Dunia Penyihir

Selanjutnya (Bagian 2)



Selanjutnya (Bagian 2)

0Di rumah seberang patung dewi, Angele berdiri di lantai dua. Ia mengenakan piyama hitam sambil memegang secangkir cokelat panas. Perlahan-lahan, remaja itu menyesap cokelat panas dari cangkirnya.     

Ia memandang ke bawah, dan tangannya yang lain memegang pagar balkon. Di rumah yang besar itu, Angele dan Tia tinggal berdua. Setiap hari, gadis kecil itu membersihkan seluruh rumah, berbelanja kebutuhan sehari-hari, dan juga memasak. Tia mengurus berbagai urusan rumah tangga, hingga Angele sempat merasa bahwa dirinya menjadi malas.     

Menurut Tinos, rumah ini beserta seluruh kompleksnya berhantu, dan rumor itu menyebabkan harga semua rumah di sini menjadi sangat murah. Kebanyakan pemilik rumah di daerah ini sudah pindah, sehingga Angele memutuskan untuk membeli seluruh rumah di daerah itu.     

Daerah itu memiliki sekitar 10 rumah. Angele membeli semuanya, membangun pagar besi di sekitar semua rumah dan merekrut pengawal untuk berpatroli ke seluruh kompleks propertinya. Ia membiayai semua keperluan, mulai dari gaji para pekerja, biaya kebersihan jalan, hingga perawatan taman.     

Walaupun kabar burung mengatakan bahwa semua rumah di daerah itu berhantu, Angele masih belum mengalami kejadian aneh.     

WOO!     

Angin dingin bertiup. Angele menyesap cokelat panas di tangannya dan berjalan masuk ke ruangannya. Cokelat yang sedang diminumnya terbuat dari tanaman spesial seperti yang dimiliki oleh Master Adolf. Ia sangat menyukainya.     

Ia berjalan kembali ke kamarnya dan duduk di samping meja kerjanya. Di atas meja itu, terdapat lampu minyak kaca dengan api yang menari-nari di atasnya.     

Di samping lampu itu, tergeletak sebuah gulungan kulit yang direkatkan dengan garis merah. Angele mengambil gulungan itu dan membuka segelnya.     

Pada kedua sisi ujung gulungan, terdapat dua penyangga kaca, sehingga gulungan itu bisa dibuka dengan mudah.     

Gulungan itu berisi informasi penting yang dituliskan dengan tinta hitam:     

'Tanggal 21: Empat orang korban menghilang di sisi barat kota.     

Tanggal 22: Tiga kereta kuda menghilang di dekat pelabuhan.     

Tanggal 23: Beberapa pemburu melaporkan keberadaan seorang pria berjubah hitam di dekat area penebangan.     

Tanggal 24: Pedagang mendengar raungan hewan buas di sisi barat hutan.     

Tanggal 27: Tiga orang berjubah putih segera meninggalkan kota setelah membeli bahan-bahan.     

…     

15 November: Para pedagang menemukan mayat para perampok di luar kota.     

Angele terus membaca daftar kejadian itu sambil mengernyitkan alis. Daftar itu dibelinya dengan harga mahal dari Organisasi Prajurit Bayaran. Hampir semua kejadian yang terjadi dua bulan terakhir di dalam maupun di luar kota tertulis di sana.     

Penduduk Kota Lennon tidak tahu bahwa Perguruan Ramsoda, organisasi penyihir yang terkenal dengan kekejamannya dan Nekromansi, terletak sangat dekat dengan kota mereka, sehingga kejadian-kejadian aneh itu tidak terlalu digubris dan hanya dianggap sebagai sekedar tempat angker biasa.     

Namun, kejadian-kejadian aneh itu juga dapat mengindikasikan bahwa situasi perguruannya telah berubah.     

"Sepertinya, pertarungan mereka hampir selesai."     

Dengan hati-hati, ia menyegel kembali gulungan itu dengan garis merah dan meletakkan gulungan itu ke dalam lemari.     

