Dunia Penyihir

Tersisa (Bagian 1)



Tersisa (Bagian 1)

0Beberapa waktu ini, Angele mulai melihat hal-hal yang tidak bisa dilihat orang biasa. Ia menatap aksesori perak di punggung tangannya. Ornamen itu masih berpendar perak, namun entah mengapa sepertinya ornament itu semakin mengecil. Angele tak tahu apa yang terjadi.     

'Ah, seharusnya aku menghabiskan lebih banyak waktu mempelajari Nekromansi… Jadi, sekarang aku bisa melihat jiwa-jiwa penasaran dan kutukan yang menjadi nyata? Aneh.'     

Angele mengernyitkan alisnya dan menutup kembali tangannya dengan lengan baju.     

DUAR!     

Petir menyambar. Cahaya putih menerangi seluruh hutan sebelum bertabrakan dengan tanah.     

Angele mencari lebih banyak informasi dari pemburu itu, lalu ia memutuskan untuk mencari tempat berteduh. Pemburu itu menyarankan Angele untuk pergi ke menara, dan Angele pun setuju. Ia segera mengikatkan kuda dan keretanya ke pohon besar.     

Angele mengambil semua barang berharga dan menyebarkan partikel energinya di area tersebut sebagai alarm. Kemudian, ia mengikuti pemburu itu ke arah menara tersebut.     

"Aku sudah menyalakan api unggun di dalam. Kita akan tetap hangat jika kita menutup pintu."     

Pemburu itu berjalan di depan sebagai penunjuk jalan.     

Saat mereka berjalan, suara-suara gemuruh petir terus terdengar. Kilat putih menerangi hutan, sehingga pemandangan di sekitar mereka terlihat seperti berkedip-kedip.     

"Anda yakin akan meninggalkan kereta di sana?" tanya pemburu itu dengan lantang.     

"Tidak apa-apa. Jika ada yang berani mencurinya, aku bisa menemukannya dengan mudah."     

Angele tersenyum padanya.     

Penjelasan Angele membuat pemburu itu bingung, namun ia memutuskan untuk tidak bertanya lagi. Mereka berjalan melewati semak belukar. Rerumputan di bawah kaki mereka terasa seperti karpet yang tebal dan lembut.     

Akhirnya, setelah beberapa menit, mereka tiba di menara berdinding kayu itu. Angele berdiri di depan pintu selama beberapa saat, lalu ia berbalik dan melihat ke bawah. Ia memastikan bahwa ia tidak terlalu jauh dari keretanya.     

Pintu kelabu menara itu sangat tebal dan berat. Retakan-retakan di dinding menunjukkan bahwa menara itu telah dibangun bertahun-tahun lalu.     

Pemburu itu mendorong pintu itu kuat-kuat selama beberapa saat, sebelum akhirnya pintu itu mulai bergerak.     

"Pohon-pohon di sekitar menara ini terlalu tinggi, sehingga aku baru menemukannya hari ini. Lumayan bagus, kan?"     

Akhirnya, pintu itu terbuka perlahan. Angele dapat melihat bagian dalam menara itu. Namun, tidak ada benda apapun selain tangga ulir di tengah ruangan.     

Tidak ada sedikit pun sarang laba-laba. Mungkin pemburu itu sudah membersihkan menara ini. Sisa-sisa bara perapian berpendar redup di samping tangga, tapi masih ada sisa asap yang membumbung tinggi.     

Hangatnya api itu masih terasa di ruangan ini.     

Namun, Angele merasaka bahwa ada sesuatu yang tidak beres, sehingga bulu kuduknya berdiri.     

Ia melihat sekelilingnya, namun tidak ada yang mencurigakan. Sang pemburu berjalan mendekati perapian, menyentuh arang dengan sebatang cabang pohon, dan menyalakan kembali api itu, sehingga cahaya oranye menerangi ruangan dengan cepat.     

"Duduklah, Tuan. Maafkan aku, hanya ini yang kupunya."     

Pemburu itu meletakkan selembar selimut kelabu di samping perapian.     

Saat api unggun itu menyala, perasaan aneh tersebut hilang. Angele duduk bersila di dekat api, sementara sang pemburu mengambil selembar selimut lain dan duduk di seberang Angele.     

Pemburu itu meletakkan sebuah penyangga logam di samping api untuk memanggang daging yang ia ambil dari kantongnya.     

"Hei, saat pertama kali kau memasuki menara ini, apa kau melihat ada orang lain di sekitar sini?" Angele memutuskan untuk bertanya.     

