Dunia Penyihir

Penjelajahan (Bagian 1)



Penjelajahan (Bagian 1)

0Lorong gelap itu berkelok-kelok. Angele terus mempercepat gerakannya. Ia hanya mendengar suara tapak kaki dan nafasnya yang bergema di seluruh lorong.     

Bola api kuning melayang di sebelah kirinya, sehingga menerangi area di sekitarnya.     

'Aneh, mengapa lorong ini sangat berantakan?' Walaupun Angele sedang berlari kencang, ia masih bisa berpikir jernih.     

Ia merasa seperti sedang berusaha menyusuri tempat yang berubah-ubah. Walaupun ia telah meminta Zero untuk menciptakan peta reruntuhan ini sejak lorong itu pertama kali muncul, ia telah menemukan dua jalan yang tidak tergambar di peta. Tanpa mantra pelacakan, ia pasti sudah tersesat.     

Ia terus berlari dan memikirkan situasi saat ini.     

'Berdasarkan kata-kata terakhir Belem, tempat ini adalah teritori Sekte Kepala Dua. Nama itu mungkin diambil dari penampilan para anggota sekte ini. Penyihir yang membawa Kuirman kabur tadi berkepala dua. Tapi, Melissa dan Ainphent sudah sering mengunjungi reruntuhan ini. Bagaimana bisa mereka tidak menemukan apa-apa tentang rencana Sekte Kepala Dua…? Sepertinya, aku masih harus mencari banyak informasi.'     

Angele tiba-tiba berhenti di ujung sebuah lorong. Pandangannya tertuju pada cahaya matahari yang menyinari atap lorong di depannya.     

Bagian atas lorong itu retak. Sinar keemasan matahari itu terlihat menyilaukan.     

Angele memicingkan matanya dan berjalan mendekati cahaya matahari itu.     

Ia mendongak ke atas dan berusaha mengintip dari retakan kecil itu.     

Awan-awan telah menghilang dari langit biru, sehingga dan kehangatan sinar matahari kembali terasa. Angele berdiri di sana sesaat untuk menikmati hangatnya sinar matahari itu.     

Ia menyingkirkan serpihan-serpihan batu dari celah itu dengan hati-hati. Dua sulur hijau pun muncul tepat di depannya.     

Tiba-tiba, perhatian Angele tertuju pada sulur-sulur panjang yang tumbuh dari tepi retakan itu.     

Permukaan semua sulur itu tergores, sehingga terlihat bagian dalamnya yang berwarna putih.     

"Jadi, mereka kabur melalui retakan ini…"     

Angele menatap retakan itu dan membayangkan bagaimana seorang penyihir berkepala dua memanjat sulur ini sambil menggendong Kuirman.     

Ia mengambil dan menarik sulur itu kuat-kuat. Kemudian, ia segera melangkah mundur dan mendongak.     

Shing! Shing! Shing!     

Sebuah jebakan muncul, dan benda-benda berwarna hitam jatuh ke lantai lorong. Semua benda-benda itu melesat dengan cepat, hingga meninggalkan garis lurus di bawah sulur itu.     

Angele menggeleng dan mengerucutkan bibirnya.     

Garis itu adalah jarum-jarum hitam. Jarum-jarum yang menancap di tanah itu berbentuk sama persis dengan jarum yang biasa digunakan Kuirman.     

"Sudah kuduga."     

Angele tersenyum mengejek dan mengangkat tangan kanannya. Ia mengikatkan sebuah benang logam tipis pada sulur itu sebelum menariknya beberapa kali.     

Namun, tidak terjadi apa-apa setelah ia menarik benang itu, sehingga menunjukkan bahwa jarum itu adalah satu-satunya jebakan di sana.     

Angele maju selangkah dan menarik sulur itu sebelum memanjat keluar melalui retakan di atas.     

Tidak lama kemudian, ia sampai di luar. Ia melihat sebuah hutan dengan pepohonan tinggi yang segar dan berakar kuat. Di sekitar pepohonan itu, tumbuh semak belukar yang tebal dan tinggi.     

Rerumputan hijau bercampur bunga putih menutupi tanah.     

Jarak antar pohon berkisar antara empat hingga lima meter. Bebatuan putih berceceran di lumpur hitam hutan itu, seperti biji wijen yang ditaburkan di atas selembar kain hitam.     

