Dunia Penyihir

Pemikiran (Bagian 2)



Pemikiran (Bagian 2)

0Angele terus berjalan seraya membaca ulang informasi pemberian Aqua. Dalam waktu sesingkat itu, Aqua telah mengajari Angele sebagian besar cara kerja sihir logam dan memberikan buku kecil berisi metode mempelajari Sihir Logam. Buku kecil itu juga berisi catatan-catatan dan detail mantra milik Aqua.     

Bagi seorang penyihir, membawa buku catatan adalah hal yang biasa, karena mereka tidak memiliki alat penyimpanan informasi di otak mereka seperti Angele. Mereka harus memperbaiki informasi yang telah mereka kumpulkan saat mendapatkan informasi baru.     

Tidak lama kemudian, Angele sampai di gerbang Kota Emma. Banyak kereta kuda dan petualang mengantri dan menunggu giliran pemeriksaan oleh para pengawal.     

Beberapa pengawal dari Keluarga Nunnally menyadari keberadaan Angele. Mereka melaporkannya kepada Kelly. Angele berjalan-jalan dan melihat barang dagangan para pedagang kaki lima selama beberapa saat, lalu ia kembali ke rumah Keluarga Nunally.     

"Apa?!" teriak Kelly. Wanita pundak itu diperban, namun ia tetap berdiri dengan geramnya. Teriakannya yang melengking menarik perhatian para pelayan di luar, hingga beberapa dari mereka mengintip ke dalam ruangan dengan penuh rasa ingin tahu.     

"Master Angele, Anda sedang bercanda, kan?" tanya Kelly. Ia sedikit menenangkan dirinya.     

Hanya ada Kelly dan Angele di ruangan itu. Angele sedang menyesap teh susu spesial yang disajikan para pelayan.     

"Aku tidak bercanda," Angele meletakkan cangkir kaca yang ia pegang. "Aku sudah mendapatkan apa yang kucari. Keluarga Stephen memberikanku semua yang kuinginkan beserta beberapa bonus, jadi aku memutuskan untuk tidak lagi terlibat dalam pertikaian Keluarga Nunnally dan Keluarga Stephen. Mengapa? Kau tidak terima dengan keputusanku?"     

"Yah… Tidak apa-apa…" Wajah Kelly menjadi pucat. Suaranya terdengar gemetar karena berusaha menahan ketakutannya. "Jika Anda sudah memutuskan, akan kupersiapkan kereta untuk Anda."     

"Tidak apa-apa. Aku akan tinggal di sini selama beberapa hari. Ada urusan yang harus kuselesaikan. Lagipula, kudengar ada acara perayaan di kota nanti. Aku cukup tertarik." Angele tersenyum tenang.     

"Yah… Bersenang-senanglah," jawab Kelly dengan suara berat.     

"Baiklah, sekarang aku permisi dulu." Angele berdiri dan pergi meninggalkan ruang pertemuan.     

Terdengar suara gelas yang terjatuh dan pecah saat ia menutup pintu.     

Tiga hari kemudian…     

Saat subuh menjelang pagi.     

Di ujung jalanan kelabu, terdapat sebuah rumah kecil yang dibangun dengan batu bata berwarna gelap. Asap putih membumbung tinggi dari cerobong. Pintu rumah itu berwarna hitam dan berhiaskan bunga-bunga kecil berwarna putih.     

Seorang pria bertubuh tinggi, berbalut jubah hitam, dan bertopi hitam berdiri di depan rumah tersebut. Jalanan masih sepi, dan angin dingin menusuk tulang. Kereta kuda hitam berjalan perlahan menyusuri tempat itu. Suara dari lonceng yang terikat pada leher kuda terdengar agak menyebalkan.     

Pria itu melepaskan topinya, sehingga rambut cokelat pendeknya menari-nari tertiup angin. Dia adalah Angele.     

Kereta itu menghilang di ujung jalan. Angele membersihkan debu dari pakaiannya dan mengetuk pintu.     

TOK! TOK!     

Ia menunggu selama beberapa saat, namun tidak ada yang menjawab.     

"Ada orang di dalam?" tanya Angele dengan suara berat, lalu ia mengetuk pintu lagi.     

"Sebentar…" Akhirnya, ada seseorang yang menjawab.     

