Dunia Penyihir

Interogasi (Bagian 2)



Interogasi (Bagian 2)

0Angele mengernyitkan alisnya.     

"Beginilah keadaan tempat ini, kuharap kau memakluminya." Pengawal itu tersenyum. "Bawalah lampu ini untuk menghangatkan dirimu," ia menawarkan lampu itu pada Angele.     

"Tidak apa-apa," Angele mengangkat kerah bajunya dan berjalan masuk.     

Tidak lama kemudian, ia sampai ke sel berdinding batu. Di tengah sel itu, terdapat tangga berbentuk seperti sumur retak yang mengarah ke bawah tanah. Di bawah sana, terdapat obor-obor yang tergantung di kedua sisi dinding untuk menerangi jalan.     

Dari sini, suara-suara teriakan yang pilu itu terdengar semakin jelas.     

Angele berjalan menuruni tangga dan melihat barisan-barisan sel yang kosong di kedua sisi lorong. Noda darah dan kotoran manusia berceceran di dalam sel, sehingga bau busuk yang tajam tercium di seluruh area penjara bawah tanah.     

Sekelompok pengawal yang sedang berpatroli berjalan mendekati Angele dan membungkuk hormat. Ketua mereka memerintah anggota lain untuk tetap berpatroli, sementara ia membantu menunjukkan jalan untuk tamunya itu.     

Mereka berbelok ke kanan setelah melewati beberapa persimpangan, dan bau busuk di udara menjadi semakin menusuk.     

Ketua itu berhenti di depan sel sebelah kiri lorong dan membukanya dengan salah satu kunci.     

"Orang yang Anda cari ada disini, namun kusarankan Anda untuk tidak tinggal di sini terlalu lama. Dia sekarat, dan aku ragu jika ia akan tetap hidup besok." bisik sang ketua pengawal.     

Angele mengangguk dan berjalan masuk.     

Di sana, hanya ada setumpuk jerami sebagai tempat tidur. Wanita berpakaian terusan hitam terbaring diam di atasnya. Bau kotoran manusia bercampur bau luka yang membusuk memenuhi udara, sehingga Angele mengernyitkan alisnya karena mual.     

"Masih bernafas?" Angele menendang wanita itu dengan sepatu botnya.     

Wanita itu bergerak perlahan dan mengerahkan seluruh tenaganya hanya untuk bergerak. Ia menoleh ke arah Angele dan membuka matanya perlahan. "Siapa kau?" erang wanita itu dengan suara yang sangat lemah dan lirih.     

Angele baru sadar bahwa tubuh wanita itu sangat proporsional. Walaupun wajahnya tertutupi oleh topeng, dari matanya saja sudah jelas bahwa wanita itu sangat cantik.     

Namun, sekarang ia tidak peduli akan penampilan wanita itu – wanita itu tidak lebih dari sekedar alat untuk mencapai tujuannya. Selain itu, tempat yang sangat jorok ini membuatnya tidak bisa berpikir jernih.     

"Tempat persembunyian terakhir Snake of Sand Forest telah hancur. Kau akan disiksa sampai mati jika aku tidak menyuruh mereka untuk membiarkanmu hidup," jawab Angele santai. "Yah, sepertinya mereka salah paham dengan permintaanku dan menyelamatkan anggota yang paling cantik untukku. Aku hanya mau orang yang masih hidup dan bisa berbicara."     

Wanita yang terbaring di lantai itu menatap Angele. "Apa kau sedang memintaku untuk berterimakasih padamu karena telah menyelamatkan hidupku? Ha…"     

"Apa yang kau tertawakan? Sebagai seorang manusia biasa, seharusnya kau berterimakasih atas kebaikan hatiku."     

Angele memicingkan matanya.     

"Mati saja kau, dasar anak sialan! Dasar kecoa! Kau kira aku akan percaya padamu begitu saja?" Wanita itu berusaha berteriak sekeras mungkin. Sepertinya kemarahannya membuat pikirannya menjadi jernih.     

"Aku tidak tertarik dengan masalahmu dengan Kota Lennon. Aku hanya peduli tentang Dragon Scale Flower," kata Angele dengan tenang     

"Heh… Kau pikir Snake of Sand Forest adalah satu-satunya harapan kami?" kata wanita itu dengan penuh hinaan. Tatapannya masih tertuju pada Angele. "Tunggu saja, Vansalla akan membawa harapan untuk kita!"     

