Dunia Penyihir

Sihir (Bagian 1)



Sihir (Bagian 1)

0Bersama dengan Alu, Angele meninggalkan ruangan itu dan kembali menuruni lorong gelap itu. Dalam perjalanan, mulai terlihat banyak murid-murid berjubah abu-abu yang datang dan pergi. Sebagian besar dari mereka menyapa Alu, beberapa murid tersenyum dan berbicara dengan Alu, sementara yang lain hanya sekedar menganggukan kepala. Setelah berjalan sekitar 100 meter, mereka sampai di ruangan pintu kayu besar berwarna hitam.     

DOK! DOK! DOK!     

Alu mengetuk tiga kali keras-keras, dan pintu itu terbuka selebar satu orang. Angele mengintip ke dalam, dan melihat gua bawah tanah yang cukup luas di balik pintu tersebut.     

"Ayo kita ambil perlengkapanmu dulu." bisik Alu dengan lirih, lalu ia menoleh ke arah Angele. Angele pun mengangguk dan mengikuti remaja berjubah itu masuk.     

Setelah memasuki ruangan itu, entah mengapa Angele merasa lega. Ruangan itu berada di sebuah gua yang cukup besar untuk menampung satu kapal induk. Di sana, ada lubang-lubang berkelok-kelok sebagai jalan masuk alternatif ataupun pintu keluar untuk ke ruangan tertentu. Hanya ada sebuah lampu kristal yang tergantung di tengah gua sebagai penerangan. Lampu itu terbuat dari kaca dan terdiri dari tiga tingkat. Ada banyak lampu minyak yang berdiri di setiap tingkatnya. Ada banyak orang-orang berjubah putih ataupun abu-abu yang masuk dan keluar menggunakan semua lubang di sana.     

"Kemarilah." Alu mengarahkan Angele, yang terus mengikutinya, ke bagian kiri ruangan.     

Lantai tempat itu sangatlah sederhana, terbuat dari batu dan tidak berhias apapun. Cahaya lilin dari lampu kristal menerangi seluruh sisi gua, sehingga semua terlihat berwarna kuning. Bayangan Angele dan Alu menari meliuk-liuk di dinding yang kasar mengikuti gerakan api, hingga terlihat misterius dan aneh. Mereka memasuki lorong lain. Di lorong itu, terdapat beberapa orang sedang menunggu. Ada orang tanpa jubah di sisi mereka semua.     

Alu mengobrol dengan salah satu pria, dan membawa Angele untuk berdiri di ujung antrian. Dalam beberapa menit, mereka berdua akhirnya memasuki pintu di ujung lorong. Ruangan yang mereka masuki berisi penuh kantong linen dan tong kayu yang bermacam-macam. Di ujung ruangan, terdapat seorang pria tua berjenggot duduk di balik meja dekat pintu sembari membawa pena bulu. Di meja itu, terdapat sebuah buku catatan kecil, tempat lilin, dan sebotol tinta.     

"Alu, anak baru lagi?" tanya pria tua itu sembari tertawa.     

"Iya, dia baru sampai hari ini. Ia kesini dengan kapal, jadi butuh waktu yang yang lama baginya untuk sampai ke sini," jawab Alu sambil tersenyum.     

"Katakan nama, tingkat penyihir, dan tingkat potensimu," kata Alu kepada Angele.     

"Angele Rio, 15 tahun, tingkat 1, potensi tingkat 2." Angele mengangguk dan berjalan mendekati pria tua itu     

"Potensi tingkat 2, lebih baik daripada tidak sama sekali." Pria tua itu mengangguk, kemudian mencatat sesuatu di buku catatannya.     

"Kau punya trofi organisasi?" lanjutnya.     

"Iya," Angele menyerahkan cincinnya kepada pria itu.     

Pria tua itu memeriksa cincin tersebut dengan teliti. Ekspresi wajahnya berubah-ubah. Akhirnya, ia selesai memeriksa, dan ekspresi wajahnya seakan menunjukkan rasa kasihan kepada benda itu.     

"Sayang sekali. Cincin penambah kecepatan dengan mantra tingkat tinggi. Jika saja tidak rusak, maka setidaknya cincin ini akan digolongkan menjadi benda sihir tingkat menengah. Cincin ini adalah benda kuno yang berumur sekitar 500 tahun. Saat itu, kita masih disebut 'Perguruan', bukan 'Organisasi' seperti saat ini." kata pria tua itu.     