Kriet…     

Pintu terbuka, dan seorang pria paruh baya berambut hitam berjalan keluar. Senyum tersungging di wajahnya.     

"Kau siapa?" Pria itu berhenti menyunggingkan senyum. Ia tidak mengenal Angele.     

"Aku adalah teman Gondor. Bolehkah aku masuk?" Angele tersenyum.     

"Tentu," Pria itu mengangguk dan tersenyum lagi.     

Pria itu berbalik dan berteriak, "Gondor, kemarilah! Temanmu berkunjung!"     

"Sebentar!" Suara Gondor terdengar dari dalam rumah.     

Setelah dipersilahkan masuk, Angele berjalan-jalan dan memeriksa sekelilingnya.     

Lantai kayu rumah itu berwarna merah, dan perapian hitam di ruang tamu berisi api merah yang menari-nari. Sebuah meja kayu kecil di tengah ruangan dikelilingi beberapa kursi. Meja itu berhiaskan bunga-bunga putih di tengahnya.     

Nyaris tidak ada dekorasi di ruang tamu itu. Hanya ada lukisan yang tergantung di atas tungku perapian. Lukisan itu menggambarkan seorang ksatria yang sedang bergerak maju menyusuri padang rumput dengan kudanya. Lukisan itu berwarna hitam putih, namun teknik pewarnaannya kurang baik.     

Pria paruh baya yang mengundangnya masuk terlihat sangat mirip dengan Gondor. Ia sedang mengelap telapak tangannya dengan menggunakan apron yang sedang ia kenakan.     

"Duduklah, Gondor akan menemuimu sebentar lagi. Aku harus menyelesaikan pekerjaanku di dapur."     

"Baiklah, terima kasih." Angele mengangguk dengan sopan dan duduk di salah satu kursi.     

Sesaat setelah pria itu masuk ke dapur, seorang gadis kecil berjalan keluar dari kamar di sebelah kanan. Gadis itu mengenakan piyama kelabu. Sepertinya ia baru saja bangun.     

"Kita… Kita kedatangan tamu?" Gadis itu berumur sekitar 4 sampai 5 tahun. Rambut hitam sepinggangnya terlihat acak-acakan. Gadis itu mengusap mata dengan tangan kanannya. Ia masih terlihat mengantuk.     

"Dia teman kakakmu" jawab pria itu dari dapur.     

Gadis itu menatap Angele dengan tatapan penuh rasa ingin tahu. "Di mana kakakku?"     

"Di kamarnya. Katakan pada kakakmu bahwa makan siang sebentar lagi siap."     

"Baiklah."     

Gadis kecil itu mulai berjalan ke kamar tidur di sebelah kiri, namun ia tersandung, hingga akhirnya terjatuh.     

BUK!     

Wajah gadis itu menubruk lantai.     

"Ibu! Kepalaku sakit!" rintih gadis itu dengan kerasnya.     

Angele terdiam. Ia sudah lama tidak melihat orang yang tersandung kaki mereka sendiri…     

Gondor membuka pintu dan berjalan keluar dari kamarnya. Saat melihat ke depan, pandangannya langsung tertuju pada Angele. Ia tidak menyangka jika pemuda itu akan mengunjungi rumahnya.     

"Sedang apa kau di sini?" tanya Gondor. Ia tidak mempedulikan adiknya yang masih menangis. "Oh, iya! Kau ke sini untuk mengambil benda yang dijanjikan guruku, kan?"     

Gondor mengingat perjanjian mereka di hutan - Aqua berjanji akan memberikan Angele buku dengan informasi lengkap tentang pola mantra Sihir Logam.     

"Bantulah adikmu berdiri dulu," Angele menunjuk ke arah gadis yang menangis itu.     

"Oh…" Gondor langsung berjalan mendekati adiknya. Ia membantu gadis itu berdiri, kemudian ia mengelus kepala dan wajahnya.     

Setelah beberapa lama, gadis itu berhenti menangis. Ekspresi wajah Gondor menjadi lega.     

"Tunggu sebentar. Akan kuambil sekarang." Gondor berdiri. Ia kembali ke kamarnya dan mengambil sebuah buku coklat tipis bersampul kulit.     

