Dunia Penyihir

Lelang (Bagian 3)



Lelang (Bagian 3)

0Angele berhenti berbincang-bincang dan berdiri tanpa suara di depan dinding kaca sambil menyesap wine buah itu perlahan-lahan.     

Suhu ruangan ini sedikit lebih tinggi dari suhu di luar, sehingga Angele memutuskan untuk membuka bagian kerah bajunya dan menunjukkan dadanya yang berotot, sementara ia terus melihat ke arah aula dengan penuh perhatian.     

Aula itu semakin ramai karena semakin banyak orang yang masuk. Sepuluh menit kemudian, semua kursi di aula itu telah terisi, dan pintu ditutup. Dua orang pengawal berbaju zirah hitam lengkap dan bersenjatakan kapak berdiri di kedua sisi pintu itu.     

Seorang pria tua yang berkacamata berjalan ke arah panggung lelang sambil membawa palu. Rambut dan jenggotnya berwarna putih, dan ekspresi wajahnya serius.     

"Tuan-tuan dan nyonya-nyonya, selamat datang di Pasar Lelang Mincola. Saya Pierre dari Jalan Nalin, dan saya akan menjadi juru lelang kalian hari ini. Kupikir, semuanya sudah tahu apa yang akan dilelangkan hari ini, jadi pembukaannya cukup sampai di sini saja. Semuanya, lelang hari ini dimulai sekarang!" Tanpa membuang-buang waktu, pria tua itu mengetuk palunya.     

Setelah beberapa saat, aula menjadi sedikit sepi, dan perhatian semua orang tertuju pada panggung lelang. Beberapa orang masih saling berbisik, namun suara mereka tidak mengganggu proses lelang.     

"Barang lelang pertama hari ini adalah Pasir Perak dari bangsa duyung. Benda ini sangat indah dan berharga," teriak pria tua itu.     

Dua orang pria bertelanjang dada membawa sebuah kotak logam berwarna hitam, ditemani oleh dua orang pendekar berpedang. Kedua pendekar itu mengenakan baju zirah kulit, dan pandangan mereka terus tertuju ke sekeliling.     

Kotak hitam itu diletakkan di atas panggung dan dibuka oleh salah satu pria. Kotak itu berisi pasir perak halus yang sangat lembut dan bersinar di bawah cahaya ruangan.     

"Pasir Perak adalah salah satu komoditas ekspor bangsa duyung. Benda ini sangat langka dan dapat digunakan untuk menghaluskan kulit Anda jika digunakan saat mandi. Pasir ini juga bagus untuk perawatan kulit normal."     

Sebelum pria tua itu selesai berbicara, para gadis dan wanita di aula itu sudah tidak sabar.     

"2000 koin emas!" teriak salah satu wanita bangsawan berusia paruh baya seraya mengayunkan plang di tangannya.     

"2200!" Seorang gadis muda mengangkat plangnya.     

"2300!" sahut bangsawan lain.     

Harga pasir itu terus naik selama beberapa menit, dan masih banyak yang mau menaikkan harganya.     

Akhirnya, setelah beberapa saat, beberapa pelelang menyerah karena harga pasir itu menjadi semakin mahal. Namun, masih ada juga yang menaikkan harga.     

"5000 koin emas!" teriak seorang bangsawan remaja muda sambil berdiri.     

"6000," kata seorang bangsawan dari ruangan privat pertama di lantai kedua.     

"7000," Pandangan bangsawan itu tertuju ke ruangan privat pertama, dan lagi-lagi ia menaikkan harganya.     

"8000 koin emas," Pria di ruangan privat itu tidak berhenti.     

Seluruh aula terdiam mendengar angka itu, namun bangsawan muda itu masih berdiri. Ia menghapus angka pada plangnya dan menulis angka baru.     

"10000!" teriak pria muda itu sembari mengangkat plangnya. "Aku akan membayar sepuluh ribu koin emas."     

Sebagian besar bangsawan lain menggelengkan kepala dan menurunkan plang masing-masing. Satu kotak Pasir Perak di pasaran berharga sekitar 6000 koin emas. Benda itu memang sulit ditemukan, namun mereka tidak mau membayar 10000 koin hanya untuk membelinya di pasar pelelangan.     

