Dunia Penyihir

Seimbang (Bagian 1)



Seimbang (Bagian 1)

0Angele berdiri beberapa meter dari pria berambut perak yang terbaring di tanah itu. Keduanya tidak bergerak dan hanya saling menatap satu sama lain.     

"Dasar sombong!" hina Angele. "Kau bilang kau mau membunuh semua sanak saudaraku? Mana? Mana buktinya? Kenapa kau tiduran saja di tanah seperti anjing? Kau mau bersujud agar dibiarkan hidup?"     

"Bunuh saja aku jika kau bisa." Ekspresi pria itu tetap tenang. "Berandalan kecil sepertimu berharap bisa membunuhku? Kemarilah! Hajar aku!"     

Angele melemparkan pedang crossguard-nya ke arah dada pria itu, namun pria itu menghindar ke arah kiri, sehingga pedang itu menancap ke tangan kanannya. Tangan itu mengucurkan darah yang membanjiri rumput di tanah.     

"Kau mau membuatku marah?" Angele memicingkan matanya, "Kau akan kukuliti dan memasukkan mayatmu ke kolam yang penuh dengan lintah."     

"Coba saja," jawab pria itu santai.     

Pria berambut perak itu telah kehilangan banyak darah, dan wajahnya sangat pucat, namun sorot matanya tetaplah setajam elang, seakan tidak mau menyerah begitu saja. Ia menarik pedang Angele keluar dari lukanya dan mengoleskan cairan hijau pada luka itu dengan hati-hati, sehingga luka itu berhenti berdarah.     

Angele hanya berdiri dan menatapnya. Ia masih tidak dapat bergerak setelah kehabisan partikel energi negatifnya.     

Pria itu juga sangat lemah, dan ia hanya berbaring di tanah setelah mengobati lukanya.     

Waktu terus berjalan, namun keduanya tetap tidak bergerak. Salah satunya berdiri dan yang lainnya berbaring di tanah.     

"Monyet, bagaimana keadaanmu? Kau lemah, kehilangan banyak darah, dan kehabisan mana. Kepalamu pasti pusing sekarang." kata Angele dengan angkuhnya.     

"Kau tidak bisa bergerak, dan tubuhmu dirusak oleh energi negatif. Aku tidak menyangka jika kau masih bisa berbicara."     

Pria itu tidak terlalu mempedulikan perkataan Angele.     

"Yah, kita berdua sama-sama tidak bisa bergerak, kan?" kata Angele.     

"Dasar tolol!"     

Pria itu memutar matanya.     

"Idiot!"     

Keduanya bertengkar seperti anak kecil.     

Waktu terus berjalan, dan langit semakin gelap. Terdengar suara nyanyian burung, bercampur suara-suara aneh di hutan. Gerombolan jamur yang bercahaya putih tumbuh di bawah pepohonan, sehingga hutan menjadi terang benderang.     

"Kalau saja aku bisa bergerak…"     

"Kalau saja aku tidak tertipu olehmu dan menyelesaikan mantraku…" kata pria yang tersungkur itu dengan suara berat.     

"Kau…!"     

Angele merasa marah. Itulah pertama kalinya ia bertemu orang yang tidak mau kalah seperti pria itu.     

"Kemarilah dan bunuh aku!" kata pria itu dengan dinginnya. "Lagipula, untuk apa kau menggunakan energi negatif untuk menambah ketahanan sihirmu? Kau beruntung masih hidup!"     

"Kau beruntung tidak kehilangan kewarasanmu setelah menghabiskan mana-mu untuk menggunakan mantra terakhir tadi."     

Angele masih tidak mau kalah.     

Waktu terus berjalan, namun mereka masih belum pulih. Keduanya masih sangat lemah dan tidak lagi punya kekuatan untuk melanjutkan pertarungan.     

"Aku sudah membunuh lebih dari 8 calon penyihir tingkat 3. Kau adalah orang pertama yang berhasil bertahan hidup setelah terkena seranganku," kata pria itu.     

