Dunia Penyihir

Dragon Scale Flower (Bagian 1)



Dragon Scale Flower (Bagian 1)

0Sesampainya di tepi hutan, terlihat dua menara hitam yang tinggi berdiri di kedua sisi jalan utama, dengan dinding hitam yang berdiri mengitari seluruh sisi kota. Di antara kedua menara, terdapat pintu kayu raksasa yang telah terbuka dan dijaga oleh banyak pengawal berbaju putih yang berjalan-jalan mengitari pintu itu. Beberapa pengawal menginterogasi kusir karavan yang akan masuk. Mereka berbadan tambun dan berjenggot. Mereka mengenakan helm logam yang berbentuk seperti topi. Terdapat tanda V berwarna merah pada baju mereka. Tidak ada yang terlihat seperti petarung berpengalaman di antara mereka.     
0

Dua kereta kuda besar bergerak perlahan, menunggu giliran untuk masuk. Di kereta pertama, Avril menjulurkan kepalanya keluar dari jendela dan melihat sekelilingnya dengan penuh rasa ingin tahu, sementara Angele mengintip dari jendela kereta kedua dengan wajah tanpa ekspresi.     

Kondisinya membaik setelah beristirahat selama beberapa hari. Kekuatannya kembali normal, dan tubuhnya terasa jauh lebih ringan. Akhirnya, ia mampu mengangkat senjata dan melindungi dirinya sendiri. Perasaannya jauh lebih baik, namun ia masih membutuhkan waktu untuk sembuh total.     

Beberapa pendekar mengikuti kelompok kereta kuda itu dari samping, salah satunya adalah Dunleavy. Saat melihat lencana bangsawan di samping kereta itu, para pengawal langsung mengizinkan mereka masuk, bahkan tanpa bertanya pada si kusir sekali pun.     

Mereka memasuki bagian luar Kota Lennon tanpa masalah. Di antara pepohonan, terdapat beberapa jalan. Angele melihat pejalan kaki dan kereta kuda lainnya di sana. Setelah beberapa saat, akhirnya rumah-rumah mulai terlihat.     

Sungai kecil mengaliri salah satu sisi jalan, dan kincir air kayu berputar perlahan di sisi lainnya. Terlihat beberapa penduduk sedang membawa ember air ke dalam rumah mereka, dan wanita-wanita muda mencuci pakaian di tepi sungai, sementara para petani bekerja keras di sawah. Hari sudah siang, matahari bersinar terang dan mewarnai sekeliling dengan cahaya kuning keemasan.     

Angele duduk di kursi dan melihat ke luar jendela. Ia merasa senang setelah melihat pemandangan itu.     

"Damai, kan?" tanya Dunleavy. Ia berjalan di sisi kereta kuda kedua sambil membawa pedang besar di bahunya.     

"Iya, dunia ini sangat berbeda bagiku." Angele mengangguk.     

"Indah sekali," lanjutnya.     

"Kota Lennon adalah kota teraman di teritori ini, dan Tuan Melos sangatlah baik hati. Aku ingin tinggal di sini suatu hari nanti," kata Dunleavy.     

Angele mengangguk dan melihat ke depan. Terdengar suara tawa anak-anak yang sedang bermain air di tepi sungai.     

"Tempat ini sangat damai. Aku akan tinggal di sini saja." Angele tersenyum.     

"Sungguh?" Dunleavy memandang remaja itu dengan bingung.     

"Yah, sangat sulit untuk mendapatkan izin tinggal disini," lanjutnya. Ia tak yakin apakah Angele sudah memikirkan keputusannya.     

"Tidak apa-apa. Sulit bukan berarti tidak mungkin, kan?" Angele menggelengkan kepala. Di Kerajaan Ramsoda, ada 20 provinsi, namun bagi Angele, Kota Lennon, yang baru pertama kali ia kunjungi, sudah cukup baik. Di sini, tidak ada yang tahu siapa dirinya, dan hanya akan membutuhkan waktu setengah bulan untuk sampai ke pelabuhan. Para penyihir tidak ingin seenaknya menyakiti penduduk, apalagi di tempat yang damai seperti ini.     

