Dunia Penyihir

Melarikan Diri (Bagian 2)



Melarikan Diri (Bagian 2)

0Ular laut itu meraung, dan ombak berdebur di sekitar pulau.     

Ombak-ombak besar itu mendorong kapal mereka, hingga kapal itu nyaris hancur.     

Seperti hujan yang deras, cipratan air laut dari ombak-ombak itu membasahi pulau.     

Angele berdiri di ruang kemudi kapal. Ia menutup mata dengan kedua tangannya agar tidak ada air laut yang masuk. Ia mengikatkan seutas benang logam agar tidak terjatuh.     

Seluruh kapal berayun kencang, sementara Angele berusaha menjaga kapal agar tidak miring.     

Ombak besar setinggi nyaris sepuluh meter mengejar mereka, seperti dinding biru raksasa yang siap menelan kapal.     

Angele menengadah ke atas dan menatap langit.     

Ombak besar itu menjulang tinggi hingga bayangannya menutupi seluruh bagian kapal.     

Brak!     

Air laut dari ombak itu terciprat dan menggenang di permukaan dek.     

Tiang layar kapal hancur berkeping-keping sebelum akhirnya tenggelam.     

Tidak sempat menangkis air itu dengan medan pelindungnya, seluruh tubuh beserta jubah Angele menjadi basah kuyup. Air menetes dari rambutnya, sehingga ia merasa kedinginan dan tidak nyaman.     

"Apa kau sudah siap?!" Angele mengirimkan pesan melalui partikel energi, namun pesannya menjadi tidak jelas karena energi pemblokir aneh di sekitar pulau itu.     

"Sudah!" Isabel menjawab dalam beberapa detik, sebelum cahaya putih terang bersinar di bagian belakang kapal.     

Dari dek, seluruh air yang membanjiri kapal segera membeku.     

Kabin, tangga kapal, dan sisa tiang layar dilapisi es yang berkilauan.     

Pelindung es buatan Isabel itu melindungi bagian utama kapal.     

Setelah ombak itu berlalu, permukaan laut menjadi tenang. Angele pun mencoba menggunakan partikel energi api untuk mengeringkan pakaiannya.     

Aum!     

Sebelum ia sempat melakukan sesuatu, ular itu kembali bergerak.     

Lagi-lagi, ombak besar bergulung ke arah kapal.     

Ombak itu mendorong kapal menjauh dari pulau itu. Beberapa saat kemudian, ombak itu mengejar kapal.     

Brak!     

Lagi-lagi, ombak menerjang kapal. Namun, kali ini, pelindung Isabel mampu menahan kekuatan ombak itu.     

Akhirnya, setelah berlayar selama beberapa saat, kapal mereka meninggalkan zona berbahaya itu. Angele berdiri di tepi kapal sambil menatap pulau itu. Ia menyerap kembali benang-benang logamnya.     

Isabel berjalan mendekati Angele. Lingkaran sihir berwarna biru berkedip-kedip di bawah kakinya.     

Angele menghela nafas lega. "Bisakah kau mempertahankan pelindung ini?"     

Isabel mengangguk. Ia tidak peduli dengan jubahnya yang basah dan membuat tubuhnya yang indah terlihat jelas.     

"Pelindung es ini akan membuat kapal tetap stabil dan membekukan makhluk apa pun yang ingin menyerang kapal, kecuali mereka memiliki ketahanan yang tinggi terhadap sihir."     

"Jarak dan lama penggunaan?" Angele membersihkan debu dari jubahnya dan mengeringkan pakaiannya dengan partikel energi api. Asap putih muncul dari jubahnya.     

"Aku bisa menggunakannya selama 15 hari. Setelah itu, aku harus istirahat agar kekuatan mentalku bisa pulih. Jarak maksimalnya adalah 50 meter." jawab Isabel. "Sihir ini seharusnya digunakan untuk menyerang orang. Inilah kali pertama aku menggunakan sihir ini untuk melindungi diri."     

Angele mengangguk. Ia menyadari bahwa mereka pasti sudah mati terkena ombak kedua jika Isabel tidak melindungi diri mereka dengan pelindung es itu. Mereka berbalik dan menatap pulau yang telah terlihat seperti titik kecil di kejauhan.     

