Dunia Penyihir

Kelompok (Bagian 2)



Kelompok (Bagian 2)

0Ainphent memperkenalkan Angele kepada anggota kelompok lainnya, namun mereka hanya melihatnya sekilas tanpa mengatakan apa pun. Angele berjalan mendekati sebuah kursi kosong dan segera duduk.     

"Beberapa hari lalu, aku menemukan orang baru. Ia baru datang ke Nola, seperti Green, tapi ia mengetahui sihir-sihir kuat."     

Sepertinya, Ainphent terus mencari orang baru setelah merekrut Angele.     

"Salah satu anggota kelompok kita keluar karena ada masalah pribadi, jadi aku harus merekrut orang baru."     

Ainphent mengedikkan bahunya.     

Anggota lain tidak menjawab. Mereka tidak terkejut dengan kejadian itu. Setengah jam berlalu, dan lagi-lagi, ada seseorang yang datang.     

Seorang pria tua botak bertongkat berjalan masuk. Seluruh tubuh pria itu tertutup jubah kuning gelap, sehingga hanya kepalanya yang terlihat.     

"Maaf, aku terlambat…"     

Pria tua itu memiliki tubuh yang kekar. Suaranya berat dan keras. Tanpa janggut pendek di wajahnya, ia akan terlihat jauh lebih muda. Raut wajahnya nampak serius, menunjukkan ia adalah tipe orang yang tidak mudah menyerah.     

Ainphent berdiri dan mengedipkan sebelah mata pada pria tua itu.     

"Pak Belem, akhirnya kau datang juga! Selamat datang!"     

"Ain, di mana bahan-bahanku?"     

Sepertinya, pria tua bernama Belem itu sangat menyukai Ainphent, sehingga ia tersenyum setelah mendengar sapaan pemuda itu.     

"Setelah misi ini selesai, aku akan meminta keluargaku untuk menyiapkannya. Tenang saja, aku selalu menepati janjiku," jawab Ainphent dengan santai.     

"Bagus."     

Belem mengangguk dan duduk di kursi kosong yang terakhir.     

Angele melihat pria tua itu mengelus kaki Ainphent di bawah meja. Ia pun bergidik, menggigit bibirnya, dan berpaling dari mereka.     

Melissa berdeham dan melihat seluruh ruangan.     

"Nah, karena semuanya sudah ada di sini, mari kita mulai membicarakan tentang misi ini.     

Penyihir cahaya bernama Isabell angkat bicara. "Aku akan membawa tiga pengikut dalam misi ini. Mereka semua adalah Ksatria Agung."     

Ainphent menatap Belem dan ikut bicara, "Aku punya 8 pengikut, 5 calon penyihir tingkat 3 dan 3 ksatria."     

"Itu terlalu banyak. Kita harus mendapat persetujuan bangsa duyung, dan tetap merahasiakan lokasi reruntuhan itu."     

Melissa mengernyitkan alisnya.     

Ainphent tertawa. "Tenang saja, Pangeran Nosdana adalah teman baikku, jadi persetujuan itu bisa kudapatkan dalam 5 menit. Lagipula, kau mengenal semua pengikutku, kan? Mereka ikut dalam misi sebelumnya, dan kau bisa mempercayai mereka."     

"Baiklah."     

Melissa melihat ke arah Angele dan Belem.     

Belem berhenti membelai kaki Ainphent, dan raut wajahnya kembali serius.     

"Aku punya dua pengikut. Keduanya adalah Ksatria Agung."     

Angele melihat sekelilingnya. Ia akhirnya mengerti bahwa semua penyihir di sana memiliki pengikut. Selama ini, ia selalu sendiri, karena ia memiliki terlalu banyak rahasia. Ia tidak ingin ada yang mengkhianatinya. Jika ia menginginkan pengikut, ia harus mencari orang yang kuat namun bisa dipercaya. Orang-orang seperti itu sangat sulit didapat, sehingga saat ini ia memutuskan untuk tidak memiliki pengikut.     

"Aku tidak punya pengikut," jawabnya dengan santai.     

Mendengar perkataannya, semua penyihir di sana sedikit terkejut.     

Pada umumnya, penyihir akan mencari pengikut dan pelayan setelah mencapai tingkat Gas.     

Namun tidak ada yang tahu bahwa Angele hanya membutuhkan waktu beberapa tahun untuk mencapai tingkat Gas.     

