Dunia Penyihir

Krisis (Bagian 1)



Krisis (Bagian 1)

0"Kita tidak bisa hanya diam di sini. Kita harus membantu Khedira membunuh wanita itu. Green Spirit bukanlah familiar sembarangan di Aliansi Utara. Jika wanita itu bisa mengontrol spirit itu, ia pasti bukan penyihir biasa," Marylin berdiri dengan wajah khawatir.     

"Kau saja yang kesana, kami akan tetap disini," jawab salah satu calon penyihir. Sangat jelas jika ia tidak mau kembali ke tempat itu.     

"Kalian benar-benar tidak mengerti! Kalau Khedira terbunuh, kita tidak akan bisa kabur dari serangan wanita itu!" bentak Marylin.     

"Tapi kalau kita kembali, mungkin kita akan menjadi gundukan abu!" bantah seorang calon penyihir pria.     

"Khedira meminta kita pergi karena kita tidak bisa menolong. Walaupun kita kembali, keadaan di sana tidak akan berubah. Menurutku, kita harus kembali ke pintu masuk dan memberitahu para pengawal Khedira akan apa yang terjadi di sini," Griffia berkata dengan tenang.     

"Nah! Aku setuju dengan ide itu," jawab calon penyihir pria itu.     

Angele hanya diam. Ia hanya berdiri sembari mendengarkan obrolan mereka.     

"Yah, kalau begitu mari kita kembali saja ke pintu masuk," jawab Marylin sembari berjalan kembali ke pintu masuk, sementara calon penyihir lain mengikutinya. Mereka sampai di sana dalam waktu singkat. Pandangan mereka bertemu dengan kegelapan malam yang mulai menutupi lembah dan penutup jalan yang terbuat dari logam, yang sebelumnya dijaga pengawal, namun tidak ada jejak para pengawal yang seharusnya ada di sana. Bahkan, tidak ada jejak bekas pertarungan di sana.     

"Di mana mereka?" tanya Marylin. Tidak ada yang berani menantangnya, karena Marylin merupakan calon penyihir terkuat di antara mereka. Selain itu, ia juga memiliki benda sihir. Mereka mencari petunjuk di sekitar pintu masuk, namun tidak menemukan apa-apa.     

Tiba-tiba, terdengar suara pekikan burung dari sekitar tempat itu. Mereka mencari asal suara itu, dan menemukan seekor burung hantu berbulu putih bersih sedang bertengger di tepi tebing batu. Matanya yang sipit menatap para calon penyihir, seakan sedang menonton pertunjukan. Namun, mereka merasa seperti ada orang lain yang sedang mengawasi mereka, tapi bukan burung hantu itu. Perasaan Angele menjadi aneh setelah melihat burung itu. Tanpa memberi tahu murid lain, ia pun segera menarik panah berbulu hitam dari busurnya.     

"Burung hantu putih," Marylin tiba-tiba mengingat sesuatu, lalu ia berteriak panik "Aliansi Utara! Burung ini milik penyihir Aliansi Utara!" teriaknya dengan panik.     

"Harryrus!" Dengan wajah pucat pasi, Marylin meneriakkan sebuah mantra sambil mengarahkan tongkatnya ke arah burung hantu itu. Tiba-tiba, cahaya hijau muncul di ujung tongkatnya. Cairan berwarna hijau yang terlihat seperti slime muncul dari cahaya itu dan berubah menjadi bola hijau seukuran kepalan tangan. Marylin melemparkan bola itu ke arah burung tersebut dengan satu ayunan tongkatnya, sehingga menimbulkan lengkungan cahaya hijau di udara.     

Setelah menargetkan anak panahnya tepat ke arah burung hantu itu, Angele akhirnya berhasil melepaskannya, bersamaan dengan terbangnya sebilah pisau perak ke arah yang sama. Burung itu tidak bereaksi, hanya mengepakkan sayapnya dan terbang naik. Tiba-tiba, tornado kecil muncul di sampingnya, hingga berhasil menahan pisau dan panah itu. Bahkan, bola sihir yang dibuat Marylin juga terhenti dan jatuh ke batu di samping burung hantu itu. Bola itu mengikis batu tersebut hingga mengeluarkan asap hijau.     

