Dunia Penyihir

Kecelakaan (Bagian 1)



Kecelakaan (Bagian 1)

0'Ritual pola jiwa yang dilakukan seorang penyihir tingkat 4… Kurasa, aku tidak akan bisa memahami rune yang ia gunakan… Jika ada kesalahan, kita akan mati bersama.' Angele tersenyum kecut.     

'Jangan khawatir. Tidak akan terjadi apa-apa,' kata Henn dengan penuh percaya diri. 'Kau akan berhasil melakukan ritual itu dengan mudah. Vivian akan benar-benar percaya bahwa kau adalah anaknya.'     

'Bagaimana dengan sihir tingkat 2 yang kau janjikan?' tanya Angele.     

'Aku pasti akan memberikan pola yang kujanjikan, tapi proses pemindahan informasi akan memakan banyak energiku. Oleh karena itu, aku harus istirahat dalam waktu yang lama. Apa kau yakin mau pola itu sekarang?' tanya Henn.     

'Tentu saja. Itu adalah pertukaran yang adil.' Angele menjawab dengan santai. Ekspresi wajahnya pun tetap tenang.     

'Baiklah, aku akan memberikan pola itu setelah ritual.' Henn langsung memutus koneksi mereka.     

Angele berjalan-jalan mengelilingi ruangan itu dan memeriksa strukturnya sekilas. Setelah itu, ia mandi, kemudian berbaring di kasurnya.     

Dengan sabar, Angele menunggu Vivian melakukan persiapan selama sepuluh hari. Akhirnya, Vivian selesai mempersiapkan segala hal yang dibutuhkan untuk ritual lengkap pemeriksaan pola jiwa.     

Lingkaran sihir untuk ritual itu sangat mirip dengan lingkaran sihir yang digunakan Vivian beberapa waktu lalu, namun lingkaran sihir kali ini lebih kuat. Angele berdiri di atas lingkaran yang memancarkan cahaya warna kuning dan merah.     

Setelah asumsinya terbukti, Vivian memperlakukan Angele dengan jauh lebih baik ketimbang sebelumnya. Bahkan, wanita itu memperbolehkan Angele memasuki sebagian besar ruangan di reruntuhan. Wanita itu masih sedikit tidak percaya, namun perubahan drastis yang tiba-tiba itu membuat Angele merasa tidak nyaman selama beberapa hari.     

Angele dan Vivian masih belum saling mengenal dengan baik, sehingga wanita itu masih berbicara dengannya dengan ekspresi kosong. Namun, ia telah memperlakukan Angele seperti anaknya sendiri. Angele mampu merasakan harapan, cinta, dan kebahagiaan yang amat sangat dari wanita itu. Itulah rasa cinta sejati seorang ibu kepada anaknya.     

Saat berbicara pada Angele, Vivian selalu menyunggingkan senyuman yang tulus.     

**     

Lima hari setelah ritual pola jiwa…     

Vivian dan Angele berjalan bersama-sama menyusuri lorong. Suara tapak kaki mereka bergema dalam reruntuhan yang kosong itu.     

"Aku sudah mengajakmu ke fasilitas dasar di reruntuhan ini. Sekarang, akua akan mengajakmu ke tempat yang lebih berbahaya, tempat tinggal hewan-hewan mutan. Tempat itu memiliki kandungan sulfur yang sangat pekat. Aku tidak ingin kau memasuki tempat itu tanpa sengaja." Vivian berjalan di depan Angele seraya menjelaskan situasi tempat itu.     

"Aku belum sempat memasuki semua tempat karena ada terlalu banyak faktor yang tidak diketahui di sini. Ingat, walaupun kau ingin tahu, jangan masuk sembarangan ke tempat yang belum dijelajahi hanya karena rasa penasaran."     

"Baiklah." Angele mengangguk. Jika seorang penyihir tingkat 4 mengatakan bahwa tempat itu berbahaya, Angele tidak akan melanggarnya.     