"Sekali lagi, aku tidak peduli dengan apa pun yang kau lakukan. Aku hanya mau tahu lokasi Dragon Scale Flower. Jika kau memberitahuku di mana bunga itu, mungkin aku akan melepaskanmu."     

Angele memandang wanita itu. Walaupun ia tidak lagi membutuhkan bunga tersebut, ia masih ingin mencari bunga itu untuk ditukarkan dengan barang lain saat kembali ke sekolah nanti.     

Itulah mengapa Angele berusaha keras untuk mencari informasi tentang bunga itu.     

"Bangs*t!" umpat wanita itu.     

"Sudah kubilang, kau akan kubiarkan pergi jika kau memberitahu di mana aku bisa menemukan bunga itu," ulang Angele.     

"Aku tahu di mana bunga itu berada, namun untuk apa aku percaya padamu? Bajingan sepertimu tidak pernah menepati janji!" Wanita itu berpaling. Pandangannya tertuju ke arah dinding ruangan.     

"Kau…" Angele mulai gelisah.     

"Lakukan saja apa yang kau mau, bangs*t! Lebih baik bunga itu kuberikan pada anjing daripada kuberikan padamu!"     

"Kau mau apa? Katakan."     

Angele menenangkan dirinya.     

Tidak tahu apakah Angele benar-benar serius, wanita itu menghabiskan waktu lama untuk berpikir.     

"Bawa aku keluar dari sini dulu. Tempat ini sangat kotor," kata wanita itu.     

"Hah."     

Angele berbalik, berjalan keluar, dan berbicara kepada kedua pengawal.     

Sepuluh menit kemudian.     

Sekarang, mereka berada di ruang tunggu, dengan api unggun di tengahnya. Angele meminta para pengawal untuk meninggalkan mereka.     

Wanita itu berbaring di sebuah kursi panjang, sementara Angele menatap wanita itu dengan pandangan dingin dan berkata, "Sekarang, beritahu aku di mana aku bisa menemukan bunga itu."     

"Belum," jawab wanita itu dengan nada yang sama dinginnya. "Berikan aku segelas susu dan sedikit roti. Aku lapar."     

Tidak lama kemudian, para pengawal membawakan roti putih dan susu sesuai perintah Angele.     

Angele duduk bersila di kursi sambil menatap gadis itu memakan roti dengan cepatnya hingga nyaris tersedak beberapa kali.     

"Kau mau apa lagi? Katakan."     

Wanita itu mengangkat kepalanya dan berbicara. "Pertama, izinkan aku mandi. Kedua, keluarkan aku dari sini. Setelah itu, akan kuberitahu semua yang aku tahu tentang Dragon Scale Flower."     

"Baiklah."     

Menurut Angele, wanita itu tidak terlalu meminta banyak hal.     

"Siapa yang memberikanmu izin untuk melepaskan seorang tahanan, Master Angele!" Terdengar suara teriakan seseorang.     

Pintu ruang tunggu itu terbuka dengan keras, dan seorang pria tinggi berbaju zirah kulit berwarna putih berjalan masuk. Pria itu meletakkan tangan kanannya pada pegangan pedang di pinggangnya dengan ekspresi yang geram.     

"Siapa yang berani mempertanyakan permintaanku? Ksatria Ali…" Ekspresi Angele berubah, dan ia berdiri.     

Ksatria Ali adalah bawahan Keluarga Zweig, dan ia adalah salah satu pengawal di acara lelang beberapa waktu lalu. Entah mengapa, ksatria itu membenci Angele sejak pertama kali mereka bertemu. Ia langsung berlari ke penjara saat mendengar bahwa Angele sedang berusaha melepaskan salah seorang tahanan.     

"Tanpa izinku, tidak akan ada tahanan yang bisa lepas!" kata Ali dengan dingin.     

"Tanpa izinmu? Kau siapa? Kau cuma anjing dari Keluarga Zweig! Beraninya kau mempertanyakan keputusanku."     

Setelah mendengar perkataan itu, tiba-tiba Ali menatap Angele dengan geram dan menarik keluar pedangnya.     

