Dunia Penyihir

Permulaan (Bagian 4)



Permulaan (Bagian 4)

0Ukuran tumbuhan di taman itu sangatlah besar.     

Terlihat dedaunan seukuran wastafel, dan bunga matahari yang menjulang setinggi manusia dewasa.     

Angele berjalan maju dan menatap salah satu bunga matahari dengan hati-hati. Bunga-bunga itu memiliki wajah manusia dengan mata tertutup dan tidak bernafas. Tidak ada alis maupun kumis pada bunga-bunga itu, seakan-akan wajah itu sendiri adalah bunga dengan kelopak-kelopaknya sebagai pengganti rambut.     

Jalan itu penuh dengan bunga matahari raksasa. Angele tidak tahu kapan bunga-bunga itu akan membuka mata. Melihatnya saja membuat bulu kuduk Angele berdiri.     

Tidak terlihat rasa takut di wajah ketiga penyihir lainnya; hanya gadis itu yang ketakutan. Sepertinya mereka sudah pernah melihat bunga-bunga itu sebelumnya.     

Jalan itu sangat pendek, sehingga mereka sudah sampai ke seberang. Sebelum meninggalkan jalan, Angele mengambil beberapa bunga untuk percobaan.     

Mereka memasuki gerbang besi di ujung jalan itu dan melihat jalan setapak lain di antara semak belukar. Terdapat kursi batu di kedua sisi jalan. Kursi itu berwarna senada dengan jalan, yang terbuat dari batu bata. Lagi-lagi, sebuah gerbang berdiri di ujung jalan itu, namun gerbang itu terbuat dari batu.     

Saat mereka menginjak bebatuan abu-abu itu, tiba-tiba tanah bergetar.     

Klang!     

Satu per satu batu bata abu-abu itu berdiri, dan kaki muncul di bawah tubuh mereka.     

"Ah!"     

Semua batu bata itu cepat-cepat berlari sambil berteriak dengan kencang. Dalam satu menit, semua batu bata itu menghilang, seakan-akan mereka berlari untuk menyelamatkan diri.     

Mereka berlima berdiri tertegun dan menatap semua batu bata yang berlari itu. Sekarang, tak ada batu bata yang tersisa di jalan itu.     

Gerbang di ujung jalan itu tiba-tiba menghilang dan runtuh seperti gelembung sabun.     

"Tunggu! Yang tadi itu adalah Screaming Brick. Mereka akan membantu kita untuk pergi ke tempat selanjutnya. Tanpa mereka, kita tidak bisa melanjutkan perjalanan. Kita harus segera mencari mereka!" teriak si jubah hitam.     

"Bagaimana caranya? Bata-bata itu sangat cepat. Kita tidak akan bisa mencari mereka." kata si jubah merah sambil mengernyitkan alis.     

"Makhluk itu sangat menyukai partikel energi tanah. Ada yang bisa? Tolong." kata Messi dengan lirih.     

"Aku saja." Pria berjubah merah itu berjalan maju. Ia menutup mata dan mengulurkan telapak tangannya.     

Terdengar suara ucapan mantra dari pria itu, dan titik-titik coklat seukuran biji wijen muncul dan berkumpul dengan cepat di telapak tangannya. Titik-titik itu terlihat padat dan berat.     

Perlahan-lahan, titik-titik itu berubah menjadi bola hitam bercahaya sebesar telur ayam.     

Ia membuka matanya, berhenti mengucapkan mantra, dan perlahan-lahan melemparkan bola itu.     

Bola itu mendarat di lumpur dan tenggelam.     

Cring!     

Bola itu mencair dan berubah menjadi minyak berwarna hitam kecokelatan. Benda itu menyebar dan menutupi jalan di mana batu bata itu sebelumnya berada, sehingga terbentuklah jalan berwarna hitam di depan mereka.     

Tak! Tak!     

Terdengar suara tapak kaki dari seluruh penjuru, seakan-akan ada sekelompok orang sedang berlari kencang menghampiri mereka.     

Semua batu bata yang sebelumnya kabur telah kembali ke tempat masing-masing dan menjilati partikel-partikel energi tanah itu. Bahkan, mereka berbincang-bincang seolah-olah mereka adalah juri yang memuji rasa partikel itu. Walaupun Angele tidak mengerti apa yang mereka bicarakan, ia dapat membedakan suara laki-laki dan perempuan dari batu-batu tersebut. Tempat itu menjadi semakin riuh.     