Di dalam ruang privat pertama.     

Tinos mendengus kesal. "Serius? 10.000 koin emas untuk membeli sekotak Pasir Perak? Pasir Perak dijual di pasar pelelangan setiap bulan. Mengapa orang ini tidak mau melepaskan benda itu?"     

Jelas bahwa Tinos tidak terlalu peduli tentang pasir itu, dan ia hanya mau memenangkan pelelangan tersebut.     

Angele menggelengkan kepalanya. Ia merasa sangat santai saat bersama Tinos, seorang pria cantik yang sangat egois, keras kepala, namun sangat sederhana dan tidak suka diperlakukan sebagai bangsawan kelas atas. Walaupun Tinos tidak menyukai perlakuan seperti itu, tidak ada yang mau berhenti bersikap seperti itu padanya hanya karena ia meminta. Banyak bangsawan yang segan kepadanya karena status sosialnya.     

Selain Angele dan keluarganya, tidak ada yang mau memperlakukannya selayaknya teman biasa.     

Tinos menganggap Angele sebagai teman sejati setelah pertarungan melawan Glowing Elephant beberapa waktu lalu. Tinos menyukai Angele karena remaja itu tidak peduli akan posisinya, hingga ia menganggap Angele sebagai satu-satunya teman baik yang ia miliki.     

"Dasar tolol!" Tinos memandang pria muda pemenang lelang dengan tatapan geram.     

Palu sudah diketuk, dan tidak ada lagi yang mau menaikkan harga, sehingga Pasir Perak terjual pada pria muda itu dengan harga 10.000 koin emas.     

"Tunggu!" teriak pria muda itu. "Aku ingin semua tahu bahwa aku akan memberikan sekotak Pasir Perak ini kepada Tuan Tinos! Aku sangat mengaguminya!"     

Pria muda itu membungkuk hormat ke arah ruangan privat pertama. "Tuan Tinos, terimalah hadiah tulus dari pengagummu ini!"     

Semua orang di aula tertawa dan bertepuk tangan.     

"Rogen, kau murah hati sekali," kata para bangsawan yang mengenal pria muda itu.     

Sementara itu, wanita dan gadis-gadis bangsawan di sekitarnya menatap pria itu dengan pandangan iri.     

Di ruangan privat pertama.     

Angele tak sanggup menahan tawa dan menoleh ke arah Tinos.     

"Ada yang ingin membuatmu senang. Aku akan senang jika ada yang memberiku 10.000 koin emas, apapun alasannya."     

Ekspresi Tinos terlihat sangat gembira.     

"Hah, setidaknya dia tahu apa yang terbaik." Tinos tidak mengatakan apapun tentang pria muda itu, namun ia terlihat senang. Egonya naik karena hadiah pria muda itu.     

Bagi Angele, pemandangan ini sangatlah menarik. Rogen, dari Keluarga Michelle, membayar 10.000 koin emas untuk menyenangkan Tinos, dan membuat semua orang di sana mengetahui itu hanya dalam satu hari.     

Barang lelang selanjutnya adalah vas berbentuk leher angsa. Menurut juru lelang, vas itu berasal dari zaman Vlasov, dan usianya lebih dari 1000 tahun.     

Angele sama sekali tidak tertarik dengan benda antik, begitu juga dengan Tinos. Mereka berdua tidak menaikkan harga, dan harga akhir vas itu adalah 2000 koin emas.     

Setengah jam berlalu. Keempat benda selanjutnya adalah benda antik, sehingga benda-benda tersebut tidak menarik bagi Angele.     

"Selanjutnya adalah benda yang tak ternilai harganya dari pemilik keempat benda antik sebelumnya. Buku bersampul kulit dari era Vlasov, yang berusia lebih dari seribu tahun!" teriak juru lelang itu.     

Seorang wanita muda berbalut terusan putih berjalan ke panggung sembari membawa sebuah piring perak dengan buku seukuran kamus di atasnya. Sampul buku itu berwarna coklat, dan buku itu disegel dengan pita dari kulit.     