Burung itu memekik sekali lagi, terbang ke arah lembah, dan menghilang.     

"Kita harus segera kabur!" teriak Griffia dengan terengah-engah. Sepertinya, gadis itulah yang melemparkan pisau.     

"Mundur dan kembali ke sekolah," kata Angele dengan nada takut.     

"Para pengawal telah terbunuh, jadi kita tidak bisa membantu walaupun kita tetap di sini," lanjutnya. Semua orang di sana setuju, kecuali Marylin, yang terlihat ingin menyela.     

"Kami tidak peduli apa kau cinta Khedira atau tidak, tapi jangan bunuh kita semua!" bentak Griffia. Marylin, yang wajahnya pucat, menggenggam tongkatnya dengan erat. Ia menggigit bibirnya seakan ingin menjawab, namun akhirnya ia tak berkata apapun.     

"Ayo kita pergi saja. Keberadaan kita sudah diketahui oleh burung itu, dan jika kita tidak pergi, kita akan terbunuh." Angele memotong pembicaraan mereka karena tidak ingin membuang-buang waktu lagi. Ia pun cepat-cepat mengambil peta untuk mencari jalan kembali ke sekolah dan segera pergi bersama yang lainnya. Tidak ada yang mempedulikan Marylin, yang tetap berdiri di sana.     

Mereka berjalan sangat lama, tapi mereka tidak melihat Marylin menyusul mereka. Sepertinya, dia kembali sendiri ke lembah. Di antara lembah dan sekolah mereka, terdapat sebuah hutan yang luas. Jika para penyihir Aliansi Utara memutuskan untuk mengejar mereka, mereka tidak akan bisa kabur. Namun, ternyata tidak ada satupun yang mencoba mengejar mereka.     

Hari sudah malam. Sekelompok calon penyihir itu menjadi sedikit lebih tenang setelah yakin bahwa tidak ada yang mengikuti mereka. Pada awal misi, ada 10 orang dalam tim mereka, namun sekarang hanya ada 5 yang tersisa. Mereka segera menyalakan api unggun, dan wajah Angele menjadi berpendar kemerah-merahan saat mendekati api itu untuk membaca peta dan mencari rute saat ini. Para murid lain juga sedang membaca peta mereka masing-masing.     

Salah satu calon penyihir pria menyiramkan sejenis bibit berwarna hitam di sekitar api unggun mereka.     

"Membutuhkan 10 hari perjalanan untuk sampai ke sekolah. Kurasa kita harus mengatur shift jaga malam, untuk berjaga-jaga dari kejaran para penyihir itu," bisik Griffia lirih.     

"Ini sudah bukan lagi misi balas dendam karena Aliansi Utara telah terlibat. Kita harus kembali dan melaporkan ini ke pihak sekolah," jawab seorang gadis.     

"Sepertinya, tidak ada yang mengejar kita. Mungkin mereka sengaja melepaskan kita agar kita bisa menyampaikan pesan ke sekolah. Jika tidak, mereka tidak mungkin membiarkan kita," lanjut gadis itu, sehingga Angele dan murid lelaki lainnya terdiam.     

"Aku sudah menyebarkan Flash Seed. Saat ada yang berani memasuki daerah 100 meter dari tempat kita, bibit itu akan meledak dan membangunkan kita." kata seorang calon penyihir sembari duduk di sisi api unggun. Ialah yang menyebarkan bibit itu.     

"Terima kasih, Orio." Griffia mengangguk.     

Perjalanan kita masih panjang, jadi kita harus memastikan jika persediaan air dan makanan kita cukup," lanjutnya.     

"Benar sekali. Di depan, ada kota kecil, namun kita harus berburu sebelum sampai ke sana," kata Orio.     

"Tidak apa-apa, aku terbiasa berburu saat masih tinggal bersama keluargaku," kata seorang calon penyihir pria. Akhirnya, mereka berhenti membicarakan para penyihir dan mulai membicarakan hal lainnya, sementara Angele hanya duduk di sana dan mendengarkan. Saat ini, Angele sibuk mengecek dan mengurutkan data yang disimpan oleh chip-nya dari peristiwa hari ini.     

