Dunia Penyihir

Perjalanan (Bagian 2)



Perjalanan (Bagian 2)

0Angele menoleh ke arah sumber suara itu, dan mengintip melalui celah di antara pepohonan. Terlihat dua orang pria berpakaian baju zirah kulit berwarna cokelat yang sedang memanggang daging di perapian, dengan panci sup berwarna putih di sampingnya. Aroma itu sangat kuat, sehingga baunya dapat tercium dari jarak ratusan meter. Saat mendengar suara kuda, kedua pria itu menoleh ke arahnya.     

'Sepertinya mereka juga meninggalkan perguruan,' pikir Angele. Dia telah bertemu dengan beberapa murid yang hendak meninggalkan perguruan, namun ia tidak pernah menyapa mereka karena mereka tidak saling mengenal dan memiliki tujuan yang berbeda. Mempercayai orang lain adalah kegiatan yang tidak penting.     

Angele terus berjalan dan membiarkan kudanya berjalan perlahan untuk mengistirahatkan mereka sejenak. Setelah beberapa lama, ia memacu kembali kedua kuda itu, namun tiba-tiba terdengar suara orang mendekatinya.     

Angele sedikit menundukkan badannya ke punggung kudanya, dan melihat seorang remaja pria berpakaian zirah putih menunggangi kuda cokelat. Saat melihat Angele, pria itu terkejut, namun ia segera menyembunyikan ekspresinya sebelum memelankan lajunya. Angele pun memelankan lajunya.     

"Apakah kau tahu sejauh apa Dermaga Nick dari sini?" tanyanya.     

"Dengan kecepatanmu sekarang, kau akan sampai dalam 5 atau 6 hari," jawab Angele sambil tersenyum. Pria itu pun membalas senyumannya dan mengangguk. Keduanya segera memacu kuda masing-masing untuk berjalan lebih cepat.     

Tiba-tiba, Angele menarik pedangnya dari sarungnya. Tanpa peduli suara pedang yang menakuti kuda-kuda itu, ia tak ragu mengayunkannya ke arah perut pria berbaju zirah itu. Pria itu jatuh ke tanah dan langsung mati. Angele berhasil memotong perut pria itu. Darah yang mengucur dari perut pria itu membuat lumpur di tanah menjadi berwarna merah.     

Dia turun dan mencari benda berharga dari mayat tersebut, kemudian segera memacu kudanya dan berlari sekencang mungkin, hingga menghilang dalam derasnya hujan.     

Dengan wajah pucat, Angele segera memasukkan kembali pedang itu ke dalam sarungnya, dan mengulurkan tangannya untuk meraba punggungnya. Benar saja, ada luka berlubang yang mengucurkan darah. Dia segera mengambil sebotol Ramuan Pembeku Darah dan mengoleskannya pada luka itu.     

Luka itu mendesis, mengeluarkan asap hijau, dan menyerap ramuan itu.     

"Dia adalah calon penyihir tingkat 3. Jika aku tidak mendengar suara mantranya, aku pasti sudah mati," gumamnya. Mengingat penampilan pria berbaju zirah putih yang baru saja dibunuhnya itu masih membuatnya kaget. Pria itu memakai baju zirah berbahan kulit dengan lencana cincin perak.     

'Dia adalah calon penyihir dari Aliansi Utara. Aku tidak sadar bahwa mereka sudah sedekat ini. Sepertinya, mereka berencana untuk mengepung seluruh perguruan. Aku harus segera pergi.' pikir Angele sambil menggigit bibirnya. Ia pun menarik tali kekang kedua kudanya.     

"Cepatlah!" teriak Angele. Kedua kuda meringkik dan mulai berlari cepat.     

Mayat calon penyihir berbaju zirah putih itu terbelah menjadi dua dan tergeletak begitu saja di tanah berlumpur, sementara kuda cokelat tunggangannya mengelilingi mayat tuannya selama beberapa saat, sebelum akhirnya meninggalkan tempat itu entah kemana. Hujan menjadi semakin deras. Dua puluh menit kemudian, seorang pria berbaju putih keluar dari hutan.     

Pria itu sangat tua, dan wajahnya datar tanpa ekspresi. Dia berjalan mendekati mayat itu, berjongkok di sampingnya, dan mencelupkan telunjuknya ke dalam kubangan darah tersebut. Pria tua itu memasukkan jari telunjuknya ke dalam mulutnya, sembari memandang ke arah jalan menuju Kerajaan Ramsoda.     