Pemburu itu mengangguk. "Yah, aku menyalakan api dan bertemu denganmu saat aku menebang kayu. Saat aku masuk, tempat ini sangat dingin."     

Angele mengernyitkan alisnya dan terdiam. Hujan deras terus mengguyur seluruh hutan.     

Ia melihat keluar jendela, namun hujan yang sangat deras mengguyur seluruh hutan, sehingga tidak terlihat apa pun di luar. Angin masuk melewati celah-celah di pintu, sehingga menciptakan suara seperti hantu yang menangis.     

Tidak lama kemudian, hujan itu tiba-tiba berhenti.     

Dalam setengah jam, langit menjadi cerah, dan semua awan kelabu itu menghilang.     

Angele berdiri saat pemburu itu selesai memanggang daging rusanya. Permukaan daging itu terlihat renyah, dan baunya menggugah selera.     

"Tuan, apa Anda mau daging rusa?" pemburu itu berdiri dan bertanya.     

"Tidak, terima kasih." Angele mengambil beberapa koin perak dan melemparkannya kepada pemburu itu. "Terima kasih untuk informasi dan tempat berteduhnya, namun kusarankan kau tidak berlama-lama di sini. Tempat ini berhantu."     

Angele berbalik, membersihkan debu dari kemejanya, dan kembali ke kereta kudanya.     

Setelah mendengar perkataan Angele, pemburu itu hanya terdiam. Ia tidak menyangka dan tidak mengerti mengapa Angele berkata bahwa tempat ini berhantu.     

Setelah beberapa menit, ia menggumam, "Orang yang aneh…" Ia menghitung koin yang ia terima beberapa kali dan tersenyum. "Namun, ia murah hati."     

Pemburu itu kembali duduk dan mengambil daging rusa panggangnya. Ia membubuhkan bumbu di atas daging itu.     

Angele terus mengendalikan kereta itu menuruni jalan yang becek dan basah. Jalan di antara pepohonan terlihat tak berujung. Ia hanya melihat lumpur yang mengotori seluruh jalanan.     

'Zero, tunjukkan tingkat kekuatanku,' perintah Angele seraya sedikit memperlambat laju kudanya.     

'Memeriksa… Hasil transfer. Angele Rio: Kekuatan, 3.5. Kecepatan, 5.2. Daya tahan, 6.1. Kekuatan mental, 21.3. Mana, 20.7 (Mana akan bertambah seiring bertambahnya kekuatan mental). Batas gen telah tercapai. Keadaan: Sehat.'     

Angele mengernyitkan alisnya. Ia bermeditasi setiap hari semenjak ia berhasil melampaui batas, namun kekuatan mentalnya hanya meningkat 0.1 poin. Mana-nya pun masih lebih rendah dari kekuatan mentalnya. Artinya, sebagian kekuatan mentalnya tidak diubah menjadi poin mana.     

Kemungkinan besar, itulah efek samping dari mengkonsumsi Ramuan Timah Hitam. Walaupun ramuan itu membuat kekuatan mentalnya meningkat drastis, efek sampingnya sangat mengerikan. Belakangan ini, pertumbuhannya sangat lambat, yang kemungkinan disebabkan oleh ramuan itu.     

'Selanjutnya, aku akan mencapai tingkat Cairan, namun akan butuh lebih dari 30 tahun jika aku tidak mencari jalan pintas. Ditambah lagi, aku harus memurnikan kekuatan mentalku. Jika tidak, perkembanganku akan lebih lambat dari kecepatan normal.'     

Angele tahu apa yang harus ia lakukan selanjutnya.     

'Dalam waktu dekat, aku harus mencari cara untuk memfokuskan kekuatan mentalku.'     

Dengan bantuan Zero, ia mencari informasi tentang kekuatan mental dan membaca semua informasi itu sambil terus berjalan.     

Pepohonan di kedua sisi jalan jauh lebih tinggi dari sebelumnya. Angele menemukan banyak sekali persimpangan jalan, namun sekarang ia semakin dekat dengan Hutan Bayangan. Dalam dua hari ke depan, ia terus berjalan tanpa berhenti.     

Akhirnya, Angele tiba di perempatan jalan di siang hari. Hari itu berawan. Angin dingin bertiup menyelimuti hutan dan menggerakkan dedaunan.     

Di tengah perempatan tersebut, terdapat sebuah tanda jalan berwarna coklat, namun tulisan di tanda itu buram. Hujan membuat tulisan pada tanda tersebut semakin buram.     