"Kalau begitu, mengapa kau tidak diam dan kubunuh saja? Aku tidak punya waktu untuk bermain denganmu."     

Angele memandang pria itu.     

Mereka berhenti berbicara dan berusaha keras untuk memulihkan tenaga masing-masing.     

Setelah dua jam berlalu, mereka akhirnya sedikit tenang.     

Sesaat, pria itu ragu, namun akhirnya ia bertanya. "Hei, aku baru sadar jika aku tidak tahu namamu. Aku tidak ingin mengakuinya, namun kau adalah lawan yang kuat. Setelah kau kubunuh, akan kuingat namamu."     

"Aku akan hidup lebih lama darimu, jadi beritahu namamu dulu sebelum menanyakan namaku."     

"Berandalan kecil…" Pria berambut perak itu menggelengkan kepala. "Namaku Benedict, dan main-ku elemen listrik. Kau dari organisasi mana? Kau cukup berbakat."     

"Namaku Angele, dan main-ku Nekromansi," jawabnya dengan santai.     

"Nekromansi? Dan kau menggunakan energi partikel Angin?" Benedict terdiam. "Yah… mungkin kau berbakat. Jangan bilang kau hanya tahu dua macam mantra itu. Aku tidak melihatmu menggunakan mantra lain selain kedua mantra jarak dekat itu."     

"Kau… benar-benar aneh!" Benedict tidak tahu harus mengatakan apa.     

"…" Angele juga tidak tahu harus berkata apa.     

Kepala Benedict semakin pusing, namun ia menatap Angele. Sorot matanya penuh rasa ingin tahu.     

"Hey, Angele! Kau dari Perguruan Ramsoda?"     

"Kau tahu Perguruan Ramsoda?" Angele mengangguk. "Aku tidak menyangka jika anggota Manchester akan muncul di Kerajaan Ramsoda."     

"Aku ke sini dari pelabuhan, dan aku berencana untuk segera kembali ke sekolah setelah mengambil jantung kedua gajah itu, namun aku tidak menyangka akan bertemu orang aneh sepertimu." Benedict menghela nafas dan menarik nafas dalam-dalam. "Tunggu, bagaimana kalau para perampok ataupun hewan buas datang ke sini? Mereka mampu membunuh kita dengan mudah. Dua calon penyihir masa depan akan mati. Dua calon penyihir tingkat 3 terbunuh oleh perampok di hutan? Itu akan menjadi berita terbesar seantero organisasi sihir tahun ini."     

Angele terdiam.     

Beberapa saat kemudian, ekspresi Angele tiba-tiba berubah.     

"Sialan… Jangan bilang begitu!" Ia nyaris berteriak.     

"Tidak mungkin…" Benedict mendengar suara tapak kaki yang mendekati mereka berdua. Ia pun menyunggingkan senyum kecut.     

"Hei, kau masih tidak bisa bergerak?" tanya Benedict dengan santai.     

"Iya, benar-benar tidak bisa bergerak. Sekarang, apa yang harus kita lakukan?"     

Angele menatap Benedict.     

"Yah, kepalaku masih sakit, dan aku tak bisa berbuat apa pun. Namun, aku lebih memilih untuk mati terhormat!" Ekspresi Benedict berubah serius, dan ia perlahan mengambil secarik gulungan berwarna kuning dari kantongnya.     

"Gulungan mantra asli…"Angele terkesiap. "Jika mantra itu dapat diletakkan pada gulungan, pastilah mantra itu setidaknya mantra tingkat 1. Mengapa tidak kau gunakan dari tadi?"     

"Aku pasti akan mati jika memakainya," jawab Benedict. "Mantra ini adalah salah satu mantra tingkat 1 yang membutuhkan mana terbanyak, dan sekarang aku tidak punya kekuatan mental yang cukup untuk membuka gulungan ini dan menggunakannya. Aku hanya bisa melepaskan gulungan ini, sehingga kita semua pasti akan terserang mantra ini."     