Pria itu terlihat kecewa, namun ia tetap diam. Ia berdiri dan mengelap tangannya.     

Nafas Angele terengah-engah. Ia menundukkan badannya ke punggung kudanya. Setengah jam kemudian, ia memelankan kudanya dan berhenti, kemudian mengikat kedua kuda itu pada sebatang pohon. Angele duduk dan menekan luka itu dengan kedua tangannya.     

Ia baru saja membunuh seseorang hanya dalam hitungan detik. Namun, jika ia ragu setengah detik pun, mungkin sekarang dia sudah mati, bukan remaja itu.     

'Zero, apakah kau tahu mantra yang digunakan remaja itu?' tanya Angele sembari bersandar pada batang pohon.     

'92.7% kemungkinan mantra yang digunakan adalah Tembakan Kilat, dan senjata yang digunakan adalah jarum logam,' lapor Zero.     

'Tembakan Kilat…' Angele tersenyum kecut dan memeriksa lukanya. Luka itu sudah berhenti mengucurkan darah beberapa waktu lalu berkat bantuan Ramuan Pembeku Darah yang ia oleskan, namun ia masih harus mengeluarkan jarum itu dari lukanya. Untuk itu, dia membuka bajunya, dan memeriksa lukanya sekali lagi. Ia berusaha mencabut jarum itu dengan pisaunya.     

'Zero, dapatkah kau membantuku melihat luka ini dengan lebih jelas?' Zero segera menunjukkan luka itu sebagai hologram di depan matanya, sehingga jarum itu bisa ditemukan dengan cepat. Jarum tipis berwarna hitam itu hampir saja menusuk menembus perutnya.     

Angele mempersiapkan diri, dan sembari menahan rasa sakit ia membuka luka itu dan menarik keluar jarum itu dengan jarinya. Dia segera mengoleskan ramuan pembeku darah itu kembali ke luka tersebut, sehingga pendarahannya cepat berhenti.     

Dengan tangan berlumuran darah, Angele menggenggam jarum yang baru saja ditariknya.     

'Zero, dapatkah kau menganalisa jarum ini?' tanyanya.     

'Menganalisa… Nama material tidak diketahui. Material ini sangat keras dan mudah menghantarkan energi. Tidak ada informasi lain yang dapat ditemukan,' lapor Zero.     

'Seharusnya aku memeriksa mayatnya dengan lebih teliti… namun aku tidak ingin membahayakan diriku,' pikir Angele sambil menggelengkan kepala. Kekecewaan terpatri di wajahnya.     

Angele beristirahat sejenak, memakan daging, sayuran kering, dan meminum air yang dibawanya. Lalu, ia memberi makan kedua kudanya dengan kacang-kacangan. Tidak ingin membuang waktu, ia segera melanjutkan perjalanan setelah memberi makan kuda.     

Selama beratus-ratus tahun, Perguruan Ramsoda dan Aliansi Utara sudah menjadi musuh bebuyutan. Tidak ada yang ingat alasan permusuhan itu. Mereka hanya tahu bahwa Aliansi Utara memulai pertarungan ini, namun hal itu tidak cukup untuk memahami apa yang sebenarnya sedang terjadi. Sampai sekarang, Angele masih tidak tahu penyebab pengkhianatan Manas. Ia juga tidak tahu mengapa remaja yang baru dibunuh Angele itu tidak ragu mencoba membunuh Angele saat ia sadar bahwa Angele adalah calon penyihir dari Perguruan Ramsoda.     

'Sebagai seorang calon penyihir, aku tidak diperbolehkan untuk melihat bagian dokumen rahasia di perpustakaan. Sayang sekali,' pikirnya.     

Angele tahu jika ada 5 tingkat potensi sihir dan 3 tingkat calon penyihir, namun ia masih tidak tahu hirarki di antara para penyihir. Ia hanya tahu bahwa seorang penyihir pasti jauh lebih kuat ketimbang calon penyihir. Walaupun ia telah melihat pertarungan dua penyihir, ia masih tidak tahu akan hirarki kekuatan di antara mereka.     

