Dunia Penyihir

Pergi (Bagian 1)



Pergi (Bagian 1)

0"Aku sudah mencarinya selama bertahun-tahun, namun aku belum bisa menemukannya." Adolf menggeleng.     

Angele mengernyitkan alisnya dan menggosok aksesori berbentuk wajik di punggung tangannya.     

"Yah, sepertinya saya bisa mencoba mencarinya setelah berbicara dengan Sophia."     

"Baguslah kalau begitu. Kurasa dia akan kembali sebentar lagi." Adolf mengangguk.     

Mereka berbincang-bincang tentang tentang situasi di sekitar negara ini. Angele menanyakan beberapa pertanyaan, sementara Adolf menjawab pertanyaan itu satu per satu.     

Akhirnya, Kerajaan Rudin jatuh ke tangan Kerajaan Saladin. Yang tersisa hanya kelompok-kelompok pemberontak kecil, sementara kota-kota besar telah dikuasai Saladin. Kebanyakan keluarga kerajaan telah menghilang, sehingga teritori Kerajaan Rudin dibagi-bagikan pada prajurit Saladin yang berkontribusi dalam kemenangan itu.     

Sebagian tanah Kerajaan Rudin diambil oleh Kerajaan Ukusas, sebagai imbalan atas bantuan mereka pada Kerajaan Saladin selama peperangan.     

'Prajurit dari Kerajaan Ukusas menyerang Philip saat dalam perjalanan menuju Marua,' Angele mengingat kejadian di Dataran Anser waktu itu.     

Mereka terus berbincang-bincang sangat lama, hingga hari sudah malam dan sepi. Saat mendengar suara seseorang memasuki rumah, Angele menyadari bahwa hari sudah larut.     

Setelah mendengar suara itu, Adolf pun mendongak dan melihat jam.     

"Sudah jam sepuluh malam. Bagaimana jika kau menginap di sini untuk semalam. Akan kuperintahkan seorang pelayan untuk membersihkan kamar untukmu."     

"Tidak apa-apa. Pangeran Justin telah menyiapkan ruangan untuk saya. Terima kasih atas tawarannya." Angele menggeleng dan berdiri.     

"Saya pamit dulu."     

"Tunggu, Sophia baru pulang." Adolf tersenyum dan ikut berdiri.     

"Kau mau berbicara dengannya?"     

"Baiklah." Angele balas tersenyum.     

Kriet...     

Sophia membuka pintu tanpa mengetuk terlebih dahulu.     

Angele berbalik dan melihat Sophia. Gadis itu mengenakan pakaian ketat khusus berkuda berwarna merah. Ia masih terlihat sama persis dengan gadis di ingatannya. Kulitnya masih putih dan mulus. Sepertinya ia baru saja kembali dari peternakan kuda.     

Gadis itu terkejut setelah melihat Angele, namun ia berusaha menyembunyikannya.     

"Master Angele," Sophia sedikit menekuk lututnya.     

"Lama tidak bertemu, kau datang pada waktu yang tepat. Mungkin aku bisa membantumu mencari penyair itu." Angele menatap Sophia.     

Mendengar perkataan Angele, Sophia berkedip beberapa kali.     

"Kau tidak bercanda, kan?" tanya gadis itu. Wajahnya sedikit gelisah.     

"Akan kulakukan yang terbaik." jawab Angele dengan serius.     

Adolf hanya berdiri di sana dan tidak mengatakan apa-apa. Ia senang bahwa Angele dapat membantu anaknya yang tercinta.     

"Baiklah, ulurkan tanganmu," kata Angele dengan lembut.     

Sophia menutup pintu dan mengangguk, lalu ia mengulurkan tangan kanannya dan mendekati Angele. Angele sedikit menekan pergelangan tangan Sophia.     

Shing!     

Beberapa partikel energi berputar-putar di tangan Angele dan merasuk ke pembuluh darah Sophia. Angele menutup matanya dan mulai memeriksa.     

Wajah Sophia memerah. Perasaan tidak enak memenuhi pikirannya. Ia ingin menggerakkan tangannya, namun sebuah kekuatan aneh menghentikan gerakan tangan Sophia. Angele hanya berdiri di sana dengan mata tertutup, namun Sophia merasakan energi Angele bergerak-gerak menggeliat melewati seluruh tubuhnya.     

"Jangan khawatir, aku hanya mencoba mencari penyair itu." Angele membuka mata dan tersenyum pada Sophia.     

Perlahan-lahan, beberapa utas tali dari kabut hitam keluar dari tubuh Sophia dan masuk kembali ke telapak tangan Angele.     

"Profesor, dapatkah Anda menyiapkan sebuah ruangan untuk saya? Saya ingin meneliti sesuatu." Angele berbalik dan bertanya.     

"Tentu."     

Setengah jam kemudian...     