Angele melompat turun dari kereta dan berjalan mendekati tanda itu. Hutan Bayangan berada di jalan sebelah kiri, yang telah dilaluinya dari "Menara Pengawal di Hutan" tadi, sementara kedua jalan lainnya mengarah ke dua kota kecil. Beberapa huruf nama kota itu telah pudar, sehingga Angele tidak tahu nama kedua kota tersebut.     

Angele menatap arah Hutan Bayangan. Jalan ke arah hutan itu sangatlah gelap karena pepohonan di kedua sisi jalan tidak membiarkan sinar matahari masuk sedikit pun, hingga terlihat seperti sebuah terowongan dengan pepohonan di kedua sisinya. Hanya ada secercah cahaya matahari dari samping, sehingga kontras cahaya dan kegelapan itu membuat cahaya tersebut terlihat seperti laser putih.     

Angele berbalik dan kembali menaiki keretanya.     

"Jalan!"     

Ia segera duduk, mengangkat tali kekang, dan mencambuk kudanya, sehingga ketiga kuda itu mulai bergerak ke kiri.     

Namun, entah mengapa, ketiga kuda itu berhenti di depan terowongan itu dan berjalan ke samping. Mereka terus meringkik dan menolak masuk.     

Angele merasa sedikit gelisah. Ia mencambuk kudanya beberapa kali, namun ketiga kuda itu tetap tidak mau bergerak. Ia menatap jalan yang gelap itu, lalu ia memasuki keretanya dan mengambil semua barang-barangnya.     

Setelah beberapa detik, ia melompat keluar. Sebuah busur perak panjang tergantung di punggungnya bersama satu kotak penuh panah perak. Ia mengenakan pelindung dada berwarna perak pula. Rambut cokelat panjang yang tergerai di atas bahunya membuatnya terlihat kuat dan liar.     

Karena tidak tahu apa bahaya yang ada di dalam hutan itu, ia membawa sekantong penuh perbekalan sebagai persiapan. Lagi-lagi, ia menyebarkan partikel energi Angin di sekitar kereta sebagai alarm jika ada yang berani mendekat.     

Akhirnya, semuanya sudah siap, dan Angele berjalan menyusuri jalan gelap yang akan membawanya ke Hutan Bayangan. Di sana, angin terasa hangat, sepoi-sepoi, dan beraroma bunga. Terlihat seekor kelinci abu-abu berdiri dan menatap Angele.     

KRAK!     

Tanpa sengaja, Angele menginjak sebatang cabang pohon.     

Kelinci itu menjadi ketakutan dan melompat ke dalam semak belukar.     

Angele terus berlari cepat dan menatap sekelilingnya. Gerakannya sangat cepat, dan pijakan kakinya meninggalkan jejak yang sangat dalam di tanah.     

Di langit, cahaya matahari terbenam memberikan suasana hangat pada gelapnya lautan pepohonan, namun awan-awan hitam terus berkumpul, sehingga perlahan-lahan tempat itu menjadi gelap.     

Setelah berjalan selama beberapa saat, Angele mengambil petanya, memeriksa lokasi, dan berbelok beberapa kali sebelum akhirnya sampai ke sebuah padang rumput yang kosong.     

Di tengah tanah lapang itu, berdiri sebuah pohon besar berdiameter lebih dari 10 meter. Cahaya matahari berwarna keemasan menembus celah-celah dedaunan pohon raksasa itu.     

Angele mengambil kepingan kayu milik Omicade dan berjalan maju hingga sampai ke akar pohon yang terlihat di permukaan. Batang pohon berwarna gelap itu mulai bergetar.     

Dua retakan merah gelap perlahan-lahan muncul pada batang pohon, lalu pohon itu terbuka dan memunculkan wajah yang lebar seperti wajah manusia. Cabang-cabang pada kedua sisi pohon berkumpul dan berubah menjadi sepasang lengan.     

"Kau Dryad, bukan? Aku membawa barang Omicade. Aku punya beberapa pertanyaan."     

Angele menatap pohon itu dengan penuh rasa ingin tahu selama beberapa detik, lalu ia melemparkan kepingan kayunya ke udara.     

Kepingan kayu itu ditangkap oleh cabang-cabang pohon yang berlekuk itu dan dibawa ke depan mata sang Dryad.     

"Benar, inilah benda yang kuberikan pada Omicade. Kau boleh bertanya apa pun yang kau inginkan."     

Suara Dryad itu parau dan berat.     

"Sekarang, di mana para Tree Elf yang dulu tinggal di Aliansi Andes?"     

Angele memutuskan untuk bertanya tentang ibunya dulu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.