Menurut informasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa beberapa Penyihir dan calon penyihir yang sebelumnya meninggalkan sekolah mulai kembali.     

'Sebelum kembali, akan lebih baik jika aku pergi ke Moon Gin Manor dan mencari Dragon Scale Flower dulu.' pikir Angele. Ia sedang menyiapkan rencana.     

'Aku harus mencari sesuatu yang lebih berharga untuk ditukar dengan Air Asu dan pola mantra pertahanan.' Lagi-lagi, ia mengernyitkan alisnya. 'Tanpa sumber daya, aku tidak akan dapat apa pun dari pihak sekolah. Aku harus mencari cukup barang untuk mendapatkan Air Asu dan pola sihir terlebih dahulu, setelah itu barulah aku bisa mencoba melampaui batas kekuatanku.'     

Keesokan paginya, awan mendung menutupi langit, menunjukkan bahwa hujan akan turun sebentar lagi.     

Kereta kuda bercat hitam meninggalkan kota bersama dengan banyak kereta lainnya menuju ke provinsi Karin di barat laut.     

Kereta kuda itu berjalan perlahan di antara hamparan ladang gandum yang berwarna kuning keemasan. Gandum tanaman itu telah dipanen, sehingga hanya menyisakan batang-batangnya. Terkadang, terdengar suara ringkikan dua kuda. Angele duduk di dalam keretanya sambil menatap ladang gandum itu.     

Beberapa petani sedang mengumpulkan sisa-sisa batang gandum, sementara sisanya membakar tumpukan batang yang sudah dikumpulkan, sehingga menciptakan api berwarna merah, dengan asap gelap yang bergulung dan menari-nari di atasnya. Beberapa orang di sana duduk dan makan-makan sembari melihat batang-batang itu terbakar habis.     

Di depan, berdiri pegunungan yang ditutupi oleh hutan lebat yang terlihat seperti karpet hijau tak berujung.     

"Master, sebentar lagi hujan. Bagaimana kalau kita mencari tempat berteduh dulu?" teriak Tom.     

"Baiklah," jawab Angele.     

"Di depan kita, ada kincir angin. Kita bisa berteduh di sana," lanjut Tom.     

Mendengar perkataan kusirnya, Angele menjulurkan kepalanya keluar dari jendela dan melihat sebuah kincir angin berwarna kuning di sisi kanan kereta kuda mereka. Kincir itu berdiri tepat di tengah ladang gandum itu.     

Roda kincir berputar perlahan mengikuti arah angin. Di samping kincir, terdapat dua buah kereta kuda berkuda satu terparkir; yang satu berwarna merah, dan yang lainnya berwarna putih.     

Angele mencium bau khas gandum di udara dan berteriak, "Sudah ada beberapa orang di dekat kincir itu. Parkirlah di samping kereta kuda mereka, Tom."     

"Baik, Master."     

Kereta kuda Angele ditarik oleh dua ekor kuda. Tak ada lencana yang terukir di kedua sisi keretanya.     

Setelah melihat kereta Angele, dua orang berjalan keluar dari kincir dan menunjuk ke arah kereta itu seraya berbincang-bincang.     

Dalam beberapa menit, Tom memarkir keretanya tepat di samping kereta merah berkuda satu. Angele membuka pintu dan melompat keluar dari keretanya. Kemudian, ia mengibaskan debu dari kemeja berburunya yang berwarna hitam. Sepatu bot hitam melindungi kakinya, dan pisau tersemat di ujung sabuk merahnya. Dari jauh, ia terlihat seperti seorang prajurit berpangkat tinggi. Bajunya bersih, dan wajahnya terlihat serius.     

Kedua orang yang sedari tadi melihatnya, seorang pria paruh baya dan wanita tua, langsung berjalan masuk ke kincir angin tanpa menyapanya. Pria paruh baya tersebut membantu wanita tua di sampingnya berjalan; dapat disimpulkan bahwa wanita itu adalah ibunya.     

"Ayo kita masuk, Tom. Sebentar lagi hujan."     

"Tidak apa-apa, Master. Saya akan menjaga kereta saja."     