Angele terdiam.     

"Tunggu, dengan ketahanan sihirmu, kau mungkin akan tetap hidup. Jika setelah ini kau masih hidup, bisakah kau melakukan sesuatu untukku?" tanya Benedict.     

"Katakan saja."     

"Beritahu Putri Lydia dari Santiago agar tidak menungguku kembali."     

"Jika aku masih hidup, aku akan memberitahu dia." Rasa marah Angele telah hilang, digantikan oleh rasa kasihan melihat seorang calon penyihir tingkat 3 yang harus mengakhiri hidupnya seperti ini. "Jika aku mati juga, kita akan menjadi bahan candaan calon penyihir lainnya."     

"Aku benar-benar ingin kembali dan melihat bintang di kampung halamanku," Dengan wajah sedih dan kesepian, Benedict meletakkan kedua tangannya di atas gulungan itu.     

"Tunggu, tunggu. Sepertinya, mimpimu akan menjadi kenyataan." Angele segera menghentikan Benedict, yang akan mengeluarkan mantranya. "Kita beruntung, mereka bukan penjahat. Mereka hanya orang-orang yang kebetulan lewat, dan mereka tidak tahu jika kita ada disini."     

Beberapa menit berlalu, dan mereka tidak lagi mendengar suara tapak kaki.     

"Oke… Ini sangat memalukan," kata Benedict. "Bagaimana kalau kita lupakan ini semua dan berhenti bertarung saja?"     

"Monyet petir bodoh, kau pikir aku akan tertipu?" hina Angele. "Kalau saja aku tahu lebih banyak mantra, kau akan mati dalam beberapa detik. Bahkan, kau mengira jika aku dari Perguruan Manchester. Senaif apa kau?"     

Wajah Benedict memerah karena malu. "Dasar tolol, kau ini calon penyihir tingkat 3, tapi kau hanya tahu dua macam mantra? Kau bodoh atau bagaimana?" Ia terlihat gugup dan tidak tahu harus berkata apa.     

"Kau memujiku?" Angele tersenyum. "Atau kau mengakui jika kau adalah seorang idiot yang nyaris dibunuh oleh orang yang hanya tahu dua macam mantra?"     

"Kau…!" Benedict sangat geram, namun ia sadar bahwa perkataan Angele itu benar. Ia nyaris terbunuh oleh seorang calon penyihir yang hanya mengetahui dua macam mantra, dan ia telah mempercayai kebohongan itu begitu saja.     

Lagi-lagi, mereka terus bertengkar hingga tengah malam.     

Keduanya tiba-tiba berhenti berbicara secara bersamaan.     

Benedict memulai. "Sebenarnya… Aku suka orang sepertimu."     

"Yah, ternyata kau tidak terlalu bodoh."     

Angele tersenyum.     

Menyadari kebodohan mereka, mereka saling tatap muka dan tertawa bersama-sama.     

"Kau tidak perlu berjuang seperti itu untuk orang-orang kota Vader. Kita akan sama-sama menjadi penyihir di masa depan, namun sekarang kita bertengkar hanya karena bahan tidak berguna? Apakah benda itu seberharga itu?" tanya Angele sembari tertawa.     

"Kau juga. Kita tidak saling mengenal, dan tidak ada gunanya saling membunuh. Bahkan, aku tidak tahu mengapa aku mau membunuhmu saat aku melihatmu tadi." Benedict tertawa. "Senang bertemu denganmu, Angele." Benedict tersenyum. "Kau cukup kuat untuk menjadi temanku.     

"Aku tidak akan menghabiskan waktuku dengan orang-orang lemah."     

Angele tersenyum juga.     

Tiba-tiba, Angele berlari ke arah Benedict, mengambil pedang crossguard-nya, dan mengayunkan pedang itu kepada lawannya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.