Hari ini, Angele telah menyaksikan kemampuan asli seorang penyihir yang luar biasa, sehingga ia dapat menyimpulkan bahwa dirinya yang sekarang akan mati jika berhadapan dengan penyihir sejati. Chip-nya bisa menolongnya untuk terus hidup, namun tidak akan bisa membantunya melawan familiar seperti Green Spirit itu.     

Pertarungan tadi semuanya tergantung pada kemampuan sihir. Jika Khedira tidak menghancurkan ilusi itu, kelompok mereka pasti telah hancur. Kejadian ini membuat Angele sadar akan perbedaan kekuatan antara penyihir dan calon penyihir.     

'Aku harus mulai memahami pola mantra. Dengan itu, setidaknya aku bisa melindungi diri," pikir Angele.     

'Zero, simulasikan proses pembuatan pola mantra,' perintahnya.     

'Proses dimulai. Pola mantra yang diketahui: 1. Tangan Penyerap Tenaga. 2. Mantra Pelumpuh. Mohon pilih salah satu,' lapor Zero. Angele berdiri meninggalkan kelompoknya, dan duduk di samping pohon di dekatnya, sehingga banyak yang berpikir jika ia sedang memikirkan sesuatu. Pandangan Angele masih terfokus pada teman-temannya, namun pikirannya sedang berkomunikasi dengan chip-nya.     

'Aku memilih Mantra Pelumpuh,' pikir Angele. Belakangan ini, ia tidak melakukan hal selain bermeditasi biasa, bahkan data tentang pembentukan pola mantra itu pun belum disentuhnya. Sebelum mencoba memahami pola itu, dia mempelajari semua pengetahuan dasar yang telah disimpan dalam chip-nya. Selama bepergian, ia menggunakan sebagian besar waktunya untuk merevisi dan mempelajari kembali semua informasi yang telah ia kumpulkan dari kedua buku mantra. Ia berusaha keras untuk mempelajari semuanya.     

Memahami dan membangun pola sihir membutuhkan banyak kekuatan mental. Jika ia gagal, poin kekuatan mental yang digunakan akan terbuang percuma. Karena itulah, Angele tidak ingin terburu-buru untuk mencoba memahami pola sihir. Ia pikir chip dan kemampuan memanahnya bisa membantunya menyelesaikan misi itu, namun ia tidak menyangka akan dihadang oleh musuh sekuat itu.     

Pertarungan antar penyihir yang ia saksikan membuatnya sadar akan pentingnya mempelajari mantra untuk membantu menangkal mantra milik musuhnya. Ia telah memahami semua ilmu yang diperlukan untuk membentuk dua pola mantra yang telah ia miliki saat mereka sampai di area lembah setelah lari dari kejaran Anya. Ia ingin langsung menggunakan setidaknya satu mantra saat sampai di sekolah nanti. Saat ini, ia juga hampir naik ke tingkat 3. Ia sangat tidak sabar untuk menjadi penyihir sejati.     

'Simulasi dimulai. 2 poin kekuatan mental akan digunakan. Durasi: 30 menit,' suara robotik Zero bergema dalam pikiran Angele.     

Dia bersandar pada batang pohon, sembari menarik pakaiannya untuk menutupi lehernya. Hutan telah diselimuti gelapnya malam, dan terdengar suara-suara aneh dari berbagai macam serangga.     

Angele membuka matanya dan memfokuskan pandangannya pada rerumputan di bawahnya. Ia melihat garis-garis biru tipis membentuk susunan sihir di depan matanya. Garis biru itu adalah gelombang yang hanya bisa dideteksi oleh penyihir, dan gelombang itu menjadi semakin kuat seiring berjalannya waktu. Namun, tidak ada satu calon penyihir pun yang menyadari keberadaan gelombang itu. Setelah setengah jam, garis-garis itu menghilang, dan Angele berkedip sembari menghela nafas lega.     

'Simulasi selesai. Dua poin kekuatan mental telah digunakan. Pola Mantra Pelumpuh telah berhasil dibuat. Setiap penggunaan mantra tersebut akan menghabiskan satu poin kekuatan mental dan satu poin mana,' lapor Zero. Angele menamakan partikel energi dalam tubuhnya sebagai 'mana', energi yang dibutuhkan penyihir untuk melakukan semua sihir mereka.     

'Periksa kondisiku saat ini,' perintah Angele.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.