Perlahan-lahan, seiring kembalinya semua batu bata itu, gerbang batu putih di ujung jalan kembali muncul.     

"Ayo! Jangan membuang-buang waktu!" kata Messi.     

Mereka cepat-cepat berlari melewati jalan batu itu menuju gerbang putih di ujung jalan.     

"Ah!" Angele menginjak salah satu batu, sehingga batu itu mendesah dengan indahnya. Suara aneh itu membuat Angele tidak nyaman, sehingga ia mempercepat langkahnya.     

Setiap batu bata mulai mendesah. Suara mereka terdengar seperti orang yang sedang ada di ujung orgasme.     

Akhirnya, Messi menginjak batu bata terakhir. Batu itu mendesah beberapa kali sebelum akhirnya berhenti bergerak.     

Messi menjadi malu dan bulu kuduknya berdiri, sehingga cucunya tertawa terbahak-bahak.     

"Batu bata sialan!" omelnya. Melihat kejadian itu, para penyihir lainnya pun tertawa.     

"Orang macam apa yang mau membuat sihir seperti ini! Beberapa Penyihir Kuno memang tidak waras!" kata si jubah hitam sambil tertawa.     

"Hmph!" Messi memalingkan wajahnya dengan malu, dan ia memasuki gerbang itu terlebih dahulu.     

Para penyihir lainnya mengikuti di belakangnya, dan akhirnya mereka sampai ke sebuah teras kosong yang sunyi senyap. Hanya ada dedaunan kering yang berceceran di teras itu.     

Di tengah teras yang dikelilingi dinding abu-abu itu, terdapat sebuah kolam. Terdapat pintu keluar tepat di samping kolam itu. Angele melihat berbagai macam tanaman dan bunga-bunga bertumbuh subur di pintu keluar itu.     

"Itu dia," Cucu Messi melihat ke arah pintu keluar dan berteriak dengan gembira. "Itu Gyro Flower! Kakek, akhirnya kita menemukannya dan…"     

ROAR!     

Raungan dua ekor singa memecahkan kesunyian, sehingga gadis itu tidak sempat menyelesaikan perkataannya.     

Dua ekor singa berbulu emas melompat keluar dari dinding dan mendarat di depan mereka berlima. Kedua singa itu berdiri tegak dengan kaki belakang mereka sambil membawa pedang saber perak dan rantai hitam yang berujung palu.     

Kedua singa itu benar-benar telanjang, dan tubuh mereka sangat berotot. Surai panjang dan lebat menari-nari di udara, mengikuti gerakan tubuh mereka.     

"Para Penjaga!" teriak si jubah hitam seraya mundur selangkah dan merogoh kantong yang dibawanya.     

Mereka berlima segera bersiap-siap untuk bertarung. Si jubah merah menggosok cincin perak di tangannya seraya mengucapkan mantra-mantra.     

Messi mengambil sebatang tongkat pendek berwarna putih dengan batu safir di ujungnya. Perlahan-lahan, batu safir itu bersinar mengikuti gerakan pria tua itu. Di saat yang bersamaan, cucunya menunduk dan mulai membaca mantra, sehingga segumpal lendir hijau yang berasap muncul di depannya.     

Angele mengenal mantra itu: Tembakan Asam. Angele mengangkat busurnya dan berjalan mundur. Panahnya tertuju kepada manusia singa di sisi kiri.     

ROAR!     

Lagi-lagi, manusia singa itu mengaum dan berlari ke arah si jubah merah.     

"Ledakan!" teriak si jubah merah tepat sebelum pedang manusia singa itu mengenai tubuhnya.     

Sebuah titik merah kecil muncul di depan pria itu dan berubah menjadi bola api oranye seukuran kepala manusia. Bola itu bertubrukan dengan si manusia singa dan meledak di udara.     

Kekuatan serangan itu membuat makhluk tersebut terdorong mundur hingga tidak dapat bergerak. Wajah si jubah merah menjadi pucat. Ledakan tadi terlalu dekat dengannya. Si jubah hitam segera menolongnya agar ia tidak jatuh tersungkur ke tanah.     

Manusia singa kedua mulai bertarung melawan Messi dan cucunya.     

