Dunia Penyihir

Kedatangan (Bagian 2)



Kedatangan (Bagian 2)

0Walaupun signet Angele sangat kuat, ia tidak bisa menggunakan signet itu sembarangan. Ia harus menyembunyikannya dari orang lain. Darah kuno dari makhluk zaman sekarang nyaris tidak mungkin diekstrak, sehingga para penyihir veteran akan memaksanya untuk mengatakan metode ekstraksi yang ia gunakan jika mereka menemukan signet-nya.     

Ia memutuskan untuk menggunakan bom jantung sekali pakai saat benar-benar diperlukan, karena kualitas bom itu sangat tinggi, sehingga penyihir tingkat Gas biasa tidak akan bisa membuat bom sekuat itu.     

Dalam tim itu, tidak ada orang yang bisa dipercaya. Ia harus memastikan bahwa tidak ada yang tahu keberadaan chip rahasianya.     

Satu-satunya sihir yang bisa ia gunakan setiap saat adalah Sihir Logam, namun sihir itu tidak cukup kuat untuk melawan penyihir tingkat Cairan. Pada kedua pertarungan sebelumnya, ia bisa menang melawan penyihir tingkat Cairan karena bantuan signet-nya.     

Angele menatap kapal Kuirman selama beberapa saat sebelum berjalan kembali ke kabinnya.     

Tiga hari kemudian.     

Hari semakin sore. Separuh matahari telah terbenam di ufuk barat.     

Cahaya merah dari langit mewarnai lautan biru dengan semburat warna merah.     

Saat meninggalkan kabinnya, Angele melihat sebuah paus seukuran kapal. Kulit hitam paus itu berpendar keemasan.     

Pada sisi kiri paus itu, sekelompok lelaki yang bertubuh kekar dan membawa trisula perlahan berjalan mendekati permukaan laut.     

Dalam kelompok itu ada sekitar 20 orang. Mereka semua mengenakan baju zirah kulit berwarna biru, senada dengan warna kulit mereka. Telinga mereka berbentuk seperti sirip ikan.     

"Apa kalian pendatang dari Nola?" Ketua kelompok duyung itu bertanya.     

"Namaku Ainphent. Kau Sumail, kan? Sudahkah sang Pangeran menerima suratku?" Terdengar suara keras dari salah satu kapal.     

Para bangsa duyung di depan Angele terlihat mirip dengan manusia; satu-satunya yang membedakan mereka adalah warna kulit dan telinga mereka.     

Ketua kelompok duyung, Sumail, melambaikan tangannya dan memunculkan banyak duyung di sisi kanan kapal.     

Sebagian kecil duyung dari kelompok itu segera berpindah ke kapal Ainphent, sementara pemuda itu melihat ke kapal itu dan bersiap untuk bernegosiasi dengan para duyung.     

Dalam beberapa menit, para duyung sampai di kapal Ainphent. Sumail dan Ainphent saling berbisik.     

Angele berbalik dan melihat para pengikut Isabell sibuk berbincang-bincang di tepi kapal.     

"Di mana Master Isabell?" Angele berjalan mendekati mereka.     

Pria berambut pirang yang mengantarkan Minyak Mawar Hitam pada Angele berbalik dan membungkuk hormat.     

"Master Isabell sedang beristirahat di kabin. Saat ini, ia tidak ingin diganggu," jawab pria itu dengan sopan.     

"Siapa namamu? Mengapa kau menjadi pengikut Isabell?" tanya Angele. Ia ingin tahu lebih banyak tentang wanita itu.     

"Namaku Dell. Kami semua adalah adalah yatim piatu. Master Isabell menemukan dan merawat kami. Ia juga memberi kami tempat tinggal. Tanpanya, kita pasti sudah lama mati di jalanan,"     

Pria berambut pirang itu tersenyum kecut.     

"Jadi, itulah bagaimana Isabell bisa memiliki tiga Ksatria Agung sebagai pengikut…" Akhirnya, Angele mengerti.     

"Apa kau punya informasi tentang Master Ainphent?"     

"Master Ainphent…"     

Pria berambut pirang itu saling pandang dengan kedua pengikut lainnya.     

