Dunia Penyihir

Prosedur (Bagian 2)



Prosedur (Bagian 2)

0Angele menekan ujung teleskop yang ia pegang untuk membuatnya kembali ke ukuran normal.     

Ia kembali membuka lubang di sisi teleskop itu.Magic stone yang ia gunakan telah berubah kelabu. Sepertinya, berkomunikasi dengan teleskop itu membutuhkan banyak sekali energi.     

Angele menutup lagi lubang itu dan mengikat teleskop tersebut dengan tali berwarna hitam. Saat ini, teleskop itu sangat penting baginya, sehingga ia memutuskan untuk menjaganya baik-baik.     

"Air Asu… Aku telah menyelamatkan nyawanya, namun tidak kusangka ia akan memberikanku sesuatu yang berharga seperti itu begitu saja," Angele tersenyum dan menggosok dagunya.     

Ia melihat sekeliling dan menjentikkan jarinya, sehingga partikel energi angin yang diciptakannya itu mematikan lampu minyak. Ruangan pun menjadi gelap.     

Setelah itu, ia duduk bersila di tempat tidur. Ia menutup matanya dan mulai bermeditasi.     

Dua hari kemudian.     

Saat subuh.     

Di wilayah dalam perbatasan Liliado.     

Sebuah kota kelabu berbentuk kerang berada di tengah kepungan lautan hijau pepohonan, sehingga tercipta ilusi seakan-akan sebagian hutan telah menjadi abu.     

Dinding batu tinggi berwarna hitam memisahkan kota itu dari hutan. Ada empat pintu pada keempat sisi kota itu. Banyak orang yang masuk dan keluar sepanjang waktu.     

Hari itu cerah, dan angin sejuk bertiup. Burung-burung putih berterbangan dan bernyanyi di langit kota.     

Di gerbang barat kota, sebuah kereta kuda berjalan perlahan mendekati pintu kota. Kereta itu berbaur dengan kereta lainnya. Tiada hiasan atau pun lencana pada kereta itu.     

Kereta itu adalah bagian dari karavan asing. Kebanyakan kereta asing berwarna kelabu, dan kusirnya mengenakan syal putih. Pria-pria penumpang karavan memiliki jenggot tebal, sementara kebanyakan wanita penumpang karavan bertubuh tambun.     

Saat ini, karavan itu sangatlah riuh.     

"Greenwood! Sekali lagi! Lakukan itu sekali lagi!"     

Semua orang di jalan berteriak. Pandangan mereka tertuju ke arah kereta kuda di tengah karavan itu.     

Kusir kereta itu bertubuh kuat. Ia mengenakan syal putih di atas pakaian warna-warni khas bangsawannya. Jenggot tebal menghiasi wajahnya. Seekor elang hitam bertengger di bahu kanannya.     

"Greenwood! Tunjukkan kemampuanmu!" Pria itu mengelus elangnya perlahan.     

Elang itu terbang melesat ke langit. Ia berkicau seraya terbang berputar-putar. Kicauan burung itu terdengar seperti nyanyian yang indah.     

Semua penonton bertepuk tangan dan bersorak. Beberapa orang bahkan berhenti berjalan dan terpaku pada pertunjukan elang tersebut.     

"Greenwood memenangkan kontes berkicau khusus elang di provinsi selatan beberapa waktu lalu!" teriak pria tua itu dengan bangga.     

"Mana ada kontes seperti itu! Dasar si tua Bass!" Seseorang tertawa.     

"Jangan begitu, aku yakin bahwa dia berkata jujur. Dia sendiri yang menyelenggarakan kontes itu!" hina seorang pria lain.     

Semua orang di sana pun tertawa. Suasana di sana sangatlah riuh dan hangat.     