Angele berjalan keluar dari manor itu, sementara Adolf dan Sophia menatapnya masuk ke dalam kereta kuda berwarna perak. Rayben sudah menunggu beberapa jam, namun ia tidak terlihat kelelahan. Perlahan-lahan, kereta kuda itu menghilang di ujung jalan, sementara Adolf dan Sophis terus menatap bayangan kereta yang perlahan menghilang itu.     

"Akan kukirim orang-orang suruhan untuk menangkap hidung belang itu. Sophia, kau masih ingin bertemu dengannya?" tanya Adolf dengan santai.     

"Tidak, bunuh saja dia." Sophia menghela nafas. Perasaannya bercampur aduk.     

Adolf menatap anaknya. Ia sadar bahwa gadis-gadis seumuran anaknya sudah menikah.     

"Seharusnya kau mendengarkanku. Angele adalah pria terbaik untukmu." kata Adolf seraya menoleh ke ujung jalan di mana kereta itu menghilang.     

Sophia terdiam. Ia hanya menggigit bibirnya pelan.     

Melihat perlakuan Pangeran Justin, Sophia sadar bahwa Angele adalah orang terpenting di kota, bahkan jauh lebih penting ketimbang ayahnya. Jika saja Adolf bukan gurunya, Angele tidak akan pernah menolongnya.     

Empat tahun lalu, obrolannya dengan Angele berakhir buruk, namun sekarang Angele masih baik dan mau menolongnya. Sophia mengakui bahwa ia sangat menyesal, namun semuanya sudah terlambat. Ia tahu bahwa Angele tidak akan tinggal di kota ini hanya demi dirinya.     

***************************     

Angele duduk di dalam kereta sambil mendengarkan suara-suara tapak kaki kuda, roda kayu, dan derap langkah para prajurit.     

Jalanan sangat sepi, seakan-akan merekalah satu-satunya penghuni tempat itu. Ia mengintip keluar jendela dan melihat dedaunan kering yang tertiup oleh angin dingin yang menusuk tulang. Terkadang, kucing-kucing kampung melompat ke sana kemari.     

Tidak ada yang berjalan-jalan di sekitar kota di tengah malam seperti ini.     

Setelah setengah jam, akhirnya Angele melihat seorang gelandangan tidur di dekat pagar besi, namun Angele tidak tahu apakah gelandangan itu hanya tidur atau sudah mati. Para prajurit terus berjalan dengan kepala yang menunduk. Tak ada satu pun yang berbicara.     

Pendar lampu jalan yang redup membuat jalan nyaris tak terlihat.     

Akhirnya, mereka sampai ke rumah yang disediakan Justin. Setelah ia melompat turun, ia melihat beberapa orang sedang berdiri di depan pintu masuk.     

Seorang pria paruh baya, bersama dengan seorang wanita bangsawan dan seorang remaja pria yang tampan, berdiri di sana untuk menunggu Angele. Mereka hanya berdiri di sana dan menunggu Angele untuk turun dari keretanya.     

"Bibi? Untuk apa kau kemari? Aku berencana untuk mengunjungimu besok." Angele tersenyum dan segera berjalan mendekati ketiga orang tersebut.     

Mereka adalah Bibi Maria, Paman Bovolt, dan sepupunya, Buster.     

Tidak terlihat adanya tanda penuaan di wajah Maria, yang menunjukkan bahwa wanita itu sangat pandai menjaga tubuhnya. Wanita itu berjalan maju dan memeluk Angele.     

"Kita kemari untuk memastikan bahwa kau baik-baik saja," kata Maria dengan suara rendah.     

"Untuk apa Bibi menunggu di luar? Seharusnya katakan saja pada mereka bahwa Anda adalah bibiku. Akan kuberitahu mereka sekarang." Melihat Angele berjalan mendekat, seorang pengawal segera membukakan pintu untuknya.     

"Tidak apa-apa. Jangan salahkan mereka. Kami sangat senang mendengar kabar bahwa kau sudah kembali, jadi kami memutuskan untuk menunggu di sini," Maria menjelaskan.     

Bovolt dan Buster berdiri di sampingnya. Ekspresi mereka sangat serius. Inilah pertama kalinya mereka bertemu Angele. Saat Angele beserta keluarganya tiba di kota, hanya Bibi Maria yang sempat menemuinya, sementara mereka berdua masih sibuk. Angele langsung pergi mendaftar ke sekolah, sehingga mereka tidak sempat bertemu dan berbincang-bincang.     

Rayben mengajak Angele bersama dengan ketiga anggota keluarganya untuk masuk ke rumahnya. Mereka bertiga melewati taman Angele sambil sedikit berbincang-bincang. Kekaguman nampak di mata mereka.     

Walaupun mereka bertiga adalah keluarga, Angele tidak merasa bahwa mereka memperlakukannya seperti keluarga. Walaupun ekspresinya tidak berubah, tapi sebenarnya ia merasa sedih. Kekuatannya membuatnya mampu mendapatkan kedudukan yang tinggi di kota, namun, kehangatan di keluarganya telah hilang.     