Setelah memberitahu rencananya pada Dunleavy, pengawal itu segera mengejar kereta pertama dan memberitahu rencana itu kepada sang bangsawan. Tiba-tiba, kereta itu berhenti, dan keluarga Avril segera keluar dari kereta, bersamaan dengan Angele.     

"Namamu Angele, kan?" Bangsawan itu tersenyum.     

"Kau memutuskan untuk tinggal di sini?" lanjutnya.     

"Iya, saya sangat suka suasana tempat ini," jawab Angele sambil membungkuk hormat. Ia ingin menunjukkan rasa terima kasih karena telah menyelamatkannya     

"Kau bisa menjaga diri, kan? Apakah kau ada rencana?" tanya bangsawan itu.     

"Iya, saya bisa melindungi diri saya sendiri. Waktu itu, saya sedang dalam perjalanan, namun saya diserang penyamun. Ini kali pertama saya mengunjungi Kota Lennon, namun tempat ini sepertinya bagus untuk tinggal sementara," jawab Angele.     

"Karena kau sudah memutuskan, tidak apa-apa kan jika kami menurunkanmu di sini?" Pria itu mengangguk.     

"Terima kasih telah menyelamatkan saya. Jika ada yang bisa..." Angele berniat membalas perbuatan baik bangsawan itu, namun bangsawan itu tak memberinya kesempatan untuk bicara.     

"Tidak apa-apa. Kami tidak membutuhkan apapun darimu." potong pria itu, sebelum kembali ke kereta kudanya, diikuti Avril yang terlihat kecewa.     

"Terima kasih! Terima kasih untuk semua bantuan Anda!" Angele membungkuk hormat. Jika tidak ada Avril, bangsawan itu tidak akan berhenti untuk menolongnya. Dia sangat ingin membalas budi, namun mereka tidak peduli, sehingga ia menggelengkan kepalanya. Kedua pengawal membawakan kedua kuda hitamnya, dan Angele menerima kedua tali kekang kuda itu.     

Dia mengerti bahwa bangsawan itu tidak ingin terlalu dekat dengannya karena ia adalah orang asing, dan mungkin ia sadar jika Angele telah berbohong tentang serangan perampok itu. Bangsawan itu tidak ingin dia dan keluarganya menjadi sasaran musuh Angele, sehingga Avril terpaksa mengikuti orangtuanya dengan wajah kecewa setelah Angele turun.     

Bangsawan itu memang sudah membantu Angele, namun ia tak mau mendapat balasan karena ia tak peduli. Menurutnya, semakin kecil hubungannya dengan Angele, semakin aman keluarganya. Angele melihat kereta kuda itu pergi, dan hanya berhenti setelah kelompok pedagang lain melewatinya.     

Ia sudah menyiapkan beberapa hadiah untuk Avril, namun tidak ada kesempatan untuk memberikannya karena mereka pergi begitu cepat. Terdengar suara ringkik kuda, putaran roda, dan obrolan penduduk sekitar. Ia merasa jika semuanya memang nyata. Ia menarik nafas, dan merasakan udara segar di tempat itu.     

Di rumput, terdapat beberapa tangkai bunga putih, dengan serangga beterbangan di sekitarnya. Di depan, jalan, peternakan, dan sawah terlihat seakan tak berujung. Angin lembut nan segar bertiup, sehingga tempat itu terasa semakin nyaman.     

'Zero, periksa kondisi tubuhku,' perintah Angele.     

'Menganalisa... Angele Rio: Kekuatan 2.9. Kecepatan 4.1. Daya tahan 3.9. Kekuatan mental 3.8. Mana 3. Keadaan: Sehat.' jawab Zero.     

'Bagus, aku sudah hampir sembuh...' Angele tersenyum.     