"Hanya kau dan aku yang tersisa... Kudengar, Melissa dan Ainphent telah menjelajahi reruntuhan itu beberapa kali. Sepertinya, kali ini, ada sesuatu yang mengejutkan mereka." Isabel menggeleng. "Maaf, aku tidak menemukan jantung pohon untukmu. Jangan khawatir, akan kuminta keluargaku untuk mencarinya, dan akan kukirim padamu setelah aku menemukannya."     

Wanita itu mengayunkan tangannya. "Margarita, ambilkan aku ..." Tiba-tiba, ia sadar bahwa hanya ada dirinya dan Angele di sana, sementara kedua pengikut yang tersisa masih belum siuman.     

Ekspresi Isabel berubah sedih.     

"Apa yang terjadi di sana? Bagaimana kau bisa terluka?" Merasakan kesedihan wanita itu, Angele segera mengalihkan pembicaraan.     

Isabel terdiam sesaat, sebelum akhirnya menjawab.     

"Kami terjebak dalam kegelapan. Kami hanya bisa melihat tangga batu yang tak berujung... Kami tidak bisa berbalik, karena tangga di belakang kami terus menghilang. Rasanya seperti berjalan menuruni tangga udara di tempat yang gelap." Isabel berbisik. "Setelah itu, monster-monster bayangan aneh muncul di depan kami dan menyerang kami dari segala arah. Mereka tidak kunjung pergi walaupun aku menggunakan sihir sebanyak mungkin..."     

"Aku juga begitu." Angele mengusap dagunya. Ia tidak mengatakan bahwa ia tidak melihat satu pun monster di sana.     

"Semua lorong-lorong itu terus bergerak. Awalnya, aku mengira bahwa aku masih ada di pintu, tapi, setelah itu, aku melihat lorong yang gelap dan panjang di depanku. Setelah itu, dalam beberapa detik, entah mengapa aku kembali ke pintu masuk dan tangga batu."     

"Itu hanya ilusi..." Angele mengernyitkan alisnya.     

"Awalnya, kukira semua itu hanya ilusi, tapi aku nyaris saja mati... Dan aku yakin bahwa semua monster itu menyerangku secara fisik." jawab Isabel dengan serius.     

Wanita itu terdiam dan menatap Angele.     

"Green, apa nama depanmu?"     

"Angele. Memangnya kenapa?" jawabnya.     

"Bagaimana bisa kau membebaskanku dari ilusi itu? Kaulah yang menolongku tadi, kan?" Isabel menggeleng. "Lupakan saja. Aku harus istirahat. Kuharap kamarku tidak berantakan."     

Angele melihat wanita itu kembali ke kamarnya.     

"Aku harus istirahat…"     

Isabel mengulang kata-katanya. Sepertinya, ia sangat kelelahan.     

Setelah Isabel pergi melalui tangga menuju ke kabinnya, Angele tersenyum kecut.     

Seluruh kapal itu membeku, sehingga bagian bawah kapal pasti sangat dingin. Angele tidak ingin tidur di tempat yang dingin seperti itu.     

Ia duduk di atas dek dan mengambil kunci-kunci yang tersemat di pinggangnya.     

Ia menemukan kesepuluh kunci itu di balik sebuah tempat yang tersembunyi di laboratorium reruntuhan.     

'Sepertinya, aku tidak akan bisa menggunakan semua kunci ini dalam waktu dekat.' Angele tersenyum kecut. Sebenarnya, ia sudah dekat dengan ruangan keempat, namun pada saat itu, pilihan yang paling bijak adalah mundur.     

Jika ia tidak bertemu Isabel, mungkin saja ia tidak akan bisa lari dari pulau itu. Ular itu datang tiba-tiba, entah dari mana, namun Angele yakin bahwa sebanyak apapun bom jantung yang dilemparkannya tidak akan cukup untuk melukai makhluk itu.     

Angele menggeleng lagi. Masih ada banyak sekali misteri di tempat ini, namun ia harus menyimpannya untuk nanti.     

Di lorong reruntuhan.     

Laboratorium.     

Seorang pria berjalan perlahan memasuki ruangan dan mendekati salah satu batu safir berkilau di dinding.     

