Dunia Penyihir

Pesan (Bagian 1)



Pesan (Bagian 1)

0Pengantar kiriman Vivian adalah seorang penyihir wanita kuat dari pasukan prajurit-nya. Namanya Liv. Ia terkenal sebagai "Ular dari Timur".     

Saat datang ke reruntuhan, Angele menghabiskan nyaris sepuluh hari untuk mencari lokasi reruntuhan itu. Namun, mereka sampai ke tempat tujuan hanya dalam lima hari.     

Selama perjalanan, Liv memberitahunya jalan-jalan pintas di sekitar gunung. Sebelum pergi ke Sungai Bass, mereka melapor ke gedung pusat organisasi.     

Mereka tidak membuang-buang waktu dalam perjalanan itu, sehingga mereka cepat sampai di rumah kayu kecil buatan Angele.     

**     

Di tepi sungai, berdiri sebuah rumah kecil dengan atap hitam dan dilindungi pagar putih.     

Pepohonan hijau tumbuh lebat di atas tanah yang penuh dengan rerumputan berwarna kuning.     

Angele dan seorang wanita berjubah merah berdiri di sana tanpa mengatakan apa pun.     

Tanpa terasa, hari sudah siang. Cahaya matahari berwarna keemasan menyinari tubuh mereka, namun mereka tetap tidak merasa hangat.     

Angele menatap rumah kayunya, kemudian ia berbalik dan melihat sebuah manor kecil di seberang, tepat di tanah lapang yang satunya.     

Di depan manor itu, terdapat sebuah kolam yang jernih. Air kolam itu beriak-riak dan memantulkan cahaya matahari.     

"Apa ini dibangun oleh Master Vivian?" Angele menatap wanita berjubah merah itu.     

"Benar, tetua ketiga meminta pekerja-pekerja kurcaci terbaik untuk membangun manor di sini. Kuharap kau puas dengan hasilnya, walaupun mereka tidak sempat menghias manor ini." Wanita itu menjawab dengan santai. Suaranya terdengar jernih dan anggun seperti seorang gadis remaja.     

"Tidak apa-apa, aku akan hidup di rumahku sendiri. Kau boleh tinggal di manor itu." Angele mengernyitkan alisnya.     

"Rumahmu terlalu kecil untuk kita," jawab Liv. "Tetua ketiga memintaku untuk selalu bersamamu. Tugasku di sini adalah melindungimu."     

Wanita itu melepaskan tudungnya, sehingga terlihat rambut panjang hitam dan wajah yang sangat cantik. Matanya sipit dan tajam, sementara bibirnya tipis. Ia terlihat seperti wanita berusia dua puluh tahun.     

"Atau kita bisa tidur bersama." Liv mengerutkan bibirnya. "Sepertinya, aku tidak terlalu cantik untukmu, tapi kau juga bukan tipeku."     

Angele terdiam, namun ia tidak peduli dengan perkataan Liv. "Lupakan. Mengapa kau harus tetap bersamaku selama 24 jam? Apakah situasi saat ini benar-benar buruk?"     

"Lebih buruk dari perkiraanmu." Liv berbalik dan berjalan ke sungai. Ia mengambil setangkup air dan meminumnya.     

Angele terdiam sesaat, sebelum akhirnya mengangguk.     

"Baiklah. Kalau begitu, mari kita masuk ke manor."     

Membangun hubungan cinta dengan penyihir wanita yang lebih kuat darinya bukanlah pilihan bijak, sehingga ia tidak berniat untuk mendekati Liv.     

"Aku akan berkemas dulu." Ia berbalik dan berjalan ke gubuk kayunya.     

Tidak lama kemudian, ia keluar membawa dua koper besar.     

"Mari kita pergi."     

Liv mengangguk.     

Mereka berjalan ke tanah kosong di seberang.     

Bangunan utama manor terlihat seperti bentuk T. Di sisi kiri bangunan itu, terdapat sebuah kolam dengan air yang jernih, sementara di sisi kanannya, terdapat sebuah teras kecil.     

Tidak ada orang di dalamnya, sehingga tempat itu sangat sunyi.     

Angele berjalan melalui kolam dan masuk melalui pintu samping, diikuti oleh Liv. Suara tapak kaki mereka bergema dalam lorong yang sunyi.     

"Di mana para pekerja dan pelayan-pelayan tempat ini?" tanya Angele sambil berjalan.     