Angele berjalan menjauhi retakan dan melihat sebuah pohon besar tepat di sampingnya. Cahaya matahari bersinar dari celah antara cabang pohon raksasa itu dan jatuh ke tanah. Sulur-sulur hijau menutupi akar pohon itu. Di dalam hutan itu, tidak ada serangga maupun hewan; yang ada hanyalah pepohonan.     

Angele berjalan mengelilingi akar tanaman itu, melewati lumpur yang lembab dan becek di hutan, dan meluruskan jubahnya. Sebelum ia sempat melihat sekelilingnya, dua orang pria muncul di depannya.     

Ternyata, mereka adalah Kuirman dan penyihir kepala dua itu.     

Kuirman yang telah siuman terus menggumamkan mantra. Bagian tubuh kirinya telah menyatu dengan pria berkepala dua itu.     

Sepertinya, Kuirman sedang berusaha memasukkan dagingnya ke dalam daging pria itu.     

Sang penyihir berkepala dua itu tidak memiliki satu pun panca indra. Ia hanya memiliki kulit yang bersih dan halus. Pria tanpa indera itu sama sekali tidak bergerak. Ia hanya berdiri di sana dan menunggu Kuirman menyelesaikan mantranya.     

Mendengar tapak kaki Angele, Kuirman menggertakkan giginya. Namun, masih terlihat sedikit ketakutan di wajahnya.     

Kuirman berhenti menggumamkan mantra. Ia sadar bahwa ia tidak mungkin bisa menyelesaikan mantra itu. Jika ia terus melanjutkan, mana yang tidak stabil itu bisa membunuhnya. Walaupun ia telah berhenti menggumamkan mantra, efek sihir itu tidak menghilang. Ia terus menyatu dengan pria berkepala dua itu.     

"Bisakah kau meninggalkanku sendiri?" tanya Kuirman dengan suara berat. Separuh tubuhnya sudah menghilang, sehingga kepala bersama lengannya muncul dan mencuat di belakang pria berkepala dua itu. Melihatnya saja membuat Angele merasa tidak senang.     

"Kau menyerah?" hina Angele.     

"Kau tidak tahu… Aku menghabiskan bertahun-tahun untuk mengumpulkan kekuatan kutukan, dan kau menghancurkan hasil kerja kerasku begitu saja! Aku tidak akan berlari. Akan kuhajar kau." Ekspresi ketakutan pada wajah Kuirman menghilang, dan ia menatap Angele dengan kejinya.     

"Kekuatanku telah kembali, jadi jangan harap kau bisa mengalahkanku dengan mudah seperti tadi…"     

"Oh? Menarik. Tunjukkan padaku kekuatanmu sekarang."     

Tiga guratan bekas luka merah perlahan muncul di sisi kiri wajah Angele.     

Kuirman tertawa dan bertepuk tangan. Kemudian, tubuhnya dan tubuh penyihir berkepala dua itu bergabung menjadi satu.     

Bentuk wajah pria berkepala dua itu berubah menjadi persis dengan wajah Kuirman.     

Kuirman berkepala dua itu bertelanjang dada. Selimut biru menutupi bagian bawah tubuhnya. Dengan tinggi dua meter, pria itu terlihat kuat dan kejam.     

Kuirman mengambil scimitar-nya dan menyelimuti pedang itu dengan aura hijau.     

"Matilah kau, bajing*n!" Kuirman melesat mendekati Angele. Pedangnya berputar sangat cepat hingga tak terlihat. "Berapa bom jantung yang kau bawa, hah?!" Kuirman berteriak dan mengayunkan pedangnya ke depan.     

Angele menggeleng dan menggerakkan jubahnya,m. Tiba-tiba, dua pasang bom jantung berpendar merah yang siap diledakkan muncul di kedua telapak tangannya.     

Ia mengangkat tangannya dan membidik Kuirman.     

Ekspresi sombong Kuirman berubah ketakutan, sehingga ia berbalik dan berusaha kabur.     

"Sialan! Dari mana kau mendapatkan bom jantung sebanyak itu?! Apa kau gila?!" Kuirman berteriak dan berlari.     

Kuirman berpikir bahwa bom Angele telah habis, sehingga ia tidak menyangka jika Angele menyembunyikan bom sebanyak itu di dalam jubahnya. Membawa bom sebanyak itu sangatlah berbahaya karena akan bom itu mungkin akan meledak kapan pun.     