Si jubah hitam memastikan bahwa si jubah merah sudah aman, lalu ia berbalik. Ia berhenti membaca mantra dan menunjuk ke arah manusia singa pertama. Makhluk yang telah terkena ledakan itu hendak maju menyerang mereka, namun ia terkena serangan sihir lagi, sehingga ia tidak bisa bergerak.     

Angele memanfaatkan kesempatan ini untuk segera menembakkan anak panahnya.     

Anak panah itu melesat dan menancap dahi manusia singa itu hingga menembus otaknya. Serangan itu sangatlah tepat dan kuat. Darah pun mengucur melalui panah, sehingga makhluk itu mundur terhuyung-huyung dan jatuh tersungkur ke tanah. Makhluk itu gemetar selama beberapa detik sebelum akhirnya berhenti bergerak.     

Setelah singa pertama mati, si jubah hitam bersiap-siap untuk menyerang lagi, namun ia tidak sadar jika singa kedua telah melompat ke arahnya, sehingga ia terkena serangan rantai palu singa itu. Kerasnya pukulan tersebut membuat matanya memutar ke belakang, dan ia pun memuntahkan darah. Kemungkinan besar, serangan itu menghancurkan beberapa tulangnya.     

Seketika itu, Messi dengan cepat menyerang punggung singa itu dengan telapak tangannya, hingga singa itu tersungkur dan tidak bergerak.     

Dengan menggunakan pisaunya, Messi menusuk leher singa itu. Darah mengucur deras dari lukanya dan menggenang di tanah.     

"Ini hanya awal petualangan. Waspadalah. Menurut tulisan dari para petualang lain, penjaga tempat ini akan muncul secara acak, sehingga makhluk yang kita temui akan sangat berbeda dengan makhluk yang mereka temui. Kita harus berjuang keras untuk masuk ke sini." kata Messi dengan nada khawatir sembari berdiri.     

Pria berjubah hitam terbatuk-batuk. Lukanya sangat parah, dan sepertinya tangan kanannya hancur terkena palu itu.     

"Messi… Mengapa kau tidak memberitahuku?! Kau sedang bertarung melawan singa itu!" teriak si jubah hitam dengan geram.     

"Aku tidak sengaja…" Messi mengangkat bahunya.     

"Sudahlah. Kita tidak peduli jika kau mati atau tidak. Seharusnya, kau lebih hati-hati dalam bertarung," kata si jubah merah, yang seakan tidak peduli bahwa si jubah hitam telah menyelamatkannya.     

"Kau!" Nafas pria berjubah hitam itu terengah-engah. Ia berusaha menahan diri agar tidak menghajar pria itu.     

Sementara itu, Angele terus memeriksa sekeliling mereka. Ia mengambil sebuah anak panah lagi dan menarik busurnya. Anak panah itu tertuju ke arah kolam.     

"Hei, ini bukan waktu yang tepat untuk berdebat. Kita harus bertarung melawan makhluk itu dulu." bisiknya lirih.     

Mereka semua berhenti berdebat dan melihat ke arah kolam.     

Seorang pria kuat tanpa busana perlahan-lahan memanjat keluar dari kolam. Air menetes ke tanah dari tubuhnya. Walaupun pria itu terlihat seperti seorang manusia dewasa, tidak terlihat adanya alat kelamin di antara kedua kakinya. Otot-otot pria itu terlihat sangat indah, seperti patung di museum. Seluruh tubuhnya bersinar emas.     

Pria itu tidak memiliki tangan, namun ia memiliki sepasang capit kepiting yang besar.     

Rambutnya acak-acakan, dan ia terus mengayunkan cakarnya di udara.     

"Penyusup… Matilah…" gumam pria itu dalam bahasa Vlasov.     

CHI     

Sinar keemasan yang menyelimuti tubuh pria itu berubah menjadi penghalang.     

"Itu kan Crab Man… Maksudku, Claw Warrior! Kita dalam masalah…" Angele mengenali makhluk itu, dan ekspresinya berubah. "Claw Warrior dewasa bisa menggunakan mantra pelindung…"     

"Claw Warrior…" Keempat penyihir itu menarik nafas.     

"Sial…" Wajah Messi menjadi pucat. "Kalian semua, siapkan sihir terkuat yang kalian miliki dan bertarunglah sebaik mungkin. Jika tidak, kita tidak akan bisa keluar dari taman ini hidup-hidup."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.