Vivian mengajak Angele ke bagian selatan reruntuhan, yang hampir seluruh bagiannya adalah daerah terlarang.     

Angele melihat sebuah penjara dan batu besar di dalam ruangan spesial. Kedua tempat itu menarik perhatiannya.     

Setelah menunjukkan tempat-tempat terlarang, Vivian mengajak Angele ke ruangan yang luas dan kosong, dengan dinding berpola daun dan sulur-sulur hitam.     

Wajah manusia berwarna abu-abu berada di tengah sulur-sulur itu, seakan-akan sulur itu adalah tali yang mengikatnya.     

Angele menatap wajah itu dengan hati-hati, bahkan ia meminta Zero untuk menganalisa wajah itu. Namun, setelah tidak menemukan energi kehidupan, ia menyadari bahwa wajah itu hanya hiasan belaka.     

"Dinding dengan ukiran seperti ini dibangun dengan bahan spesial." Vivian tersenyum. "Dinding ini mampu menyerap serangan apa pun, bahkan serangan dari sihir tingkat 3. Jika kau mempunyai waktu luang, kau boleh datang kemari dan mencoba sihir-sihirmu."     

Angele mengangguk. "Aku mengerti, Master Vivian."     

"Panggil saja Vivian, atau…' Vivian menjadi ragu. Ia menyadari bahwa masih belum waktunya Angele mengetahui bahwa ia adalah ibunya. "Yah, panggil saja 'Kakak'."     

Ekspresi Angele berubah. Ia menyadari bahwa Vivian akan jujur dan mengatakan 'rahasia' itu padanya cepat atau lambat. Namun, ia kesulitan memanggil sosok yang baru saja dikenalnya sebagai 'Kakak'.     

Melihat keraguan Angele, Vivian melambaikan tangannya. Ia tahu apa yang sedang dipikirkan anaknya itu. "Jangan terlalu dipikirkan. Aku tidak memaksamu memanggilku 'Kakak'."     

"Ah, selain itu, aku punya perpustakaan pribadi di sini. Aku menyimpan sebagian besar koleksi pribadiku di sana. Jika kau mau, kau boleh membaca buku-buku itu, tapi jangan membaca buku yang tidak sesuai dengan kekuatan mental-mu," tambahnya.     

"Baik," jawab Angele dengan sopan.     

"Ayolah, jangan terlalu serius." Vivian mengusap pipi Angele dan membelai kepalanya beberapa kali.     

Angele merasa kebingungan. Ia tidak terbiasa diperlakukan seperti anak kecil, namun ia tidak berusaha menolak Vivian.     

"Sering-seringlah tersenyum, tapi jangan terlalu dipaksakan. Apa kau tahu kata-kata bijak para penyihir: 'Senyum akan membuatmu lebih bahagia'? Ekspresi wajah dapat mempengaruhi pikiranmu. Jika kau sedih, senyum akan membuatmu lebih senang," kata Vivian dengan santai. "Aku akan berusaha tersenyum saat aku sedang sedih…" Wanita itu menatap Angele. Ekspresinya seperti sedang mengingat masa lalu.     

Chik!     

Terdengar suara seperti korek api yang dinyalakan.     

Api kehijauan seukuran manik-manik muncul pada pundak Vivian. Api itu berputar perlahan, namun Angele tidak merasakan panas api itu.     

Vivian memeriksa api hijau itu.     

"Aku harus pergi ke pusat Tangan Elemental sekarang, karena ada sesuatu yang harus kutangani. Jika kau mau, kau boleh berjalan-jalan di reruntuhan ini, tapi jangan masuk ke tempat-tempat berbahaya. Kau boleh pergi, tapi sebaiknya kau tetap tinggal di sini dan menghabiskan lebih banyak waktu bersamaku." Vivian tersenyum manis.     

"Yah… Baiklah." Lagi-lagi, Vivian mencoba mengelus pipi Angele. Namun, kali ini, Angele memutuskan untuk kabur.     

"Kau lucu sekali." Vivian tertawa. "Aku harus pergi sekarang. Bersenang-senanglah di sini."     