Seseorang memberitahu Maria akan kedatangan Angele, sehingga mereka memutuskan untuk menunggu di luar setelah mendapatkan alamat tempat tinggalnya. Mereka masuk ke rumah itu dan berbincang-bincang dengan Angele selama beberapa saat sebelum mereka pergi. Maria berkata bahwa ia berencana untuk kembali berkunjung nanti.     

Angele tidak peduli dengan apa yang ingin mereka sampaikan. Selama ia masih hidup, keluarga dan semua orang yang berhubungan dengannya akan diperlakukan dengan baik. Itu sudah cukup baginya.     

Setelah mereka pergi, Angele mencuci mukanya dan berjalan masuk ke kamar. Cahaya redup dari lampu-lampu minyak yang tergantung di dinding menerangi seluruh ruangan itu.     

Di tengah ruangan itu, terdapat sebuah tempat tidur kayu besar dengan kelambu putih. Angele berjalan mendekati tempat tidur itu dan melihat dua orang wanita telanjang sedang tidur. Mereka saling berpelukan. Wajah cantik mereka terlihat mempesona.     

Angele berdiri di samping tempat tidur dan melihat kedua gadis itu sesaat.     

"Bangunlah. Pakailah baju kalian dan pergilah."     

Kedua gadis itu membuka mata mereka. Wajah mereka berubah pucat.     

"Tapi Master, apakah kau tidak mau..." Salah satu gadis itu berusaha mengatakan sesuatu, namun ia berhenti setelah melihat ekspresi serius di wajah Angele.     

"Maaf, kami akan pergi sekarang." Menyadari bahwa Angele sedang tidak bernafsu, ia menepuk punggung gadis kedua dan segera mengenakan pakaiannya.     

Angele melihat kedua gadis itu mengenakan pakaian mereka. Ia sadar bahwa mereka adalah hadiah dari sang Pangeran, namun saat ini ia harus melakukan hal yang penting, jadi ia tidak ingin membuang waktu.     

"Katakan pada sang Pangeran bahwa aku menyukai hadiahnya."     

Kedua gadis itu telah selesai mengenakan pakaian masing-masing. Mendengar perkataan Angele, mereka langsung mengangguk dan segera pergi meninggalkan kamar.     

Setelah mereka pergi, Angele mengunci pintu.     

Ia melepaskan jubahnya dan menggantung jubah itu di rak, lalu ia mengambil sesuatu dari kantongnya dan meletakkannya di atas kasur. Angele menutup perutnya dengan selimut sutra berwarna putih membuka benda itu dengan hati-hati.     

Gulungan itu adalah pemberian ayahnya. Benda itu ditutup dengan dua batang kayu.     

Angele perlahan membuang batang kayu itu dan membuka gulungan tersebut. Kata-kata pada gulungan itu ditulis dengan tinta hitam.     

'Angele, anakku, maafkan aku karena aku tidak menceritakan yang sebenarnya tentang ibu dan kakakmu waktu kau masih muda dulu. Kakak-kakakmu tidak meninggal; mereka juga tidak pergi mengabdi menjadi prajurit.'     

'Nama ibumu adalah Kiran. Dahulu, aku menemukannya dalam keadaan pingsan saat aku sedang patroli di hutan bersama kelompokku. Aku tidak tahu dari mana asalnya, dan aku juga tidak tahu bagaimana ia bisa tetap hidup setelah diserang, namun, aku jatuh cinta padanya.'     

'Kiran tidak pernah mengatakan sepatah kata pun, entah karena ia kehilangan suaranya atau ia sedang mencoba menyembunyikan sesuatu. Kami berkomunikasi dengan bahasa isyarat dan tulisan kertas, namun ia sangatlah cantik dan menarik, hingga seluruh teman-teman anggota kelompokku bertarung demi mendapatkan cintanya.'     

'Aku memenangkan pertarungan itu, dan ia menerima lamaranku. Dengan kebanggaan dan penghargaan, aku kembali ke teritori keluarga setelah berperang. Beberapa tahun kemudian, Byrons, kakakmu, lahir. Kau lahir setahun kemudian. Namun, beberapa bulan kemudian, ibumu menghilang bersama kakakmu dan tidak pernah kembali.'     

'Aku menghabiskan bertahun-tahun untuk mencari mereka hingga ke ujung negeri ini, namun aku tidak menemukan jejak mereka. Mereka menghilang begitu saja. Aku tidak tahu apakah ibumu pernah mencintaiku, atau ia hanya kemari untuk menyelesaikan suatu tugas. Banyak kemungkinan terlintas di pikiranku, namun aku masih sangat mencintainya.'     

'Kuharap suatu hari nanti kau akan menemukan ibumu. Jika kau bertemu dengannya, katakan padanya bahwa pintu Keluarga Rio akan selalu terbuka untuknya.'     

'Ayahmu, Karl Rio.' Pesan itu berhenti di sana.     

Di tepi bawah gulungan tersebut, tertulis sebuah alamat dan deskripsi hutan. Sepertinya, itulah tempat ayahnya bertemu ibunya untuk pertama kalinya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.