"Yah, cincin ini akan kuambil. Kau tidak perlu melakukan tes masuk." lanjutnya, sembari mengambil sebuah kantong kecil berwarna abu-abu.     

"Kantong ini berisi peralatan dasar untukmu." Pria berjenggot itu memberikan kantong tersebut kepada Angele.     

"Terima kasih." jawab Angele. Ia menerima kantong tersebut dengan hati-hati.     

"Kantong ini berisi satu jubah abu-abu untuk murid, satu pin penyihir tingkat 1, satu magic stone untuk keadaan darurat, dan juga kartu nomor indukmu. Jangan sampai ada yang hilang. Jubah itu bermantera, jadi bisa membersihkan diri secara otomatis sehari sekali. Harganya 10 ribu koin emas, jadi jangan sampai rusak. Jika jubah ini sampai rusak, kau harus menggantinya dengan magic stone atau poin misi," kata pria tua itu.     

"Saya mengerti," Angele menjawab. Alu mengantarnya keluar, dan mengajaknya berjalan-jalan melewati asrama, kelas, laboratorium, taman, dan berbagai tempat lainnya. Lalu, ia mengajak Angele kembali ke lorong utama. Sekolah itu sangat besar, dan Angele tidak tahu seberapa dalam semua lorong-lorong ini, sehingga tempat ini lebih mirip markas bawah tanah rahasia ketimbang sekolah maupun organisasi.     

"Kelas pertama gratis, jadi pilihlah dengan baik. Tugasku sudah selesai, berhati-hatilah." Alu mengedikkan bahunya, dan segera pergi meninggalkan Angele. Dia menghilang di ujung lorong.     

Angele menarik nafas dalam-dalam, berjalan mendekati ruangan guru barunya, dan mengetuk pintu perlahan-lahan.     

"Nama saya Angele Rio, murid baru Anda. Master Liliana, bolehkah saya masuk?" tanyanya dengan sopan.     

"Masuklah." jawab Liliana. Suaranya masih seperti gadis muda. Pintu itu terbuka sendiri, lalu Angele segera masuk. Pintu tersebut tertutup sendiri di belakangnya. Di sana, Liliana sedang menuliskan sesuatu dengan pena bulu hitamnya.     

"Ingin mengambil jatah kelas gratismu?" Liliana memandang Angele, lagi-lagi memperlihatkan wajahnya yang mengerikan. Jam perunggu di lubang mata kirinya masih berdetik.     

"Iya." Angele mencoba menganalisa wanita itu dengan chip-nya, namun sebuah kekuatan aneh menghalangi chip itu.     

Liliana tersenyum, namun wajahnya terlihat seperti sedang menangis. Ia menyingkirkan semua barang-barang di meja, sehingga meja itu menjadi kosong. Kemudian, wanita itu meletakkan tiga benda, yang entah berasal dari mana, di meja itu. Dari sebelah kiri ke kanan, benda-benda tersebut antara lain: buah berbentuk mirip pisang berwarna merah, mata hewan yang masih segar, dan kantung hitam berbahan kulit.     

"Buah ini menyimbolkan kemampuan perubahan wujud, spesialisku. Bola mata ini menyimbolkan kemampuan pembedahan tingkat tinggi, dan kantong ini menyimbolkan biologi. Inilah tiga kelas gratis yang kutawarkan, pilihlah salah satu. Waktumu 1 menit untuk berpikir," Liliana tersenyum.     

Angele mengangguk dan mulai berpikir sambil melihat benda-benda itu, sementara Liliana duduk dan menunggu dengan tenang.     

"Satu menit," ulang Liliana. Angele menjadi ragu selama beberapa saat. Dengan wajah serius, ia segera meletakkan tangannya di atas pilihannya, kantong hitam di sebelah kanan.     

"Saya memilih kelas ini," kata Angele sembari menatap Master Liliana. Tiba-tiba, kantong itu bergoyang dan memuntahkan ribuan serangga hitam seukuran kecoa. Kantong itu sangat kecil, namun banyak serangga yang terus keluar, hingga membanjiri meja dan seluruh ruangan itu. Angele pun terkejut dan menarik kembali tangannya.     

