Dunia Penyihir

Omicade (Bagian 1)



Omicade (Bagian 1)

0"Haha, Master Tymoral menghubungiku melalui teleskop beberapa waktu lalu, dan aku sudah mengirim pesan ke Arias. Kami sudah tahu siapa kau sebenarnya, jadi kami tahu apa yang paling kau butuhkan." Justin meletakkan kedua tangannya di meja.     

"Jadi, kau tahu masa laluku juga?" Angele menatap Justin.     

"Apa kau punya informasi tentang ibuku?"     

Justin mendengus.     

"Kita hanya punya info lama, tapi kuharap ini cukup untuk membantumu," Justin terdiam sesaat. "Ibumu, Kiran, muncul di hutan itu entah kapan dan dari mana. Berdasarkan penampilan dan perlakuannya pada kakakmu, kami menyimpulkan bahwa ibumu adalah seorang Tree Elf, Elf berelemen Angin yang hidup di hutan. Biasanya, mereka hidup dan mati di samping pohon kuno, namun mereka sangat suka bercinta dengan pria manusia yang kuat dan tampan. Mereka kembali ke hutan setelah anak mereka tumbuh. Hanya itu yang kutahu tentang ras yang sangat misterius itu.     

Ekspresi Angele berubah. Ia pun berpikir sesaat.     

"Jadi, ibuku bukan manusia. Ibu mengambil kakakku agar kakak bisa menjadi penerus keluarganya, dan aku ditinggalkan dalam asuhan ayahku karena alasan tertentu."     

"Benar sekali."     

"Bisakah kau menemukan satu saja Tree Elf untukku?" tanya Angele.     

"Sepertinya tidak bisa," Justin menggeleng.     

"Dahulu, Tree Elf ditangkap dan dijual sebagai budak karena mereka sangat cantik, sehingga sekarang mereka hanya akan mendekati manusia untuk keperluan reproduksi. Selain itu, mereka adalah ras nomaden yang suka berpindah-pindah ke beberapa hutan, sehingga kemungkinan besar mereka sudah meninggalkan tempat ini."     

Angele menutup matanya dan tidak menjawab pertanyaan Justin. Sepertinya, ia sedang sibuk memikirkan sesuatu.     

"Mereka nomaden, ya? Kalau begitu, aku tidak akan mencari mereka. Aku benci membuang waktu." Angele membuka matanya.     

"Informasi kami diperoleh dari salah satu Pangeran bangsa Tree Elf, pihak yang sempat barter dengan Aliansi Andes. Walaupun itulah satu-satunya kesempatan kami untuk bisa berkomunikasi dengannya, kami mendapatkan berbagai macam benda berharga dari pertukaran itu. Pihak Aliansi juga ingin mencari tempat tinggal mereka dan… yah, kurasa kau tahu yang kami ingin lakukan, tapi mereka langsung pergi tepat saat proses pertukaran selesai."     

"Aku mengerti. Manusia adalah makhluk serakah." Angele mengangguk.     

"Pangeran Justin, kapan barter itu terjadi?"     

"Lima tahun lalu." Justin menjawab.     

"Yah, sudah lama sekali." Angele mengerti bahwa ia tak mungkin mengejar Tree Elf itu, karena waktu sudah berlalu dan kemungkinan besar mereka memiliki cara khusus untuk menghapus jejak mereka. Angele yakin bahwa bangsa Tree Elf memiliki sistem sihir mereka sendiri.     

"Baiklah, aku akan kembali ke kereta dulu. Beritahu para pengawal jika kau perlu berbicara denganku." Justin berdiri.     

"Terima kasih atas bantuannya, Pangeran." Angele sedikit membungkuk.     

Justin dan putrinya berjalan kembali ke kereta kelabu di samping. Angele duduk bersila di samping jendela dan perlahan mulai bermeditasi.     

Hari semakin gelap. Setelah beberapa jam, Angele membuka matanya.     

'19.54'     

Ia mengambil sebuah jam kristal dan melihat waktu menunjukkan pukul 8 malam.     

Angele membeli jam kristal ini saat ia masih bersekolah di Sekolah Aliansi. Ia tidak menyangka bahwa kualitasnya akan sebagus ini. Tidak ada retak sedikit pun pada permukaannya.     