"Kita bisa merekrut mereka dari kota-kota di sekitar, atau kau bisa mencari pelayan dari ras-ras lain. Ada banyak pilihan, tapi tempat-tempat itu sangat berbahaya," jawab Liv. "Jika kau mau wanita-wanita atau peri-peri cantik, kau harus membeli mereka dari pasar budak. Sebagai anggota resmi Tangan Elemental, kau berhak masuk ke pasar yang didirikan oleh para dewan. Setiap hari, budak-budak berkualitas tinggi dilelangkan di sana."     

"Bisakah aku mencari penyihir wanita di sana?" Angele tertawa dan menggeleng.     

"Bagaimana kalau kau bayar saja aku?" Liv mengerutkan bibirnya. "Tidak. Kau adalah anak tetua ketiga, jadi aku akan melakukan apa pun untukmu tanpa perlu bayaran tambahan."     

"Begitukah?" Angele berjalan ke pintu utama ruang tamu dan membukanya.     

Kriet…     

Pintu itu tidak dikunci. Di sana, terdapat ruang tamu dengan dinding bercat coklat.     

Kristal-kristal bercahaya kuning di dinding membuat ruangan itu menjadi hangat dan terang. Pada ujung ruangan, terlihat beberapa sofa. Batang pohon besar berwarna merah berdiri di tengah ruangan itu sebagai hiasan. Beberapa jubah putih tergantung di balik pintu utama.     

Di ujung lorong, terdapat ruang berlatih yang masih kosong.     

Ruang berlatih itu dibangun dengan batu putih. Rune-rune yang rumit terukir pada permukaan lantai.     

Rak senjata berwarna hitam, yang penuh dengan senjata dan berbagai peralatan lainnya, berdiri di dekat lapangan berlatih itu. Semua senjata di sana bersinar putih, yang menunjukkan bahwa senjata itu tidak akan menyakiti tubuh manusia. Cahaya putih itu adalah efek lingkaran sihir sederhana yang sering digunakan di tempat-tempat latihan.     

Angele meninggalkan lorong. Ia berjalan mendekati rak, mengambil dua bilah pedang crossguard dan menatap Liv.     

"Mau berlatih bertarung? Bagaimana menurutmu?" Angele mengernyitkan alisnya. "Kau tahu cara menggunakan pedang, kan?"     

"Kau terlalu lemah untuk melawanku," jawab Liv dengan tatapan kosong.     

"Mengapa kau percaya diri sekali?" Angele bertanya. "Kukira hanya penyihir sepertiku yang sering berlatih bertarung jarak dekat, namun sepertinya kau berbeda dari yang lain."     

"Aku hidup terlalu lama di dunia ini, jadi aku harus selalu mencari hobi baru. Aku suka berlatih pedang." Liv mengambil satu pedang dari tangan Angele.     

"Sebenarnya, aku lebih suka menggunakan tombak." Liv mengayunkan pedangnya di udara.     

Shing!     

Jejak berwarna kemerahan bergerak mengikuti ujung pedang itu.     

"Apa itu?" Angele memicingkan matanya seraya memeriksa bilah pedang di tangan Liv. Bilah pedang itu masih berwarna perak Liv tidak mungkin bisa mengubah pedang itu menjadi senjata sihir dalam waktu secepat itu.     

"Ini adalah energi kehidupan seorang Ksatria Agung." Liv mengayunkan pedangnya beberapa kali, seakan mencoba membiasakan diri mengayunkan pedang itu.     

"Ksatria Agung? Kau adalah seorang Ksatria Agung?" Angele bertanya dengan penuh rasa ingin tahu. Ia memiliki tingkat kekuatan yang jauh lebih tinggi ketimbang seorang Ksatria Agung, namun ia tidak mampu mengendalikan energi murni.     

"Mengapa kau terkejut?" tanya Liv dengan santai seraya melompat ke tengah. "Ayo kita mulai. Aku masih punya beberapa eksperimen yang harus kuselesaikan. Kita sudah membuang banyak waktu di jalan."     

"Baiklah." Angele ikut melompat ke tengah.     

Ia mengayunkan pedang crossguard-nya beberapa kali.     

Shing! Shing!     

Angin dari ayunan pedang itu meniup daun kering dari permukaan lapangan berlatih.     

Melihat kejadian itu, ekspresi Liv berubah serius.     

Awalnya, ia mengira bahwa Angele hanya mencapai tingkat Kristal karena bantuan ibunya. Namun, setelah melihat kejadian itu, ia sadar bahwa Angele mengetahui teknik pedang dan memiliki tubuh yang kuat.     

Kejadian itu membuatnya mengira bahwa sang tetua memodifikasi tubuh anaknya dengan bahan-bahan langka berkualitas tinggi.     

Liv memicingkan matanya. Ia tampak sedikit iri dengan anak itu.     

