Dunia Penyihir

Undangan (1)



Undangan (1)

0Setengah jam berlalu.     

Angele mengajari Tia beberapa gerakan teknik berpedang dasar, lalu ia memutuskan untuk menyudahi latihannya di hari itu. Ia memasukkan pedang crossguard-nya kembali ke dalam sarung dengan hati-hati. Pandangannya tertuju ke arah langit, di mana awan hitam tebal menggulung, seakan ada badai yang akan datang.     

Angin dingin bertiup di halaman yang semakin gelap itu, menggantikan kehangatan dan cahaya dari sinar matahari. Beberapa hari terakhir, cuaca di kota itu sangat panas, namun semua panas itu hilang digantikan dingin yang menusuk tulang. Angele berjalan mendekati sumur, meletakkan pedang crossguard-nya, dan mengelap keringatnya dengan handuk hitam.     

"Mengapa kau masih disini? Pulanglah dan pelajari kembali semua yang kuajarkan hari ini," kata Angele seraya menoleh ke belakang. Tia masih berdiri di dekat pintu. Ia sangat senang dan tidak menyangka jika Angele mengizinkannya untuk tinggal. Dengan wajah penuh kegembiraan, gadis itu mengangguk.     

"Baik, Tuan. Terima kasih! Saya akan pergi sekarang." Tia berbalik dan hendak keluar, namun ia dihadang oleh beberapa pria kekar berbaju zirah logam. Kedua pria itu mendorong Tia, dan menatap Angele.     

"Permisi, apakah kau Angele Rio?" tanya salah satu pria itu.     

"Siapa yang mengizinkanmu masuk?" tanya Angele dengan nada mengancam.     

"Aku masih seorang bangsawan, dan kau sudah seenaknya masuk ke rumahku. Aku tidak percaya Kota Lennon memiliki pengawal kurang ajar seperti kalian," lanjutnya.     

"Kita hanya mengerjakan tugas. Tidak pantas kau memanggil kami kurang ajar!" teriak pria kedua dengan suara berat.     

"Dasar sampah." kata Angele dengan ekspresi dingin.     

"Katakan itu lagi, dan kau akan menerima akibat kesombonganmu!" teriak pria pertama. Tangannya bergerak menuju pegangan pedangnya.     

"Coba saja, dasar sampah." Angele memegang pedang crossguard-nya, sehingga pria itu semakin marah.     

"Sudahlah, Morph. Kita masih menjalankan misi!" Pria kedua menghentikan Morph dan menenangkannya.     

"Maafkan kami telah memasuki halaman belakang rumah Anda tanpa izin. Kami telah bersalah," kata pria itu sambil membungkuk hormat kepada Angele.     

"Kami adalah petugas Keamanan Kota. Kami datang untuk memeriksa izin tinggal Anda. Kami terkadang melakukan pemeriksaan ini, jadi mohon bantuan Anda untuk menunjukkan izin tinggal Anda," kata pria itu.     

"Bagus, aku suka kesopananmu. Namun, kalian masih seenaknya masuk ke propertiku dan membuatku marah. Aku tidak ingin menunjukkan izin tinggalku. Kalian boleh pergi sekarang," kata Angele setelah menenangkan diri.     

"Kau!" Morph menatap Angele dengan marah, dan bersiap-siap menarik pedangnya.     

"Morph!" Pria itu kembali menghentikannya.     

"Tenangkan dirimu! Kau akan dihukum lagi jika kau tidak mengubah sikapmu!" lanjut pria itu.     

"Tenanglah. Kurasa tugas kalian di sini sudah selesai," bisik Angele. Pandangannya tertuju kepada kedua pengawal itu. Tiba-tiba, terdengar derap langkah kaki orang-orang berbaju zirah lengkap yang masuk ke halaman belakang.     

"Minggirlah, Nak." Kedua petugas itu didorong oleh seorang pendekar berbadan kekar.     

"Tapi…!" Lagi-lagi, Morph marah, namun temannya menghentikan dia.     

"Ini tempatnya." Sekelompok prajurit berbaju zirah lengkap berjalan masuk ke halaman belakang. Ketuanya adalah pendekar berbadan kekar dengan bulu burung hitam di helm-nya. Ketua itu sama sekali tidak mempedulikan kedua petugas yang baru saja didorongnya.     