Gondor berjalan mendekati Angele dan menyerahkan buku itu.     

Setelah menerima buku pemberian Gondor, ia membuka dan mulai membacanya. Tidak ada hiasan pada sampul buku itu. Hanya ada tulisan "Dasar Sihir Logam" yang tertulis dengan tinta hitam.     

Buku itu ditulis dalam bahasa Byrun Kuno, bahasa yang sering disebut sebagai Bahasa Iblis karena bahasa itu dipercaya memiliki kekuatan misterius. Huruf bahasa Byrun memiliki bentuk yang aneh, hingga terkadang berubah menjadi rune atau simbol.     

Judul yang tertulis dengan bahasa Byrun itu terlihat seperti kelabang hitam. Mata merah di tengah kelabang itu menatap orang-orang yang mencoba membuka buku itu. Bagi Angele, gambar itu aneh dan mengerikan.     

Angele perlahan menekan buku yang tipis dan lembut itu. Ia tidak tahu kulit buku itu terbuat dari apa, namun buku itu terasa seperti tumpukan kain yang lembut dan ringan.     

"Bagus. Terima kasih. Aku pamit sekarang." Angele berdiri.     

"Tunggu. Maukah kau makan siang bersama kami?" kata Gondor. "Ayahku adalah koki yang ulung. Aku yakin bahwa kau akan menyukainya! Bahkan para kurcaci pun suka masakannya!"     

"Kurcaci? Maksudmu, makhluk berdarah campuran?" Angele tersenyum.     

"Iya! Makhluk berdarah campuran." Gondor tertawa dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal, sehingga ia terlihat seperti anak kecil, walaupun umurnya sama dengan Angele.     

Satu-satunya alasan Angele mengunjungi Gondor adalah buku itu, namun Angele memutuskan untuk menerima tawaran tersebut karena keluarga Gondor sangatlah ramah. Lagipula, ia ingin tahu lebih banyak tentang keluarga Gondor.     

Mereka duduk bersama-sama di meja makan. Berbagai macam hidangan tersaji di meja itu.     

Hidangan pertama adalah kubis gulung bertabur wijen hitam. Hidangan itu berbau wangi. Di sampingnya, terdapat sepiring crepes renyah berwarna kuning keemasan yang dipotong hingga berbentuk segitiga, dengan taburan daging cincang dan sayuran hijau. Ada juga foie gras yang dilumuri saus hitam, dan semangkuk salad sayuran berwarna-warni.     

Di depan Angele, terdapat mangkuk dan piring kecil. Berbagai macam peralatan makan diletakkan di samping piring tersebut. Aroma wangi makanan membuat Angele menjadi sedikit lapar.     

"Ambillah, cobalah ini." Gondor terus memberikan makanan pada Angele. "Sering-seringlah berkunjung ke sini. Gondor jarang mengundang temannya ke rumah semenjak ibunya pergi. Hanya kau dan Winnie yang mau mengunjungi kami."     

Angele terdiam. Piringnya penuh dengan crepes.     

"Terima kasih, pak. Aku tidak bisa makan sebanyak ini." kata Angele. Ia tidak terbiasa diperlakukan seramah itu.     

Adik Gondor mengunyah kubis gulungnya dan menatap Angele dengan penuh rasa ingin tahu.     

Gondor tidak mengatakan apa-apa dan terus makan. Ia hanya membutuhkan beberapa menit untuk menghabiskan 500 gram crepes.     

Angele memakan makanannya dengan perlahan. Rasanya sangat enak. Sesaat setelah Angele memasukkan crepes itu ke dalam mulutnya, Zero melapor bahwa makanan itu tidak beracun.     

Jelas bahwa ayah Gondor tidak peduli dengan identitas Angele, sehingga Angele kembali terdiam.     

Ayah dan adik Gondor mungkin tidak tahu apa yang terjadi di hutan beberapa waktu lalu, namun Gondor tahu yang sebenarnya. Ia masih memutuskan untuk mempercayai Angele dan memperlakukannya seperti teman dekat. Angele khawatir jika kebaikan hati dan kepolosan Gondor akan membunuhnya suatu hari nanti.     

Akhirnya, Angele sadar bahwa lingkungan keluarganya yang membuat Gondor mudah mempercayai orang lain.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.