"Jujur saja, kami tidak pernah mendengar apa pun tentangnya, setidaknya tidak di Nola," jawab seorang Ksatria Agung wanita. "Sepertinya, 'Ainphent' bukanlah nama aslinya. Kurasa, ia mengenakan topeng sihir spesial… Tapi, ia pasti punya keluarga yang kuat, karena ia mengenal pangeran bangsa duyung."     

"Satu pertanyaan lagi. Kalian dari organisasi mana? Tidak apa-apa jika kalian tidak ingin menjawab."     

Ketiganya kebingungan dan saling pandang. Dell menatap Angele. Ia terlihat bingung.     

"Master Isabell tidak pernah memberitahumu?"     

"Tidak." Angele menggeleng.     

"Kami dari Keluarga Jones, bagian dari Menara Enam Cincin." Dell berbisik. "Keluarga Jones adalah salah satu dari tiga keluarga terkuat anggota Menara Enam Cincin, dan hampir sepertiga penyihir yang ada di organisasi itu sedarah dengan kami."     

"Keluarga Jones…"     

Angele mengingat nama itu.     

Waktu berselang, dan akhirnya Ainphent selesai bernegosiasi. Para duyung segera kembali ke kelompoknya.     

Perlahan-lahan, para duyung di atas paus itu tenggelam ke dalam laut.     

Tiba-tiba, terdengar gema suara teriakan Melissa.     

"Semua kapal, ikuti kapal Ainphent. Jangan memisahkan diri, karena kalian akan diserang oleh para duyung jika kalian terpisah."     

Perintah itu dikatakan dalam bahasa Anmag. Melissa mengatakan peringatan itu sekali lagi dengan bahasa yang berbeda.     

Angele melihat kapal Ainphent semakin cepat dan bergerak maju.     

Ia melihat kapal-kapal lainnya, lalu ia mendengar suara tapak kaki dari belakang.     

"Master Isabell."     

Ketiga Ksatria Agung dan para prajurit di atas dek itu membungkuk hormat.     

Angele berbalik dan melihat Isabell berjalan mendekatinya. Wanita itu telah berganti pakaian dan mengikat rambutnya. Sekarang, ia mengenakan jubah putih dengan bordir ungu.     

"Kita harus mencari jalan lain, para duyung tidak mengizinkan kita lewat karena mereka ada urusan disini." Isabell berkata dengan santai, namun wajahnya terlihat kelelahan.     

Angele tidak menjawab. Ia dapat mencium bau darah bercampur kayu yang terbakar di udara.     

Walaupun pemandangan di sekitarnya tidak terlalu jelas, ia masih bisa melihat apa yang terjadi di sisi kanan kapal.     

Kelompok-kelompok duyung sedang mengepung dan membakar sebuah kapal hitam besar. Bola api, tombak es, dan bola lendir asam bersinar beterbangan di udara.     

Kapal itu dilindungi oleh pelindung sihir, sehingga para prajurit duyung tidak dapat menyerang, namun hanya perlu menunggu waktu sebelum akhirnya pelindung itu hancur.     

Para prajurit di depan kapal membawa perisai kayu putih dengan hiasan berbentuk mata hitam di tangan mereka. Entah mengapa, sihir-sihir yang dilemparkan para duyung tidak mampu menghancurkan perisai itu.     

"Cepat atau lambat, pelindung itu akan hancur. Para duyung menunggu kesempatan ini," bisik Angele.     

"Suku-suku duyung mulai bersatu. Semenjak perang di zaman dahulu, mereka ingin mendapatkan kembali posisi mereka, dan satu-satunya alasan mereka tidak menyerang Nola adalah perjanjian kita. Tapi, sayangnya, situasi belakangan ini semakin buruk." Isabell menjelaskan, namun raut wajahnya mengatakan ia tidak sedang berbicara pada Angele. "Jika kapal itu bisa bertahan, kuharap mereka bisa kembali ke pulau dengan selamat…"     

Ketiga Ksatria Agung dan para prajurit telah lama meninggalkan dek, tidak ingin mengganggu pembicaraan mereka.     

"Setidaknya, mereka belum menyatakan perang pada Nola…" Angele tersenyum. "Sudahkah kau mencoba darah badak yang kuberikan dua hari lalu? Bagaimana hasilnya?"     