"Maafkan kami, Tuan Angele. Kami melihat pintu Anda telah terbuka, dan mendengar suara pertikaian, jadi kami langsung masuk untuk melihat apa ada yang bisa kami bantu." Ketua kelompok itu membungkuk hormat kepada Angele.     

"Kau terlalu lamban." Angele menggelengkan kepalanya, meletakkan handuk hitamnya dan pedangnya, dan berjalan masuk kembali ke rumah sambil membawa pedang crossguard.     

"Kalian keluarlah. Aku mau ganti baju," kata Angele.     

"Kau!" Walaupun Morph masih sangat geram setelah didorong oleh kelompok prajurit ini, ia sadar bahwa Angele dan para pendekar pedang itu mungkin status sosialnya lebih tinggi ketimbang petugas Keamanan Kota. Temannya mengetahui hal ini, dan ia terus berusaha untuk menenangkan Morph.     

Para pengawal berbaju zirah lengkap itu adalah penjaga kompleks rumah walikota Lennon. Ketua kelompok itu bernama Gerac, seorang petarung tingkat ksatria yang terkenal dengan prestasinya. Ia mempertahankan pintu masuk kota sendirian selama 5 menit saat Perang Andrew. Ribuan prajurit musuh berusaha menyeruak masuk ke kota, namun tidak ada satu pun yang berhasil. Semuanya mati di tangan Gerac, dan mayat mereka menumpuk seperti gunung di pintu masuk.     

Para penduduk menjuluki Gerac 'Macan Lennon'. Melihat orang yang berpengaruh seperti Gerac membungkuk kepada bangsawan yang baru saja tiba di kota, kedua petugas keamanan itu memutuskan untuk tidak mencari masalah dengan Angele.     

Gerac berteriak, dan semua prajurit lainnya keluar satu per satu dari halaman belakang rumah Angele. Hanya Tia yang masih berdiri di sana. Wajahnya pucat pasi dan ketakutan setelah melihat semua itu.     

"Wah, sepertinya mereka salah paham akan hubungan kita," kata Angele. Tia hanya bisa memandang remaja itu dengan kebingungan. Ia tidak tahu harus berkata apa.     

"Tidak apa-apa, itu baik untukmu." Tanpa menjelaskan apa pun, Angele masuk ke dalam rumahnya dan menutup pintu.     

"Tuan Angele… Dia pasti orang yang sangat berpengaruh…" Tia berdiri sendirian di halaman belakang. Ia tak tahu harus berbuat apa. Dia tidak menyangka dan tidak percaya jika orang yang memiliki status sosial seperti Angele akan tertarik dengan gadis lemah berpenampilan biasa seperti dirinya.     

Tia mengerti bahwa Angele hanya mau mengajarinya teknik berpedang, dan tidak menginginkan apapun darinya. Namun, ia sangat berterimakasih kepada Angele. Ayah gadis itu adalah seorang pemabuk, dan ibunya menghilang saat ia kecil, sehingga ia harus bergantung pada dirinya sendiri. Tak ada satu pun orang yang menolongnya. Saat ia berumur 9 tahun, ayahnya pergi meninggalkan rumah dan tidak pernah kembali.     

Karena kehilangan tempat tinggal, gadis itu hidup di jalanan selama beberapa bulan, sebelum akhirnya mendapatkan pekerjaan di kafe itu. Ia hanya ingin makan dan tempat tinggal, jadi pemilik kafe itu hanya membayarnya dengan makanan dan tempat tinggal. Ia tidak pernah dibayar dengan uang. Setiap hari, ia bekerja selama lebih dari 12 jam, dan jika ia melakukan kesalahan, pemilik kafe akan menghajarnya.     

Namun, Tia menanggung semua penderitaan itu tanpa mengeluh. Ia suka mendengarkan obrolan para pembeli setelah selesai bekerja. Dari obrolan mereka, dia sadar bahwa orang yang membawa senjata setidaknya akan disegani dan dapat melindungi diri sendiri.     

Tia berharap jika suatu hari nanti dia bisa membawa senjata sendiri, sehingga ia berlatih berpedang dengan menggunakan cabang pohon di waktu senggangnya. Namun, tangan kanannya terluka karena ia tidak tahu teknik berpedang yang benar.     