"Tidak apa-apa," Melissa menunjuk ke peta di mejanya. "Nah, sekarang bagaimana kalau kita membicarakan rencana kita dan rute yang harus kita ambil? Aku punya tiga rencana…"     

Sepuluh hari kemudian.     

Dermaga Banteng, area untuk umum.     

Gumpalan awan putih bergerak perlahan, menghiasi langit cerah berwarna biru.     

Angele duduk di atas dek kapal dan melihat sekelilingnya.     

Ukuran dermaga itu sangat kecil. Hanya ada beberapa jembatan kecil dari batu putih di sana.     

Lebih dari sepuluh kapal terparkir di dekat jembatan itu. Ukurannya berbeda-beda, namun masih lebih kecil ketimbang Harapan yang ditumpanginya saat pulang dulu. Setiap kapal dihiasi dengan bendera bersimbol harpa putih.     

Beberapa peleton prajurit sibuk menaiki kapal, sementara para penyihir memerintah mereka dari atas dek.     

"Master Melissa akan menaiki kapal pertama. Kita akan berpura-pura menjadi kapal khusus prajurit. Kita tidak ingin ada masalah." Terdengar suara wanita yang dingin dari belakang.     

Angele berbalik dan melihat Isabell menatapnya. Wajah cantiknya tidak menunjukkan ekspresi sama sekali.     

"Aku melihat Ainphent dan Belem berada di kapal yang sama…"     

Angele menyunggingkan senyum.     

"Aku tahu. Mereka menggunakan kapal yang sama dengan kapal untuk misi sebelumnya." Isabell mengangguk. "Kuirman ada di kapalnya sendiri, sementara aku di sini karena aku ingin membahas barter denganmu."     

"Kau punya Minyak Mawar Hitam, kan?" Wajah Angele berubah serius. "Apa yang kau inginkan?"     

"Aku punya empat kilogram penuh Minyak Mawar Hitam. Apa yang kau punya? Aku mau sesuatu yang harganya sama dengan minyak itu. Walaupun minyak itu tidak berguna bagiku, aku harus tetap mengikuti aturan."     

"Tentu saja. Bagaimana jika aku menawarkan satu botol Penetral Jacqueline?"     

Angele terdiam. Ia hanya memiliki satu ramuan tersisa. Ramuan itu adalah hasil percobaan meramu beberapa waktu lalu, dan itu adalah satu-satunya benda berharga yang ia miliki sekarang.     

"Tunggu, apa kau meramu ramuan itu sendiri? Kau bisa meramu?"     

Isabell terkejut.     

"Iya."     

Angele mengangguk. Walaupun ia tidak pernah belajar di bawah bimbingan seorang peramu resmi, ia memiliki cara meramu sendiri dengan bantuan Zero.     

"Kudengar bahwa Penetral Jacqueline sangat mudah ditemukan, namun sangat sulit untuk dibuat. Sayangnya, ramuan itu hanya bisa digunakan untuk membuat ramuan, sehingga ramuan itu tidak berguna bagiku. Sebenarnya, aku punya resep ramuan spesial. Jika kau bisa meracikkan ramuan itu untukku, akan kuberikan Minyak Mawar HItam itu. Bagaimana?" Tanya Isabell dengan serius. Sepertinya, ia benar-benar membutuhkan ramuan itu.     

"Kau ingin aku membuat apa?"     

Angele mengernyitkan alisnya.     

"Bahkan di Nola pun, tidak ada banyak peramu resmi, karena melatih peramu membutuhkan banyak sekali bahan-bahan. Ketiga organisasi besar pun bahkan tidak punya cukup uang untuk melatih peramu. Aku sudah mengunjungi lebih dari 50 peramu resmi, namun tidak ada yang bisa menuruti permintaanku. Jika kau bisa membuatkan ramuan ini untukku, akan kuberikan Minyak Mawar Hitam itu dan bayaran tambahan."     

Ini adalah kalimat terpanjang yang dikatakan Isabell semenjak mereka pertama kali bertemu.     

"Tanpa peralatan dan bahan-bahan, aku tidak bisa membantumu."     

Angele ingin tahu sesulit apa ramuan itu sebenarnya.     

"Itu bukan masalah."     

Isabell berjalan ke seberang dek. Tiga orang Ksatria Agung, sedang sibuk berbincang-bincang di sebelah kabin. Dua di antaranya adalah pria, dan satunya adalah wanita Mereka bertiga mengenakan baju zirah kulit berwarna hitam.     

Setelah melihat Isabell mendekat, mereka seketika berhenti mengobrol.     