Duar!     

Daerah berbentuk separuh lingkaran di depan Angele pun bermandikan api.     

Api itu menutupi langit, pepohonan, dan tanah hutan, terus berusaha menelan Kuirman.     

Tekanan udara dari ledakan itu menghancurkan tubuh Kuirman, sementara medan pelindungnya hilang seketika setelah terkena ledakan.     

"Ah!"     

Kuirman meraung kesakitan, namun Angele hanya mendengar suara api. Mata, hidung, dan kedua telinganya telah hancur terkena ledakan itu. Hanya sebagian kecil tubuhnya yang masih tersisa.     

Api membumbung tinggi ke langit dan membakar semua pohon di sekitar mereka. Bahkan pohon besar itu roboh dan terjatuh.     

Bau asap putih tebal memenuhi udara.     

Semua rerumputan yang terkena ledakan itu berubah menjadi abu. Gelombang udara panas menyebar ke seluruh arah.     

Angele pun terlempar karena efek ledakan itu, sehingga ia memunculkan tali-tali logam untuk mengurangi kecepatan lemparannya, namun kekuatan lemparan bom itu mampu merobohkan delapan pohon yang digunakan Angele untuk mengikat dirinya.     

"Empat bom jantung, masing-masing memiliki kekuatan sekitar 50 derajat… Luar biasa…"     

Inilah pertama kalinya ia menggunakan empat bom jantung secara bersamaan. Ia tidak menyangka jika hasilnya akan sekuat ini.     

Tempat itu telah berubah menjadi lautan api, cahaya partikel energi api dan abu dari pepohonan yang terbakar menutupi cahaya matahari.     

Kuirman mengerang kesakitan, tubuhnya gemetar karena jilatan bara dan panasnya tempat itu. Ia hampir mati, sehingga tidak bisa melihat atau mendengar apa pun, namun ia terus berusaha untuk bertahan hidup.     

Angele berada lebih dari sepuluh meter dari ujung lautan api itu, namun panas dari lautan api tersebut cukup untuk melelehkan lapisan logam pada kulitnya, sehingga ia terpaksa mundur beberapa meter lagi.     

"Sudah selesai."     

Angele menghela nafas dan melihat Kuirman hangus dilalap api. Pertarungan mereka memaksanya menggunakan sepertiga dari seluruh bom yang dibawanya.     

Kejadian ini membuatnya mengingat saat ia menggunakan bom jantung untuk membunuh Hundred-Eye Monster di dekat daerah Perguruan Ramsoda. Saat itu, satu bom saja sudah cukup, namun monster itu jauh lebih lemah dari Kuirman. Hampir saja pria itu sembuh dari luka-luka akibat ledakan beberapa bom Angele.     

Tubuh Kuirman meleleh. Walaupun pria itu masih bisa bergerak, tidak mungkin ia bisa sembuh dari luka ini,     

Duar!     

Tiba-tiba, tubuh Kuirman meledak, sehingga mencipratkan darah dan sisa-sisa organ tubuh kemana-mana.     

Sebilah scimitar terlempar karena ledakan itu, sehingga pedang bermandikan api itu melesat cepat.     

Tap!     

Pedang itu menancap masuk ke batang pohon di samping Angele, panas dari pedang itu membuat lubang dalam yang menghitam.     

Angele berbalik. Ia tidak menyangka jika senjata Kuirman masih bagus walau telah terkena ledakan.     

Angele berjalan mendekati pohon itu.     

Scimitar itu berpendar perak. Tidak terlihat adanya aura dan asap hijau. Pedang berkelok-kelok itu berbentuk seperti ular perak yang sedang melilit mangsanya.     

Pegangan pedang itu terbuat dari logam hitam, namun tidak ada sedikit pun pelindung tangan, sehingga mirip dengan pisau pendek yang biasa digunakan dalam ritual.     

Angele meletakkan tangannya di dekat pegangan itu seraya memunculkan titik-titik partikel biru muda di udara. Partikel itu bergabung menjadi satu dan berubah menjadi tembakan air.     

CSS!     

Asap putih tebal membumbung dari pegangan itu.     

Dalam beberapa detik, asap itu menghilang; begitu juga dengan titik-titik biru itu.     

Angele memegang pedang itu dan menariknya keluar.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.