Tingkat potensi sihir ditentukan oleh kemampuan mereka, sementara tingkat calon penyihir menentukan kekuatan seorang calon penyihir.     

Calon penyihir tingkat 1 adalah yang terlemah. Mereka adalah manusia biasa yang memiliki kekuatan mental dan daya tahan mantra yang sedikit lebih kuat dari orang pada umumnya. Bahkan, mereka mungkin lebih lemah ketimbang seorang petarung tingkat ksatria.     

Calon penyihir tingkat 2 jauh lebih kuat ketimbang tingkat 1. Dengan bantuan partikel energi dalam tubuh mereka, mereka bisa memperkuat diri. Mereka bisa melawan ksatria tingkat atas dengan mudah dengan bantuan beberapa mantra dasar.     

Calon penyihir tingkat 3 adalah calon penyihir terbaik. Mereka menguasai 5 mantra, dan dapat menggunakan partikel energi untuk menangkis sihir lawan ataupun serangan fisik. Ditambah lagi, mereka bisa memperbaiki dan mempercepat pembacaan mantra, sehingga sihir mereka bisa digunakan jauh lebih cepat. Kekuatan mereka jauh di atas kedua tingkat di bawahnya, jadi mereka hanya membutuhkan waktu beberapa detik untuk membunuh lawan. Jika mereka memiliki teknik bertarung, mereka bisa menggunakan mantra penambah kekuatan dan menjadi tak terkalahkan di medan perang.     

Remaja yang baru saja dibunuhnya menggunakan mantra yang telah diperbaiki. Karena Angele telah memiliki kekuatan seorang ksatria tingkat atas, kecepatannya sedikit lebih baik, sehingga ia bisa membunuh remaja itu sebelum remaja itu selesai mengucapkan mantranya. Jika saja Angele ragu dan memberi remaja itu waktu untuk menyelesaikan mantranya, mungkin sekarang Angele sudah mati.     

Setiap calon penyihir memiliki mantra kombinasi masing-masing. Di dunia ini, ada berbagai macam mantra dengan efek dan kekuatan yang berbeda-beda. Perguruan Ramsoda saja memiliki setidaknya seratus mantra. Mantra-mantra yang kuat sangat sulit dipelajari. Karena itulah, seorang calon penyihir akan menggabungkan beberapa mantra dasar agar sihir mereka menjadi semakin kuat. Ditambah lagi, organisasi penyihir mampu menciptakan banyak mantra baru, sehingga sangat sulit bagi seseorang untuk mengetahui dan mengenal semua mantra yang ada di dunia ini.     

Angele berpikir sejenak, sebelum memutuskan untuk berhenti dan membangun tenda di dekat pohon untuk beristirahat. Tenda itu ditutupi dengan linen abu-abu yang sebelumnya digunakan untuk melindungi perbekalan. Ia mendapatkan semua itu dari keluarga Ansett, namun ia tidak pernah menyangka akan menggunakan semua peralatan itu dalam waktu sedekat ini.     

Ia menambahkan lebih banyak daun di antara cabang-cabang pohon di atasnya untuk melindungi diri dari hujan yang semakin deras, kemudian ia mengikat kedua kudanya pada batang pohon. Angele mengambil tas-tas dari kudanya dan meletakkannya ke dalam tenda abu-abunya. Hujan pun menjadi semakin deras.     

Angin bertiup melewati pepohonan, sehingga cabang-cabang bergoyang dan terdengar suara krisik-krisik dedaunan. Tidak ada orang lain di sana. Angele duduk bersila sendirian dalam tendanya. Tempat itu dingin, gelap, dan sunyi.     

Dia tiba-tiba teringat akan ayahnya, yang masih dalam misi di Dataran Anser saat ia akan pamit pergi. Ia tidak tahu kabar Ayahnya setelah itu. Hari semakin gelap, seiring pikirannya tertuju kepada semua orang yang ia kenal.     

Dia teringat akan Manas, yang memutuskan untuk berkhianat, dan juga Ansett, yang kembali kepada orang tuanya.     

'Master Liliana, Yuri, Nancy…' Ia tidak tahu mengapa, namun pikirannya tertuju kepada semua orang yang ia kenal. Untuk pertama kalinya, ia merasa kesepian, dan tidak tahu apa yang menunggunya di masa depan.     

'Hujan sialan…' pikirnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.