Sosok itu mengangkat tangannya dan menekan permukaan batu itu. Tangannya berdarah. Tidak ada kulit untuk melindunginya, sehingga daging merah dan otot putih terlihat jelas, persis seperti model anatomi di laboratorium biologi.     

Krak!     

Batu safir itu semakin longgar dan mulai bergerak ke kiri, sehingga terlihat sebuah kotak rahasia di sana.     

Buku harian dan kunci yang ada di dalam kotak itu telah hilang; yang tersisa hanyalah setumpuk abu hitam.     

Pria itu berdiri di depan kotak hingga akhirnya batu safir itu kembali ke posisinya semula.     

Krak!     

Tiba-tiba, semua batu safir yang bersinar di ruangan itu pecah menjadi berkeping-keping.     

Seketika, semua cahaya hilang, sehingga kegelapan menyelimuti ruangan itu.     

Angele melemparkan kunci dan menangkapnya dengan kedua tangannya, lalu ia mengikatkan kunci itu ke sabuknya.     

Tiba-tiba, semua kunci itu bersinar.     

Semua kunci itu berubah menjadi benang dan masuk ke dalam signet telapak tangan kirinya.     

"Hah?" Tangan kirinya terasa sangat sakit. Angele melihat telapak tangannya dan melihat seutas benang hitam meliuk-liuk di tengah signet-nya seperti seekor ular.     

"Apa yang terjadi?"     

Penglihatannya menjadi buram. Ia melihat kunci-kunci itu tergeletak di telapak tangannya.     

"Itu hanya ilusi…? Menarik." Angele menjadi penasaran akan sumber bahan-bahan kunci itu.     

Ia kembali mencoba melemparkan kunci itu ke udara, dan signet pada tangan kirinya terasa memanas. Sepertinya, kunci-kunci itu adalah sumber ilusi.     

Bulu kuduk Angele berdiri, seperti ada hewan buas yang bernafas tepat di belakangnya.     

Lagi-lagi, pandangannya menjadi buram. Ilusi itu pun menghilang.     

Angele semakin tertarik pada semua kunci itu.     

Akhirnya, ia melemparkan semua kunci itu sekali lagi.     

Aum!     

Raungan makhluk buas itu terdengar semakin dekat. Angele memiringkan tubuhnya ke samping dan merasakan sesuatu yang dingin bergerak cepat melewati sisi wajahnya.     

Angele merasa seperti teriris sebilah pedang, namun ilusi itu lagi-lagi menghilang.     

"Tunggu... Aku pernah membaca tentang ini di buku." Hanya ada satu kemungkinan. Matanya bersinar biru.     

Tiba-tiba, ia merasakan sesuatu menetes di dagunya. Ia menggosok pipinya dengan tangan kanannya dan menemukan sebuah luka gores.     

Ekspresinya berubah. Ia segera memeriksa tangannya.     

Jari-jarinya berlumuran darah.     

"Jadi, cerita itu benar... Aku harus melakukan percobaan setelah aku kembali," gumam Angele.     

'Zero, mengapa kau tidak mengingatkanku akan serangan itu?' tanyanya.     

'Tidak ada bahaya yang terdeteksi.' Suara robotik Zero bergema dalam pikirannya.     

'Amati dan periksa semua kunci-kunci ini.' Angele memegang semua kunci itu dengan hati-hati. Ia tidak ingin kejadian seperti tadi terulang lagi.     

Titik-titik cahaya biru bersinar di depan matanya. Setelah beberapa detik, barisan informasi muncul di samping hologram berbentuk kunci-kunci hitam itu. Semua informasi berubah-ubah setiap detiknya.     

Setelah melihat sekilas, Angele menatap informasi terpenting tentang kunci itu.     

'Berat kunci: 0 gram'     

'Medan Pelindung terdeteksi.'     

'Gelombang kekuatan mental terdeteksi.'     

'Strukturnya tidak dapat dianalisa.'     

'Zero?' Angele dapat merasa bahwa semua kunci itu memiliki berat sekitar 500 gram, namun chip-nya mengatakan bahwa berat kunci-kunci itu adalah nol gram.     

Semua informasi tentang kunci-kunci itu masih berubah-ubah, sebelum akhirnya berhenti setelah dua menit.     

Pada baris terakhir, tertulis bahan-bahan untuk membuat semua kunci itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.