Kereta sudah berhenti bergerak. Angele mendengar suara-suara teriakan dan derap kaki para prajurit. Sepertinya mereka sedang bersiap-siap untuk berkemah.     

Angele membuka pintu kereta dan melihat sekeliling. Rerumputan dan pepohonan nyaris tidak terlihat di bawah redupnya cahaya malam. Hanya ada api unggun yang menyala di tengah kereta-kereta kuda. Beberapa orang prajurit sedang memberi makan kuda, sementara dua orang Ksatria duduk di samping api unggun sambil membersihkan senjata mereka dengan hati-hati.     

Melalui celah-celah di antara pepohonan, Angele melihat beberapa kelompok prajurit berpatroli di sekitar perkemahan.     

"Anda bermimpi indah, Master?" Setelah melihat Angele, seorang prajurit berkuda melompat turun.     

"Hari sudah larut, jadi kita harus berkemah disini. Koki kami sudah menyiapkan sup daging. Hidangan malam ini adalah crepes dan rebusan daging dan kentang. Kami juga punya beberapa macam buah di kereta perbekalan. Kuharap Anda menyukainya."     

Angele menggeleng. "Itu sudah cukup bagiku. Aku tidak menyangka kita bisa makan makanan hangat di perjalanan ini."     

Angele melihat ke bawah, ke arah kubus kayu berwarna cokelat di tangan kanan sang Ksatria.     

"Apa ini?"     

Melihat Angele menatap tangannya, sang Ksatria tersenyum dan menunjukkan kubus kayu itu pada Angele.     

"Hobiku adalah memahat. Aku selalu latihan memahat saat ada waktu luang. Maaf jika Anda tidak menyukainya."     

Angele menatap pahatan kayu itu dan melihat wajah yang tidak asing.     

"Isabelle?"     

Wajah Ksatria itu memerah. Ia langsung mengembalikan pahatan kayu itu ke kantongnya.     

"Tidak... Maksudku, iya... Tapi belum selesai."     

Angele tersenyum lembut dan menatap Ksatria muda itu.     

"Berapa lama kau mengabdi pada sang Pangeran?"     

"11 tahun…" jawabnya lirih.     

"Aku bisa merasakan cintamu pada putri kesayangan Pangeran itu. Sudah 11 tahun kau melihatnya tumbuh besar, kan? Aku percaya kau akan menjaganya dengan baik." Angele menepuk pundak sang Ksatria.     

"Aku bisa melaporkan ini pada sang Pangeran. Aku akan meyakinkannya untuk menikahkanmu dengan Isabelle. Bagaimana?"     

Wajah Ksatria itu terus memerah. Ia sangat terkejut hingga tak tahu harus berkata apa.     

"Bagaimana? Jika kau tidak mau, aku akan pergi makan sekarang." Angele berbalik.     

"Tolong... Kumohon, Master! Cintaku pada Isabelle sangatlah tulus!" teriak Ksatria itu dengan serius.     

Angele tertawa kecil. Beberapa hari terakhir ini, ia sedih karena kematian Maggie, tapi Ksatria itu membuatnya sedikit melupakan kesedihannya.     

Keesokan paginya, Angele mengunjungi kereta Justin. Ia telah memeriksa kejujuran pria itu dengan bantuan Zero. Angele merekomendasikan Ksatria itu pada Justin dan meyakinkan sang Pangeran bahwa Ksatria itu sangat mencintai putrinya. Tak disangka, ternyata Justin sudah tahu hal itu. Perkataan Angele membuatnya semakin yakin dan akhirnya menyetujui pernikahan itu. Ia sangat bahagia.     

"Ksatria Baudi melayaniku dengan baik selama 11 tahun. Aku tahu jika ia mencintai Isabelle." kata Justin sambil menyuapi anaknya beberapa potong jamur segar yang baru dimasak pagi ini.     

"Itulah mengapa aku tidak menyuruh Baudi, seorang Ksatria tingkat atas, untuk pergi mengabdi pada militer. Kurasa kau sudah tahu bahwa ia adalah Ksatria tingkat atas. Jika ia dapat berkontribusi pada suatu misi, ia akan diberi teritori kecil. Aku yakin bahwa suatu hari nanti, Baudi bisa menjadi Ksatria Agung."     