'Kekuatan mentalku juga sudah meningkat. Aku tidak sempat mengecek kenaikannya belakangan ini.' Dia cukup puas. Sebelumnya, ia memiliki kekuatan mental sejumlah 3.5, dan membutuhkan waktu sepuluh hari baginya untuk meningkatkan kekuatan itu menjadi 3.8. Sebagai perbandingan, seorang calon penyihir tingkat 2 pada umumnya membutuhkan waktu 20 hari untuk mencapai hasil yang sama. Jika ini terus berlanjut, Angele akan menjadi calon penyihir tingkat 3 dalam setahun. Kekuatan mental yang semakin bertambah membuat Angele mampu merasakan lingkungannya dengan lebih baik.     

'Aku harus mencari tempat tinggal. Walaupun sangat sulit mencari bahan-bahan sihir, di sini aku bisa mencari data baru, bekerja membuat obat-obatan dasar, dan mencari bahan pengganti agar aku bisa sampai ke tingkat 3 dengan lebih cepat.' Angele berencana sembari terus berjalan.     

Ia masuk semakin dalam ke arah pusat kota bersama dengan kedua kudanya. Mulai terlihat semakin banyak rumah-rumah, pejalan kaki, dan jalan aspal yang lebih baik ketimbang jalan lumpur di tepi kota.     

Jalanan menjadi semakin ramai. Banyak orang-orang berbaju abu-abu putih berlalu lalang, dan ada beberapa wanita yang sedang melihat-lihat dagangan para pedagang sembari membawa ember besar. Semua bangunannya terlihat seperti di abad pertengahan, dan berwarna putih atau hitam     

Dua pria sedang minum-minum di sebuah kafe yang Angele lewati. Mereka sangat mabuk, hingga tidak mengerti apa yang mereka ocehkan. Banyak orang-orang menjauhi Angele setelah melihatnya berjalan dengan membawa senjata lengkap.     

Jalan di tempat itu sangatlah luas, dan di kedua tepi jalan, terdapat banyak sekali toko. Ada toko roti, baju, kue, rempah-rempah, obat-obatan, kelontong, dan bahkan toko yang menjual crepé. Tempat ini adalah kota yang paling maju yang pernah ia kunjungi. Kota ini lebih baik Pelabuhan Marua karena semuanya tertata rapi dan orang-orang mengikuti aturan yang berlaku walaupun sibuk.     

Angele masuk ke sebuah gang kecil yang sepi, gelap, dan berbau masam. Ia melihat seorang wanita paruh baya menyuruh dua pria muda membawa tong kayu keluar dari kiosnya. Kertas dengan tulisan 'untuk dijual' tergantung di papan kios.     

"Permisi, apakah kau pemilik toko ini? Apa toko ini sedang dijual?" tanya Angele. Wanita itu berjalan mendekatinya.     

"Iya, apakah kau tertarik?" tanya wanita itu sembari tersenyum.     

"Aku sudah bersih-bersih. Kau hanya tinggal bayar, tunjukkan kartu identitasmu, dan tanda tangan kontrak. Setelah itu, toko ini akan menjadi milikmu," lanjutnya.     

"Kartu identitas?" Angele mengernyitkan alisnya.     

"Aku baru sampai di sini, di mana aku bisa mendapatkannya?" tanya Angele. Sebelumnya, ia mengira jika magic stone tidak bisa digunakan di luar sekolah, namun Avril memberitahunya bahwa magic stone bisa ditukarkan dengan uang di mana-mana. Satu magic stone bisa ditukar dengan banyak uang. Batu itu sangat berharga.     

"Itu akan sulit..." kata si pemilik. Namun, tiba-tiba ia terdiam selama beberapa saat ketika melihat magic stone di tangan Angele.     

"Tapi, untuk orang kaya sepertimu, itu bukan masalah besar," lanjutnya.     

"Bagus," Angele tersenyum. Ia puas karena rencananya telah berhasil.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.