Tom tersenyum.     

"Jangan khawatir, keretanya akan baik-baik saja."     

Angele membalas senyuman itu dan menepuk ringan pintu kereta kudanya. Perlahan-lahan, asap hitam yang masuk ke kereta kuda itu melalui celah pintu.     

"Tidak apa-apa, Master. Saya akan tinggal di sini."     

Tom menggelengkan kepalanya.     

Angele melihat kusirnya itu mengambil jas hujan dari laci. Ia benar-benar tidak ingin meninggalkan kereta kuda itu.     

Ia menggelengkan kepala. "Yah, terserah."     

Angele sedikit meregangkan badannya dan berjalan masuk ke kincir angin.     

Di dalam bangunan kincir itu, terdapat sebuah gir raksasa yang berputar-putar dan tersambung dengan mesin penggiling di bawah. Suara penggilingan itu semakin keras seiring kekuatan angin.     

Ruangan kincir angin itu kira-kira seukuran kamar tidur, dengan jendela yang tertutup rapat di sampingnya. Seorang gadis kecil berbaju merah mengintip keluar melalui jendela itu.     

Di ujung ruangan, terdapat dua meja kayu dan beberapa kursi. Dua orang yang tadi melihat ke arah Angele sedang duduk di salah satu meja. Pria itu sedang menuangkan teh untuk ibunya, sehingga aroma nikmat menyebar ke seluruh ruangan yang sempit itu.     

Angele mengendus-endus aroma itu di udara. Ia mencium bau teh hitam yang mirip dengan teh pemberian Tinos beberapa waktu lalu. Teh hitam itu sangat mahal, dan Angele sangat menyukainya, sehingga bau itu membuatnya ingin minum teh berkualitas tinggi.     

Dua orang kusir duduk di ujung lain sambil berbisik-bisik tentang sesuatu.     

Di sekelilingnya, Angele melihat banyak sarang laba-laba di ujung-ujung ruangan, dan sisa-sisa tepung yang berceceran di lantai.     

Orang-orang di dalam ruangan itu menatap Angele selama beberapa saat setelah ia masuk, namun tidak ada yang menyapa ataupun mengajaknya bicara.     

Gadis kecil berbaju merah yang sedari tadi melihat jendela berbalik dan menatap Angele dengan penuh rasa ingin tahu. Gadis berpenampilan bangsawan itu bernuansa merah, mulai dari terusan merah, sepatu bot merah, bahkan sabuk berwarna merah. Ia terlihat seperti bangsawan remaja lainnya, dan ia membawa sebuah buku tipis di tangannya.     

Angele melihat ke arah buku yang terbuka itu dan membaca beberapa kalimat. 'Griffin mencium Felicia sambil erat pinggang wanita yang disayanginya, namun pria itu masih belum puas…'     

Hanya novel cinta. Buku fantasi cinta yang sangat populer di kalangan remaja perempuan bangsawan.     

Menyadari bahwa Angele sedang melihat bukunya, wajah gadis itu memerah. Ia segera menutup bukunya, berjalan ke arah wanita tua di ujung ruangan, dan memijat punggung wanita itu.     

Angele hanya diam, tapi ia memutuskan untuk berjalan ke jendela dan melihat langit.     

Hujan semakin deras, tetesan air berjatuhan ke tanah seakan tidak sabar ingin segera sampai. Cahaya matahari hilang di balik awan abu-abu. Ladang gandum itu tergenang banjir, hingga semua warna bercampur aduk dan sulit melihat benda-benda di ladang.     

Ia memerintahkan Zero untuk menganalisa perkiraan lamanya hujan. Daftar informasi muncul di depan matanya,     

"Hujan akan berhenti sekitar pukul 10.12 siang," gumam Angele. Perkiraan waktu itu dihitung berdasarkan data Zero, dengan toleransi kesalahan sekitar lima persen.     

Mendengar suara Angele, gadis kecil itu melihatnya penuh rasa ingin tahu. Ia mengambil jam dari kantongnya dan memastikan waktu saat ini.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.