Angele juga sedang meminum semangkuk sup jamur. "Situasi ini baik bagi kedua pihak, kan? Baudi menghabiskan waktu senggangnya untuk memahat patung anakmu. Ia memahatnya dengan sangat cepat, menunjukkan bahwa ia sering berlatih selama ini."     

Kereta terus berjalan perlahan. Justin hendak mengatakan sesuatu, namun seorang penduduk berbahasa Rudin membuatnya terkejut. Orang asing itu mungkin sedang menanyakan rute suatu kota pada salah satu pengawal, sehingga kereta berhenti sebentar, sebelum akhirnya berjalan lagi.     

Setelah beberapa menit, Angele melihat kereta-kereta kuda putih terparkir di ujung jalan melalui jendela. Kereta-kereta tersebut bermuatan berbagai macam barang dagangan.     

"Karavan, ya?" bisik Justin dengan lirih.     

Para pedagang itu memarkir kereta kudanya di tepi jalan dan menunggu kereta kuda sang Pangeran lewat. Seorang pedagang berbaju hitam khas bangsawan berdiri di tepi jalan dan melepaskan topi sebagai tanda hormat pada kereta Justin.     

"Berdasarkan tanda mereka, sepertinya mereka sedang dalam perjalanan menuju Arias dan Sinbuck. Ratusan pendatang dan pelancong masuk dan keluar kota setiap harinya." Justin kembali menjelaskan.     

"Ratusan? Sekarang aku bisa membayangkan sebesar dan sesibuk apa Arias ini." Angele sedikit terkejut.     

"Tentu saja, Arias adalah kota terbaik di seluruh Aliansi."     

Angele mengobrol dengan Justin tentang kota itu sebelum kembali ke keretanya.     

********************     

Setengah bulan kemudian.     

Di siang hari.     

Di antara lautan pepohonan yang membentang, sebuah kota berbentuk kerang dilindungi oleh dinding-dinding tinggi yang terbuat dari bata hitam. Di dalam kota itu, berdiri begitu banyak gedung dan rumah dengan berbagai macam warna dan ukuran.     

Jalan kelabu yang lebar menghubungkan hutan itu dengan pintu masuk kota.     

Sebuah karavan berjalan perlahan mendekati gerbang kota. Setelah melihat ukiran di pintu kereta itu, semua orang berhenti dan menunggu di tepi jalan.     

Para pejalan membungkuk hormat saat mereka melewati kereta itu.     

Dua bukit yang tinggi berdiri di kedua sisi pintu masuk, dengan dua menara pengawas berdiri di masing-masing puncak bukit tersebut. Pintu besi yang besar dan berat tergantung di gerbang. Pintu itu diikat dengan ratusan tali yang tebal dan keras. Pintu dapat dijatuhkan kapan pun untuk menghalau orang yang tidak berizin.     

Perlahan, karavan itu memasuki memasuki pintu gerbang. Karavan itu bergerak melewati kedua dinding batu hitam yang halus. Dua baris pemanah berpatroli di atas dinding. Di dalam kereta hitam, seorang pemuda sedang memantau para pemanah itu dengan tatapan tajam.     

Pria itu berambut cokelat panjang. Kedua matanya cerah dan tajam. Ia mengenakan jubah hitam yang bersih dan rapi. Wajah pria itu pucat dan kulitnya bercahaya perak, seakan-akan tubuhnya tidak memiliki darah.     

Ia adalah Angele, yang sedang diundang ke ibu kota oleh pihak Dewan Perwakilan Aliansi.     

Angele mengulurkan kepalanya dan melihat para pemanah di atas dinding.     

"Pertahanan tempat ini sangat kuat..." gumam Angele sambil mengangguk.     

"Banyak sekali pemanah tingkat Ksatria di puncak dinding itu. Walaupun mereka belum mencapai tingkat atas, namun pihak kota sudah cukup bijak dalam membuat keputusan untuk memerintah mereka menjaga pintu masuk kota ini. Aku jadi ingin tahu, sekuat apa prajurit dan militer di kota ini. Aku yakin bahwa kota ini memiliki Ksatria Agung. Aku benar-benar ingin tahu apa yang ada di balik pintu besi raksasa ini."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.