirnya berhenti.     

Angele membersihkan debu dari pakaiannya dan berjalan keluar, sementara Conbass dan orang-orang lainnya mengikuti di belakangnya.     

Ia membuka pintu kereta hitamnya dan berjalan masuk seraya memerintahkan Tom untuk mulai melaju.     

"Tunggu sebentar, Master Angele," suara Conbass terdengar dari samping. Ia sedang berdiri tepat di atas kereta kuda.     

"Ada yang bisa kubantu?" tanya Angele.     

Dengan menggunakan paruhnya, Conbass mencabut sehelai bulu dan melemparkannya pada Angele. Angele pun menangkap bulu itu.     

"Ini bulu sayapku. Mungkin aku akan punya pertanyaan lain untukmu, jadi tolong terimalah ini sebagai hadiah.."     

"Terima kasih."     

Angele mengangguk dan memegang bulu itu di tangannya. Ia menatap Conbass terbang cepat dan menghilang jauh hanya dalam beberapa detik.     

Bulu itu berukuran jauh lebih besar ketimbang bulu burung normal, dan teksturnya sangat keras. Ujung bulu itu tajam, dan bentuknya seperti sehelai daun raksasa.     

Warna putih bersih bulu itu sangatlah indah dan menarik.     

'Kudengar, Elang Bryutium dapat menemukan lokasi bulu yang mereka jatuhkan, namun efeknya hanya bertahan tiga hari,' Angele mengingat informasi yang pernah ia baca di perpustakaan.     

'Kegunaan utama bulu itu adalah untuk mengusir serangga. Serangga normal akan berusaha menghindari bulu itu, sehingga aku tidak akan digigit serangga.'     

Angele mengendus bulu itu. Baunya seperti mint.     

"Ayo kita pergi, Tom," perintah Angele pada kusirnya seraya meletakkan bulu itu ke dalam kantongnya.     

Tom segera menarik tali kekangnya, dan pandangannya berpaling dari arah kepergian Conbass.     

"Baik, Master."     

Terdengar suara ketukan sepatu kuda di tanah, dan kereta berjalan perlahan meninggalkan kincir angin menuju ke jalan utama.     

Setelah meninggalkan kincir itu, mereka terus berjalan selama lebih dari sepuluh hari. Mereka hanya berhenti di kota untuk membeli perbekalan sebelum kembali melanjutkan perjalanan ke arah barat laut.     

Hujan terus turun selama perjalanan, sehingga suhu udara semakin dingin. Rerumputan dan pepohonan tidak lagi hijau, dan bebatuan putih mulai muncul di ujung jalan seiring mereka mendekati tujuan. Mereka tidak lagi berada di padang rumput dan telah memasuki jalan-jalan berbatu di lembah.     

Mereka bertemu banyak sekali pedagang, petualang, dan kereta-kereta lainnya saat berjalan keluar dari kota, namun setelah beberapa hari, mereka sama sekali tidak berpapasan dengan orang lain.     

15 hari kemudian…     

Salju menyelimuti pegunungan, sementara kabut tipis menutupi lembah. Kereta hitam dengan dua kuda itu berjalan perlahan-lahan melalui jalan yang meliuk-liuk.     

BRAK!     

Salah satu roda kereta melindas batu tajam, sehingga kereta bergoyang dan kehilangan keseimbangan. Kuda-kuda meringkik kesakitan, dan burung-burung terbang karena takut.     

"Ada apa?" Angele terbangun dan menjulurkan kepala dari pintu kereta.     

"Master, roda kereta ini retak, jadi saya harus menggantinya dengan roda cadangan. Kita harus berhenti dulu," teriak Tom.     

Angele mengernyitkan alisnya dan melompat keluar dari kereta.     

Di hutan itu, hanya ada pohon cemara. Pohon-pohon itu sangatlah tinggi, dengan daun yang masih hijau, sementara bagian jalan penuh dengan batu, baik yang kecil maupun besar. Di bawah, bebatuan masih ada rumput hijau, namun udara lembah sangatlah dingin dan kering.     

Angin dingin menusuk tulang bertiup di wajah Angele, sehingga kulitnya menjadi tegang.     

"Berapa lama yang kau butuhkan? Kita ada di Moss Mountain, dan akan membutuhkan lima hari untuk sampai ke kota terdekat. Kita tidak bisa berlama-lama disini."     

Tom mengedikkan bahunya. "Master, saya membutuhkan maksimal satu jam."     

"Baiklah. Aku beruntung karena kau menemaniku. Setelah kita kembali nanti, akan kulipatgandakan gajimu," kata Angele. "Aku akan pergi berjalan-jalan sebentar. Jika ada apa-apa, teriak saja, aku pasti bisa mendengarnya."     

"Saya mengerti." Tom tersenyum dan berjalan ke belakang kereta untuk mengambil ban cadangan.     

Merasa sedikit kedinginan, Angele memakai jaket putih. Jaket itu cukup untuk menutupi lehernya, sehingga ia merasa jauh lebih baik. Sebelum meninggalkan kereta, ia mengambil pedang dan busurnya.     

Angele menghabiskan banyak waktu untuk mengumpulkan informasi tentang tanaman di sekitarnya dan menambahkannya ke dalam memori penyimpanan Zero.     

Ia terus berjalan selama beberapa saat, lalu ia tiba-tiba merunduk dan bersandar di samping pohon cemara hitam. Pandangannya tertuju pada sebuah jamur payung berwarna hitam. Semut-semut kuning beterbangan di sekitar jamur itu.     

Saat Angele merunduk, serangga itu segera terbang pergi – menunjukkan betapa mujarabnya bulu pemberian Conbass.     

"Orang asing, mohon jangan usik Black Point Mushroom-ku," terdengar suara muda dari atas pohon.     

Angele menengadahkan kepalanya dan melihat seekor tupai bertengger di cabang pohon. Ada sedikit corak putih pada ujung ekornya.     

"Kau menanam jamur itu?" tanya Angele. "Tapi kau hanya seekor tupai. Baru kali ini aku bertemu dengan tupai yang dapat berbicara."     

"Tentu saja. Ini Kerajaan Ramsoda. Banyak makhluk berakal yang tidak menyukai kehidupan kota pindah ke sini bertahun-tahun lalu."     

Tupai itu menggoyangkan pantatnya dan melompat turun.     

Pluk!     

Tupai itu berhasil mendarat di atas Black Point Mushroom.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.