Tangan yang menyentuh kantong itu terasa sangat gatal. Liliana masih tersenyum walaupun wajah muridnya terlihat pucat ketakutan, lalu ia mengambil sebuah cermin kecil. Ia meletakkan cermin kecil itu di depan Angele. Dari bayangan cermin itu, Angele melihat wajah, lengan, leher, dan seluruh tubuhnya melepuh. Lepuhannya besar, berminyak, dan penuh dengan nanah berwarna merah.     

"Itulah pilihanmu." Senyum Liliana terlihat sangat aneh dan misterius. Angele menyentuh wajahnya perlahan, namun tidak terasa apa-apa. Ia hanya kulit wajah yang lembut dan datar.     

Wajahnya pucat; mulut dan hidungnya berbau busuk. Bayangan hitam berbentuk seperti manusia menari-nari di mata kanan Liliana, dan tiba-tiba semuanya menjadi gelap. Saat sadar, Angele telah berada di dalam laut yang dingin, gelap, dan dalam. Tidak ada yang terlihat di sekitarnya kecuali cahaya terang putih bersinar di atasnya, hingga Angele merasa sesak dan tak bisa bernafas.     

Angele berusaha berenang ke arah cahaya itu, namun ia semakin tenggelam, seakan ada yang menarik kakinya ke dasar lautan menuju kegelapan abadi di bawah sana.     

'Ini hanya ilusi...' Rasa takutnya terus meningkat, tapi ia berusaha menenangkan diri dengan mengulang-ulang kalimat itu.     

"Kembalilah." Terdengar suara Liliana bergema di dekat telinganya.     

"Semua materi sudah dimasukkan ke dalam otakmu. Pergilah dan minum ramuan yang bisa membuat pikiranmu kembali stabil dan tidak kena efek permanen. Mantra pemindahan pengetahuan ini tidak baik untukmu," kata Liliana.     

"Kau boleh pergi sekarang," kata Liliana sambil mengibaskan tangannya.     

Masih bermandikan keringat, Angele berusaha menenangkan diri sembari membungkuk hormat dan berjalan keluar dari ruangan itu.     

Saat mengingat pemindahan kekuatan itu, ia menemukan pengetahuan baru, dengan label: Nekromansi.     

******************     

Hari-hari terus berjalan, Angele pun terus mengambil beberapa kelas gratis seperti calon penyihir baru lainnya, dan menghabiskan waktu luangnya di perpustakaan. Dia fokus ke bagian perpustakaan yang dibuka untuk penyihir tingkat 1, dan mempelajari berbagai mata pelajaran seperti Pembedahan, Dasar Penggunaan Energi Negatif, Pola Mantra, Sumber Kekuatan Mental, Dasar Ilmu Farmasi, berbagai pelajaran dasar lain, dan macam-macam bahasa. Di sana, Angele bisa mempelajari semua itu dengan gratis.     

Akhirnya, ia juga mengerti arti kata 'Ramsoda'. Kata tersebut berasal dari bahasa naga, dan memiliki arti "bayangan dan kematian", sesuai dengan reputasi sekolah ini sebagai institusi penelitian ilmu hitam terbaik. Riset paling terkenal dari sekolah ini adalah riset tentang ilmu nekromansi dan kutukan.     

Kelas gratis yang ia pilih adalah Nekromansi, ilmu untuk mempelajari efek energi negatif pada makhluk hidup. Ilmu ini sangat penting untuk membangun dasar pola mantra energi negatif, namun karena mempelajari energi negatif sangatlah berbahaya, semua kelas yang berhubungan dengan energi negatif harganya sangat mahal. Bahkan, kelas Nekromansi adalah salah satu kelas termahal di sekolah ini, sehingga Angele ingin untuk bertukar pengetahuan dengan murid-murid lainnya.     

Di buku penggunaan mantra dasar yang pernah dibacanya, seseorang harus menggunakan kekuatan mentalnya untuk membangun sebuah pola mantra, dan melepaskan energi mereka menurut pola itu dengan cara tertentu. Tidak semua mantra bisa dilakukan begitu saja, bahkan beberapa mantra membutuhkan benda tertentu sebagai katalis.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.