Namun, sebelum Ali sempat menyerang Angele, terdengar suara para pengawal dari luar ruangan.     

"Tuan Siv."     

"Tuan Siv, Anda sudah kembali."     

Ali mengembalikan pedangnya ke dalam sarungnya, "Kau beruntung karena Siv sudah kembali, jika tidak, akan kutendang pantat orang sombong sepertimu, bajingan."     

Angele membalas dengan nada mengejek, "Hal yang sama bisa kukatakan padamu."     

Ali menatap Angele selama beberapa saat, dan akhirnya ia berbalik.     

SHING!     

Ali mengayunkan tangan kanannya, dan kilat perak melesat kencang ke arah wanita yang sedang duduk di kursi itu—benda itu adalah pisau perak.     

"Kau akan mati!" teriak Angele dengan geram.     

Angele menendang kursi itu dan melemparkan wanita itu ke lantai. Kecepatan reaksinya berhasil menyelamatkan nyawa wanita itu.     

Dengan tangan yang berselimut partikel energi negatif, Angele mencoba menyerang wajah Ali.     

Ali telah mengantisipasi hal itu, dan ia segera mundur.     

KLANG!     

Sebilah pedang besar berwarna perak menangkis serangan Angele, dan asap hitam di tangannya menghilang setelah pedang itu menyentuh tangannya.     

"Master Angele, tenanglah. Ksatria Ali tidak bermaksud melakukan itu."     

Seorang pria berbaju zirah putih berdiri di depan Ali dan segera memasukkan pedang besarnya kembali ke dalam sarung.     

"Tidak bermaksud? Ksatria Siv, kukira kau tidak memihak siapa pun dalam situasi seperti ini? Apa? Kau mau melindungi Ali?" Angele menurunkan tangannya dan bertanya dengan nada dingin.     

"Aku hanya mengikuti prosedur. Ini adalah penjara yang sangat penting, dan pertarungan dilarang di sini." Wajah Siv tertutup helm, dan nada suaranya terdengar datar,     

Wajah Ali berubah pucat. Ia berdiri di belakang Siv, dan akhirnya ia menyadari bahwa semua rumor tentang Angele adalah nyata."     

"Asap hitam apa itu? Ksatria Siv, kau melihatnya kan? Pemuda ini sedang mencoba membunuhku. Asap hitam itu pasti adalah kutukan yang mengerikan. Akan kulaporkan pada Harland bahwa pemuda ini sedang mencoba menyerang seorang ksatria formal!"     

"Ksatria Ali, tenanglah." kata Ksatria Siv dengan tenang.     

Ali menggenggam pegangan pedangnya erat-erat dan memandang Angele dengan tatapan geram.     

Namun, Angele tidak peduli. "Aku telah diberi kewenangan oleh Tuan Alford untuk memberikan perintah ke pihak kota, dan melepaskan seorang tahanan bukanlah pelanggaran aturan apa pun bagiku. Kau boleh laporkan aku pada siapa pun, tetapi jika kau mencoba menyerangku lagi, kau akan merasakan akibatnya."     

Ali membuka mulutnya dan berusaha mengatakan sesuatu, namun ia ragu dan akhirnya tidak jadi mengatakan apapun. Ia sadar bahwa Angele telah mencoba membunuhnya, jadi ia memutuskan untuk tidak memprovokasi remaja itu lagi.     

Awalnya, ia mengira jika kabar bahwa Angele telah membunuh seekor Glowing Elephant hanyalah gosip belaka, namun sekarang ia tahu kekuatan Angele yang sebenarnya setelah bertatap muka dengannya secara langsung. Untuk pertama kalinya, ksatria itu merasakan ketakutan akan bertarung dengan seseorang yang berkekuatan misterius.     

"Ayo kita pergi!" Ali berteriak dan pergi, sementara Siv membungkuk hormat kepada Angele sebelum pergi juga. Sepertinya, Siv memiliki urusan dengan Ali.     

Angele mengedipkan matanya dan berjalan keliling.     

Setelah beberapa saat, akhirnya ia duduk. Wanita itu telah bangkit dan menyandarkan punggungnya di dinding sebelah perapian. Ia menghabiskan waktunya untuk memikirkan sesuatu sambil melihat Angele berputar-putar     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.