"Buku ini berusia lebih dari sepuluh ribu tahun, dan menyimbolkan pengetahuan dari penduduk Vlasov yang misterius. Kolektor buku sejati tidak akan melewatkan benda seperti ini!" lanjutnya.     

Angele berdiri di depan dinding kaca sambil memandang buku antik itu. Ia masih meminum wine-nya. Ia mengingat saat pertama kali melihat Green Ear Masa dalam perjalanan menuju Pelabuhan Marua, di mana ayahnya menceritakan tentang orang-orang Vlasov. Rasanya seakan semua itu baru saja terjadi kemarin.     

Angele mengingat ekspresi ayahnya yang sedih saat melewati reruntuhan Masa itu.     

"Angele, kau tahu bahasa ini? Maksudku, bahasa Vlasov." tanya Tinos dengan penuh rasa ingin tahu.     

"Sedikit," Angele berhenti berpikir dan mengangguk.     

"Apa yang tertulis di buku itu? Dapatkah kau membaca tulisan di sampulnya?" Tinos melanjutkan.     

"Di sampul buku itu tertulis "Paul-ku tersayang, Tuhan Memberkatimu". Sepertinya buku itu berisi cara-cara ritual tertentu, atau mungkin buku riwayat hidup," jawab Angele.     

"Ah, berarti buku itu tidak menarik." Tinos mengedikkan bahu.     

Harga buku itu telah mencapai 20.000 koin emas, dan orang-orang di dalam tiga ruangan privat lainnya juga berpartisipasi dalam acara lelang itu. Selain Angele dan Tinos, semua orang di aula itu juga ikut berpartisipasi, sehingga aula menjadi sangat ramai dengan kegembiraan para bangsawan itu.     

TAK!     

Palu telah dipukul.     

"34.000 koin emas. Selamat, Tuan Cains, buku ini telah menjadi milik Anda," kata juru lelang itu.     

Setelah lelang buku itu selesai, sebuah kotak putih besar perlahan-lahan dibawa naik ke panggung oleh 4 orang.     

"Benda ini adalah benda yang paling dicari di acara lelang ini." Sang juru lelang membetulkan kacamatanya dan mengambil secarik kertas yang berisi informasi dari meja.     

"Batu permata indah yang melambangkan kebebasan dan impian, batu terindah dan terlangka, Stone of Lisa!"     

Kotak putih itu segera dibuka setelah sang juru lelang menyelesaikan perkataannya. Di dalam kotak besar itu, terdapat kotak kecil yang terkunci. Seorang gadis membuka kotak itu, namun ada kotak lain yang terkunci di dalamnya.     

Seorang gadis lain membuka kotak itu menggunakan kunci yang berbeda, dan terdapat kotak hitam, yang berbentuk wajik dengan ukiran berbagai macam pola, di tengahnya. Pola itu terlihat seperti mawar berwarna perak kebiru-biruan.     

Seorang gadis lain perlahan-lahan membuka kotak hitam itu dengan kunci yang berbentuk aneh. Cahaya terang bersinar dari kotak itu setelah tutup kotak benar-benar terbuka.     

Saat kotak telah terbuka, semua orang di ruangan itu berdecak kagum.     

"Tidak mungkin…"     

"Inilah batu permata terindah yang kulihat selama hidupku…"     

"Stone of Lisa… Benar, permata ini adalah permata terindah di bumi…"     

Semua wanita bangsawan di sana terlihat kagum, hingga lupa menutup mulut mereka, sementara orang-orang lain berdiri dan memuji permata itu.     

Permata berbentuk oval seukuran telur tergeletak di atas kain sutra berwarna hitam. Pantulan cahaya dari batu itu terlihat seperti pelangi.     

Angele menatap batu itu, tapi ia tidak merasa gembira dan kagum seperti bangsawan lainnya. Ia telah melihat batu-batu permata yang jauh lebih indah di bumi, sehingga ia tidak terlalu tertarik dengan permata ini.     

Namun, Tinos terlihat sangat tertarik pada batu itu.     

"Stone of Lisa, batu permata paling murni di dunia. Kau bisa meletakkannya di istana sebagai hiasan, namun selain itu, untuk apa?" Angele mengedikkan bahunya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.