Angele membantu membetulkan gerakan gadis itu, sehingga kondisi tangannya tidak menjadi semakin parah. Jika saja gadis itu tidak bertemu Angele, tangan kanannya akan lumpuh suatu hari nanti. Ia ingin menjadi kuat, jadi ia akan terus berlatih setiap hari tanpa mengetahui cara yang benar dan tanpa mempedulikan rasa sakit itu.     

Angele sadar bahwa tangan gadis itu terluka sejak pertama kali ia melihatnya, namun Angele tidak menyangka jika gadis itu terluka karena berlatih pedang sendiri tanpa pelatih. Tia ingin menjadi semakin kuat. Ia bahkan tak mempedulikan rintangan yang datang. Angele suka semangat juangnya itu. Menurut Angele, walaupun gadis itu tidak bisa menjadi ksatria, dia masih bisa menjadi petarung hebat.     

Kesalahpahaman itu adalah bagian dari rencananya. Akan lebih baik jika mereka berpikir yang tidak-tidak akan hubungan mereka berdua. Dia tidak peduli apa yang dipikirkan Gerac akan hubungan mereka. Dia hanya mau gadis itu terlindungi dan diperlakukan dengan lebih baik, tanpa meminta imbalan apapun dari gadis itu.     

Bantuan ini bukanlah hal besar bagi Angele, namun cukup untuk mengubah drastis takdir gadis itu.     

Setengah jam kemudian.     

Setelah berganti pakaian dan membawa semua barang berharganya di dalam sebuah kantong kulit, Angele berjalan keluar dari kamarnya. Ia mengenakan kemeja putih, dengan pedang yang tersemat di pinggangnya. Ia melihat Tia masih berdiri di halaman belakang. Gadis itu terdiam dan tak tahu apa yang harus dilakukan.     

"Jika kau tidak mau pergi, berlatihlah teknik yang tadi kuajarkan. Aku akan kembali nanti malam," kata Angele.     

"Baik, Tuan Angele," Tia membungkuk hormat, dan remaja itu terlihat gembira.     

Angele berencana untuk menjadikan gadis itu sebagai muridnya setelah memeriksa kekuatan gadis itu dengan chip-nya. Ia menemukan bahwa Tia memiliki potensi untuk menjadi seorang ksatria kelak. Walaupun kesempatannya sangat rendah, gadis itu lebih berbakat daripada Angele dulu. Angele ingin mewariskan teknik berpedang dan memanahnya, sekaligus mencari orang yang bisa dipercaya dan mau menuruti segala permintaannya. Walaupun dia bisa melakukan semuanya sendiri, dia ingin menggunakan waktunya untuk belajar sihir dan bereksperimen.     

Tia adalah gadis muda yang rajin dan memiliki potensi hebat, sementara Angele memiliki waktu luang. Jika gadis itu bisa menjadi ksatria, Angele akan senang, namun jika tidak, Angele juga tidak peduli. Ia hanya melakukan apa pun yang ia inginkan.     

"Ayo kita pergi," kata remaja itu seraya berjalan ke arah Gerac.     

"Tuan Walikota sudah menunggu Anda di rumahnya," kata Gerac dengan hormat. Angele sudah tahu bahwa walikota itu akan merencanakan sesuatu setelah mengetahui kekuatan yang ia miliki. Sebuah kereta kuda hitam berukiran lencana sudah menunggu di luar toko. Lencana itu menggambarkan burung putih yang sedang terbang di antara bunga matahari. Bunga matahari itu terlihat seperti bunga kecubung, namun berwarna kuning keemasan.     

Namun, Angele tidak menyangka akan benar-benar diundang oleh Walikota Lennon ke rumahnya secara pribadi, sehingga dapat disimpulkan bahwa mereka sangat memperhatikan kekuatan misterius yang ia miliki. Angele masuk ke dalam kereta dan menutup pintu, lalu kereta itu berjalan perlahan-lahan dengan kawalan prajurit bersenjatakan pedang dan berbaju zirah lengkap.     

Kelompok itu langsung meninggalkan gang sempit tempat tinggal Angele. Saat Angele mengintip dari jendela, ia melihat jalan yang ramai dengan aktivitas orang-orang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.