"Memuaskan." Isabell mengangguk. "Aku akan segera memulai ritual energi, tapi setelah kupikirkan lagi, nanti saja."     

"Kau yakin ingin melakukan ini? Jika tubuhmu berubah menjadi energi, kau tidak akan pernah mencapai tingkat selanjutnya. Jika tidak terpaksa, lebih baik jangan."     

Ekspresi Angele berubah serius.     

"Aku tidak akan melakukannya jika situasi mendukung. Jika tubuhku berubah menjadi energi, aku tidak akan lagi menjadi manusia seutuhnya…" Jawab Isabell dengan santai.     

"Tunggu… Jangan katakan padaku kau mau meminum darah badak itu? Itu akan sangat menyakitkan."     

Angele dapat mencium bau amis darah dari Isabell.     

"Aku tahu akibatnya. Kau pikir ini mudah? Aku tidak pernah bertanya padamu tentang aksesori berbentuk wajik di punggung tangan kananmu itu. Kau tahu mengapa, kan?" Sangat jelas bahwa Isabell tidak suka diinterogasi dan ingin menghentikan pembicaraan ini, "Kita semakin dekat dengan pulau. Aku harus bersiap-siap."     

"Baiklah."     

Angele memutuskan untuk berhenti – ini semua bukanlah urusannya. Di depan mereka, terlihat ujung pulau, sesuai perkataan Isabell.     

Kapal mereka berjalan melalui jalan alternatif, kemudian menurunkan semua prajurit itu pada daerah penambangan umum.     

Keenam penyihir itu turun dari kapal dan melanjutkan perjalanan bersama para pengikut mereka dengan menggunakan kapal kecil. Mereka akan pergi ke tempat yang masih belum dijamah bangsa duyung.     

Angele tidak tahu berapa lama mereka sudah berlayar.     

Kabut menyelimuti lautan, sehingga kapal kecil itu berjalan perlahan karena jarak pandang yang sangat rendah.     

Enam orang penyihir berdiri di atas dek.     

Di depan kapal, berdiri seorang wanita tua kurus berbalut jubah putih.     

Melissa sedang memegang sebuah plat batu abu-abu dan sebongkah batu merah. Keduanya dihubungkan dengan benang di masing-masing ujungnya. Batu merah itu bergerak-gerak menunjuk arah tertentu, seperti besi yang ditarik oleh magnet.     

Melissa menatap batu itu dengan ekspresi serius.     

"Kita semakin dekat. Di misi sebelumnya, aku sudah meninggalkan separuh batu ini di pulau, sehingga kita bisa bergerak melewati kabut ini," kata Melissa dengan santai.     

Ainphent dan Belem berdiri di belakang Melissa. Keduanya saling merangkul seperti pasangan yang sangat dekat.     

Kuirman berdiri di tepi kapal dengan tangan terlipat di dadanya. Ia menatap batu di tangan Melissa dengan seksama.     

Angele berdiri di samping Isabell. Tidak terlihat adanya ekspresi pada wajah mereka. Kabut menutupi sekeliling mereka, sehingga tidak terlihat sedikit pun lautan.     

"Kabut ini sangat tebal, jadi para pengikut tidak akan tahu kita ke mana dan tidak ada yang bisa mengikuti kita. Seharusnya kita tidak perlu membius mereka."     

Kuirman menggeleng.     

"Kau tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan."     

Ainphent menatapnya dengan bingung.     

"Itu dia!" tiba-tiba, Melissa berteriak.     

Seketika itu, daerah sekeliling kapal menjadi gelap.     

Kapal itu meninggalkan lautan berkabut dan memasuki sebuah daerah baru.     

Awan kelabu menutupi langit, sementara cahaya kebiruan menyinari lautan. Angele tidak tahu, apakah cahaya itu berasal dari matahari atau bulan.     

Kapal mereka bergerak mendekati sebuah bayangan raksasa di depan. Cahaya putih keluar melalui lubang-lubang pada gumpalan awan hitam di langit dan mendarat pada pulau itu.     

Pulau itu sunyi senyap dan misterius.     

"Itu dia!" Melissa mendongak dan menatap pulau itu dengan ekspresi lega.     

"Kita sudah sampai!"     

Perlahan-lahan, kapal bergerak mendekati pulau itu dan meninggalkan jejak putih pada lautan biru.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.