Wanita itu berbalik. Seketika, jubah panjangnya terbakar, dan tubuhnya ditelan api. Api itu mengecil, meledak, dan segera menghilang.     

'Pergilah ke perpustakaan. Kau akan menemukan apa yang kau cari di sana,' kata Henn.     

'Baiklah.' Angele berbalik dan mulai berjalan ke perpustakaan.     

'Apa kau lihat ada ruangan tertutup di bagian terlarang perpustakaan? Jika iya, kau harus…' Tiba-tiba, Henn berhenti berbicara.     

Tap!     

Seseorang menepuk pundak Angele dari belakang.     

"Tunggu, satu hal lagi!" Terdengar suara Vivian dari belakang.     

Angele gemetar. Ia terkejut karena dipanggil secara tiba-tiba. Tanpa membuang waktu, ia berbalik dan melihat Vivian.     

Wanita itu memegang patung kalajengking dari kristal di tangan kanannya. Ia menyerahkan patung itu pada Angele.     

"Terimalah, ini adalah alat sihir yang kujanjikan." Vivian berhenti tersenyum. Ekspresinya berubah serius. "Entah mengapa, aku merasakan ada jiwa lepas yang sedang mengejarmu. Alat ini akan membantumu menyembunyikan gelombang mental-mu. Jiwa yang mengejarmu ini terasa tidak asing… seperti jiwa dari Poros Waktu. Dulu, kau berkata bahwa kau pernah menjelajahi reruntuhan organisasi itu, kan? Alat sihir ini akan membuat jiwa itu tidak bisa mengejarmu. Semua anggota Poros Waktu tidak waras; ada yang bunuh diri secara masal, dan ada juga yang memakan daging manusia. Nanti aku akan memeriksa tubuhmu secara rinci, jadi jangan khawatir."     

"Terima kasih." Angele menerima patung itu.     

"Sama-sama." Vivian tertawa dan mengelus pipi Angele.     

Shing!     

Wanita itu kembali berubah menjadi bola api merah dan menghilang.     

Angele menatap kalajengking kristal. Ada duri-duri yang membentuk garis di punggung binatang itu. Wujud alat itu sama persis dengan pola jiwa anak Vivian.     

'Henn, apakan benda ini efektif padamu?' Angele mengelus permukaan patung itu, yang terasa dingin dan bertekstur halus. Aroma tubuh Vivian masih menempel pada benda tersebut.     

Tidak ada jawaban.     

'Henn?' panggil Angele dengan bingung.     

Ia menatap kristal itu dan berpikir selama beberapa detik. Akhirnya, ia memutuskan untuk meletakkan kristal itu di lantai.     

'… Patung… kau… buang… buang sekarang! Cepatlah!' Suara Henn tidak jelas, namun Angele dapat merasakan ketakutan wanita itu.     

Akhirnya, Angele mengerti situasi itu, dan segera mundur sepuluh langkah dari patung tersebut.     

Suara Henn kembali terdengar jelas.     

'Sialan! Sialan!' umpat Henn, menunjukkan seberapa marah dirinya saat ini. 'Benda terkutuk ini! Patung ini bisa memblokir semua koneksiku denganmu! Apa saja yang dilakukan wanita itu beberapa tahun ini…?! Di mana ia menemukan benda ini?'     

'Oh? Jadi benda ini benar-benar efektif?' Angele memicingkan matanya.     

'Jiwamu akan melemah karena efek samping benda ini. Sebaiknya, kau tidak membawanya! Selain itu, hubungan kita akan benar-benar terputus karena benda ini,' kata Henn dengan dingin.     

'Ini adalah alat sihir yang bagus. Aku benar-benar membutuhkannya.' Angele mengambil benda itu dari lantai, dan suara Henn segera menghilang lagi.     

'Wanita tua itu jelas berbohong, ha…' Angele menggeleng, memasukkan kalajengking kristal itu ke kantongnya, dan berjalan menuju ruang perpustakaan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.