Isabell berbisik kepada salah satu pengikutnya, dan pengikut itu segera berbicara pada seorang prajurit yang masih ada di atas jembatan. Prajurit itu mengangguk dan berlari ke tempat penyimpanan perbekalan.     

Dalam beberapa menit, sekelompok prajurit naik ke kapal; masing-masing membawa koper hitam.     

Setelah semua koper itu ditata rapi di atas dek, Isabell mengangguk dan berjalan mendekati Angele dengan wajah puas.     

"Kita akan menggunakan bubuk tidur setelah kapal bergerak agar tidak ada yang membocorkan lokasi kita. Setelah mereka tertidur, mulailah meramu," bisik Isabell.     

"Bubuk tidur? Mengapa? Kita para penyihir pun kesulitan memasuki reruntuhan itu. Lagipula, untuk apa kita membawa prajurit sebanyak ini?" tanya Angele.     

"Tidak semua penyihir cahaya bisa bertarung seperti penyihir kegelapan." Isabell menjawab dengan santai. "Seharusnya, semua benda yang kau butuhkan ada di sini, mulai dari peralatan hingga bahan-bahan. Cobalah kau lihat dulu."     

"Tidak semudah itu. Aku membutuhkan bahan-bahan khusus…" Angele terdiam. "Mungkin aku harus mencari bahan-bahan yang lebih baik saat proses peracikan. Tentu saja, resep sangatlah penting, tapi bukan berarti bahwa aku tidak bisa memperbaiki resep itu. Semua bahan ini mungkin memang penting, tapi aku butuh lebih banyak bahan."     

"Benarkah?"     

Isabell terlihat bingung. Sepertinya, ia tidak pernah membaca tentang tata cara meramu.     

"Yah, untuk sementara, tunjukkan contoh bahannya padaku. Mungkin aku bisa membuatnya tanpa bantuan bahan spesial. Tapi, aku tidak bisa janji."     

Angele menatap Isabell.     

"Baiklah."     

Wanita itu mengambil sebuah botol kristal kecil dari kantong yang tergantung di sabuknya.     

Botol itu berukuran sebesar jari dan penuh dengan cairan merah darah. Isabell menyerahkan botol itu pada Angele.     

"Itu adalah contohnya."     

Angele membuka penyumbat botol dan mengendus cairan itu. Ia mencium bau lemon bercampur berbagai macam bunga, lalu ia meminum sebagian cairan itu. Rasa cairan itu pahit dan pedas.     

"Ini adalah darah… badak bumi?"     

Angele tidak yakin apakah tebakannya benar.     

"Benar, itu darah dari badak bumi betina dewasa."     

Isabell mengangguk.     

"Jadi, kau ingin aku membuat ramuan dengan bahan ini? Bahan ini sangat tidak stabil. Jelas saja tidak ada peramu yang mau membuatkan pesananmu…" Angele mengernyitkan alisnya. "Darah badak biasanya digunakan untuk membuat ramuan peledak. Apa kau yakin kau ingin aku menetralkannya dan membuatnya menjadi ramuan biasa?"     

"Apa ada yang bisa kau lakukan?"     

Isabell menatap Angele.     

"Yah, aku bisa mencoba membuat darah ini menjadi netral, namun aku tidak yakin."     

Angele menggeleng.     

Isabell terlihat kecewa.     

"Baiklah, tapi pastikan sel darah itu tetap aktif."     

"Tidak masalah." Angele menunjuk ke semua koper-koper itu. "Kirimkan semua bahan-bahan dan peralatan itu ke kamarku, dan carikan akar segar dari pohon berkulit gelap."     

Angele berbalik dan berjalan kembali ke kamarnya sambil membawa botol pemberian Isabell di tangannya.     

"Akan kusiapkan Minyak Mawar Hitam itu untukmu," kata Isabell, yang dikirimkan dengan menggunakan partikel energi.     

"Aku membutuhkan waktu beberapa lama untuk bisa menyelesaikannya. Oh, jika kau menemukan jantung pohon di reruntuhan itu, tolong simpan itu untukku." Angele menjawab dengan partikel energi juga.     

"… Jantung pohon…" jawab Isabell. "Itu nyaris tidak mungkin…"     

Barter mereka sudah selesai. Minyak Mawar Hitam jauh lebih berharga ketimbang sebotol darah badak.     

Angele tidak tahu apa yang diinginkan Isabell, namun ia tahu bahwa gadis itu sangat membutuhkan darah badak yang stabil.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.