Seorang pria berambut pirang menjulurkan kepalanya keluar jendela seraya melihat sekelilingnya. Wajah pria itu pucat. Ia mengenakan pakaian kuning khas bangsawan dan terlihat sangat tampan. Pria muda itu memiliki tatapan tajam, dengan ekspresi yang lemah lembut dan tenang. Ia tidak terlalu peduli dengan pertunjukan elang bernyanyi itu.     

"Kita sudah sampai di Kota Emma, Master." Pria berambut pirang itu menutup jendela dan berkata kepada seorang penumpang di dalam kereta kudanya.     

"Ah, kita sudah sampai?" Seorang pria lain dengan rambut pendek berwarna pirang membuka jendela di seberang dan melihat sekelilingnya, "Benar, kita sudah dekat dengan kandang kuda. Beritahu orang-orang di belakang kita."     

"Saya mengerti." Pria berwajah pucat itu menjawab. Ia mengangguk paham, kemudian ia membuka pintu dan melompat keluar. Ia berlari ke kereta di belakang.     

Tiga kereta kuda perlahan-lahan meninggalkan karavan, sementara kusir ketiga kereta itu melapor pada para pengawal.     

Empat orang pemuda turun dari kereta terdepan. Mereka semua mengenakan pakaian khas bangsawan dengan berbagai warna. Dua di antaranya mengenakan jubah abu-abu dengan simbol salib tergambar di belakangnya. Melihat pakaian mereka, para pengawal segera membungkuk hormat.     

"Selamat datang!" Para pengawal membungkuk dan memberi salam. Mereka berdiri dengan tangan terkepal di samping badannya. Postur tubuh mereka tegak.     

Melihat siapa sebenarnya yang datang, semua pendatang yang hendak masuk ke kota menjadi ribut.     

"Itu para sosok misterius!"     

"Sosok misterius! Dia itu Master Michele dari Keluarga Nunnaly! Aku mengenalnya!"     

"Yang satunya adalah Nyonya Kelly! Aku pernah bertemu dengannya sepuluh tahun lalu."     

Orang-orang di sana mulai saling berbisik.     

Setelah menerima sapaan para pengawal, Michele dan Kelly berjalan mendekati kereta kuda di tengah.     

Seorang pria berambut pendek cokelat membuka pintu dan melompat turun. Tatapan pria itu sangat tajam seperti mata elang. Ia juga mengenakan jubah kelabu seperti Michele dan Kelly. Ia melihat sekelilingnya, dan ia melihat bahwa tidak ada yang mau bertatap muka dengannya.     

"Inikah tujuan kita?" bisik pria berambut coklat itu.     

"Iya, Master Angele." Kelly tersenyum.     

Angele mengangguk, menarik kerahnya, dan meregangkan tubuhnya. "Cepatlah, setelah ini aku masih ada urusan lain."     

Angele berperilaku seakan-akan dialah yang berkuasa, namun Kelly dan Michele memutuskan untuk memperlakukannya dengan baik dan menuruti semua permintaannya setelah melihat sendiri setinggi apa kekuatan mental Angele sebenarnya. Mereka tahu, jika Angele marah, Angele bisa membunuh mereka dengan mudah.     

"Bagus, semuanya berjalan sesuai rencana. Angele, istirahatlah hari ini. Kita akan bunuh dia besok." kata Kelly dengan santai.     

Angele mengangguk. Tiba-tiba, ia melihat ke arah kanan, di mana tebing yang ia lihat sebelum memasuki gerbang kota berdiri.     

"Apa!" seorang wanita muda berbalut terusan hijau langsung merunduk saat melihat tatapan Angele tertuju padanya. Ia sangat ketakutan, hingga menjatuhkan teropong perunggu di tangannya.     

'Dia bisa melihatku? Tidak mungkin! Dari jarak sejauh ini?!" Wajah gadis itu pucat karena ketakutan. Ia yakin bahwa pria itu sedang melihat ke arahnya, sehingga ia masih merasa ketakutan sampai sekarang.     