"Mari kita mulai! Bersiaplah!" Tanpa membuang waktu, wanita itu mengayunkan pedangnya dengan cepat, sehingga menciptakan garis-garis merah di udara yang menghilang perlahan-lahan.     

"Kerlipan Bintang!" Liv berteriak dan menerjang Angele setelah melewati kedua garis merah itu. Pedang panjang di tangan wanita itu bersinar merah.     

Ia bergerak sangat cepat, hingga suara pedang yang menusuk udara bergema di seluruh ruang berlatih.     

Angele hanya berdiri dan melihat pedang merah itu semakin mendekat.     

Klang!     

Pedang mereka saling bertabrakan, hingga mencipratkan bara api di antara mereka.     

Angele memiringkan tubuhnya ke samping dan menghilang.     

Liv mengerutkan bibirnya dan melepaskan gelombang energi yang berlekuk-lekuk. Kemudian, ia berbalik dan mengayunkan pedangnya ke depan.     

Klang!     

Wush!     

Udara hangat bertiup di balik telinga kanannya     

"Kau hebat… tapi kau tidak sanggup melawanku," bisik Angele dari samping.     

Brak!     

Liv mendengus kesal. Tubuhnya terlempar karena kekuatan Angele, hingga menabrak tepi lapangan. Debu-debu beterbangan di udara karena pertarungan mereka.     

"Sialan!" Liv berdiri dan mengangkat tangan kirinya. Tiba-tiba, muncullah rune bersinar yang berputar-putar di atas mata kanannya.     

Gelombang energi berbentuk tangan raksasa muncul di depan Angele dan melesat ke arah kepalanya.     

"Aku menyerah."     

Angele memegang pedangnya dan tersenyum.     

Tangan raksasa itu berhenti beberapa milimeter dari hidungnya.     

Wush!     

Angin dari tangan raksasa itu membuat rambutnya beterbangan ke segala arah.     

"Aku belum cukup kuat untuk menangkis gelombang energi dari penyihir tingkat 2." Angele menggeleng. "Tapi, kemampuan berpedang-ku lebih baik darimu."     

Liv menatap Angele dan menggertakkan giginya. Perlahan-lahan, rune merah dari mata kanannya menghilang, seiring dengan menghilangnya tangan raksasa dari energi it.     

"Kau menang," puji Liv dengan santai setelah menenangkan dirinya.     

"Kemampuan berpedang hanya akan berguna dalam situasi-situasi tertentu. Aku masih membutuhkan bantuanmu untuk melindungiku. Kau belum menunjukkan kekuatan aslimu, kan? Aku hanya beruntung." Angele membungkuk untuk menunjukkan hormatnya dan melemparkan senjatanya ke rak.     

Tak!     

Dengan tepat, senjata itu mendarat di tempat kosong yang tersedia.     

Ia puas dengan hasil latihan bertarung itu.     

Saat ia tinggal di reruntuhan, ia tidak sempat mencoba kekuatan darah kuno para wanita kalajengking. Akhirnya, setelah latihan ini, ia melihat kekuatan asli darah tersebut.     

Para wanita kalajengking itu adalah penjaga kolam ilusi, sehingga darah mereka pasti akan jauh lebih bersih ketimbang darah para harpy. Angele yakin bahwa kekuatan darah itu akan lebih kuat dari signet ilusi-nya, namun kekuatan darah para kalajengking itu jauh lebih kuat ketimbang perkiraannya. Kekuatan darah itu cukup kuat untuk membuatnya menghindari pengawasan Liv, seorang penyihir tingkat dua.     

Dikombinasikan dengan kemampuan berpedangnya, kemampuan itu sangatlah kuat.     

Kecepatannya adalah hasil dari kemampuan pasif not musik di dadanya. Ia hanya membutuhkan beberapa detik untuk melipatgandakan kecepatannya menjadi dua atau tiga kali kecepatan aslinya. Jika ia berhasil mengembangkan kemampuan ini, mungkin ia akan mampu bergerak lebih cepat dari gelombang suara. Lebih hebatnya lagi, kemampuan ini adalah kemampuan pasif yang dapat digunakan kapan saja.     

Jika saja kekuatan para penjaga tidak disegel, mungkin para wanita kalajengking itu dapat membunuhnya dengan mudah.     

Ia tidak tahu mengapa kolam ilusi Dunia Mimpi Buruk menekan kekuatan para penjaga, namun ia beruntung. Tanpa bantuan kolam itu, ia tidak akan mampu membunuh salah satu wanita kalajengking.     

Setelah melawan Liv, ia mengumpulkan banyak informasi, sehingga ia meminta Zero untuk menganalisa tingkat kekuatan seorang penyihir tingkat 2.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.