"Mengapa orang seperti itu membantu Kelly…" Wajah gadis itu memucat. Matanya mulai perih." Aku harus segera melaporkan situasi ini kepada Gondor!"     

Mengingat momen saat Angele menatapnya membuatnya gemetar ketakutan.     

"Orang-orang itu… Gondor adalah sosok yang baik, mengapa mereka mau membunuhnya begitu saja?!" Gadis itu menggenggam tangannya. "Keluarga Nunnally mempekerjakan orang yang kuat kali ini, aku harus segera pergi dan memberitahunya!"     

Gadis itu berlari menuruni tebing dan menghilang di balik gelapnya hutan.     

Dinding ruang belajar itu berwarna kuning dan penuh dengan berbagai macam hiasan mahal. Dua rak kecil berdiri di samping ruangan, namun rak tersebut tidak penuh dengan buku. Pada bagian tengah ruangan, terdapat meja berwarna putih.     

Di samping meja itu terdapat dua sofa, di mana Angele dan Kelly duduk saling berseberangan. Cahaya matahari yang cerah masuk ke dalam ruangan melalui jendela, sementara angin dingin bertiup ke dalam, hingga selambu melambai-lambai. Namun, Angele masih merasa sangat nyaman di sofa itu.     

Ada sekitar enam orang pelayan berdiri di samping mereka. Salah satu gadis dengan rok kelabu menuangkan teh dari teko tembaga kecil untuk mereka.     

Dua cangkir berisi cairan biru perlahan-lahan dihidangkan di depan mereka berdua. Bau manis susu memenuhi ruangan itu.     

Kelly mengambil salah satu cangkir dan tersenyum, "Cobalah, itu adalah minuman khas lokal, Silky Milk Tea."     

Angele mengambil salah satu cangkir perak dan menggerakkannya sedikit. Cairan biru yang jernih dan indah di dalamnya bergerak. Hanya dengan melihatnya, ia mengerti bahwa minuman itu bukanlah minuman biasa.     

Ia mencoba menyesap sedikit minuman itu. Pertama-tama, terasa sensasi manis susu, kemudian terasa sedikit asam dan manis dari bahan spesial. Rasa teh itu seperti yoghurt stroberi yang wangi dan kental.     

"Langsung saja, siapa musuh kita?" Angele meletakkan cangkirnya di meja dan bertanya dengan santai.     

Ekspresi Kelly berubah. "Kita bisa membunuh yang lain, tetapi masalahnya adalah Gondor. Seorang pria tua melindunginya, dan berdasarkan informasi yang telah kita kumpulkan. Dialah yang menyerang kita dari belakang beberapa waktu lalu. Tolong kami agar pria tua itu tidak mengganggu kita saat kita menghabisi Gondor beserta keluarganya."     

"Itu saja?" Angele mengangguk. "Pancing dia keluar, akan kuurus dia."     

"Terima kasih banyak." Kelly tertawa. "Maukah kau bertemu dengan kepala keluargaku?"     

"Tidak, terima kasih. Aku ingin istirahat dulu. Berikan aku sebuah ruangan."     

"Baiklah." Kelly menepuk tangannya. "Kau, antarkan tuan Angele ke ruangannya."     

"Baiklah, Nyonya Kelly." jawab gadis yang sedari tadi menuangkan teh untuk mereka.     

Setelah Angele keluar dari ruangan, Kelly bersantai sambil kembali meminum tehnya.     

"Nona Kelly, akhirnya kau kembali." Seorang wanita bangsawan paruh baya masuk dan berteriak. "Apakah kau bisa membunuh bajingan itu kali ini?"     

"Jangan khawatir, kali ini kita pasti akan mampu menelan bulat-bulat Keluarga Stephen," jawab Kelly, nadanya menghina.     

"Mata ganti mata, gigi ganti gigi." Kelly menggertakkan giginya, nadanya terdengar dingin.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.