Dunia Penyihir

Kota Kabut Putih (1)



Kota Kabut Putih (1)

0Angele mengangguk. "Kalau begitu, mari kita mulai. Aku akan memberitahu mantranya. Kau hanya harus membacanya saat aku…"     

Ia berbicara dengan menggunakan partikel energi.     

Setelah membaca pesannya, Hikari tampak terkejut. Dalam beberapa menit saja, mereka akhirnya selesai berbincang-bincang.     

"Bagaimana kalau kita mulai sekarang?" Angele melihat Hikari.     

"Baiklah."     

Angele berjalan keluar dari ruangan itu dan kembali sambil membawa pisau dagger. Ujung pedang itu diselimuti cahaya berwarna merah gelap. Ia berjongkok dan menggambar lingkaran sihir di lantai.     

Para penyihir lainnya minggir dan memberi ruang untuk Angele.     

Angele selesai menggambarnya setelah sekitar sepuluh menit.     

Gambar itu tampak seperti dua heksagram yang saling bersilangan dan diselimuti oleh rune-rune yang rumit.     

Angele berdiri dan mengangguk pada Hikari.     

Mereka mulai membaca mantra dengan suara yang pelan bersama-sama.     

Cahaya dari rune-rune itu perlahan memudar. Beberapa detik kemudian, seluruh lingkaran sihir itu menghilang.     

Raut wajah Angele pun berubah.     

"Kurasa, lingkaran sihir itu berhasil. Tapi, aku sudah hafal lingkaran sihir itu. Jika tak ada hal aneh yang terjadi, artinya, tempat itu aman. Namun, jika ada bayangan berbentuk manusia yang muncul di tengah lingkaran itu, artinya di sana ada hantu. Ukuran bayangannya menunjukkan kekuatan hantu-hantu itu. Hantu yang lemah seukuran dengan kuku, sedangkan yang lemah seukuran dengan jari. Kutukan hantu yang kuat mampu membunuh penyihir tingkat 1 biasa."     

Setelah mendengar perkataan Angele, Hikari mengangguk kecil. Reyline, Morrisa, dan Stigma berdiri di samping pintu. Raut wajah mereka berubah serius selama mereka menunggu hasilnya.     

Beberapa menit kemudian.     

*SHING*     

Titik cahaya kecil berkedip-kedip di tengah lingkaran sihir. Tak lama kemudian, titik itu meledak.     

Cahaya ledakan yang sangat menyilaukan itu menerangi seluruh ruangan.     

Sebuah bayangan kecil perlahan muncul di rune yang dikelilingi cahaya putih. Bayangan seukuran lebah itu merenggangkan punggungnya. Saat sosok itu memadat, cahaya putih itu mulai berubah merah.     

Ekspresi Angele seketika berubah.     

"Lari!" teriaknya. "Cepat lari! Sekarang juga! Tinggalkan bangunan ini!"     

Kelima penyihir itu bergegas lari keluar kamar itu.     

Angele tak punya waktu untuk menjelaskannya. Ia memimpin kelompoknya ke pintu masuk utama dengan wajah yang pucat.     

"Ada apa, Green? Apa bayangan merah itu?" tanya Stigma seraya berlari.     

"Keluar dari sini dulu. Bawa semua barang-barangmu. Kita harus pergi sekarang juga!" jawab Angele dengan gugup. Ia berlari keluar tanpa menoleh sedikit pun.     

Reyline berlari mengikuti Angele tanpa mengatakan apa pun.     

Hikari ragu sejenak, lalu ia menarik Morrisa keluar dari tempat itu. Setelah menemukan tas-nya, Stigma juga cepat-cepat keluar dari bangunan itu.     

Mereka berlima bergegas ke pintu masuk kota itu.     

Angele terus memeriksa keadaan di sekitar.     

Semakin mereka menerka-nerka apa yang sedang terjadi, mereka semakin tegang dan gugup.     

Kabut putih masih melayang-layang di kota itu, sehingga pandangan Angele menjadi kabur.     

Mereka cepat-cepat berjalan kembali pintu gerbang batu.     

Angele menghela nafas lega setelah mereka berjalan keluar dari gerbang. Ia berbalik dan melihat jalan di Kota Kabut Putih.     

Angin dingin meniup dedaunan kering berwarna kuning hingga terbang di udara. Kota itu sunyi senyap, dan ia tak bisa melihat pergerakan apa pun.     

"Jadi, apa bayangan merah berbentuk manusia tadi?" tanya Hikari.     

"Sejujurnya, aku tak tahu apa bayangan itu. Namun, ada yang tidak beres dengan tempat itu." Angele menggeleng. Ia mengangkat tangan kanannya dan melihat kotak aneh berwarna hitam di telapak tangannya.     

Angele terkejut.     

"Kotak siapa ini? Apa aku tak sengaja mengambil barangmu?"     

"Itu bukan punyaku." Hikari langsung menggeleng. Wajahnya masih tampak pucat setelah ia melihat hal mengerikan di tempat itu tadi.     

Angele menunjukkan kotak itu pada Reyline dan Stigma, namun benda itu bukanlah milik mereka.     

"Tidak mungkin... Aku tidak mengambil apa pun di kamar tadi..." kata Angele seraya mengingat kejadian tadi.     

Tiba-tiba, sosok wanita berambut panjang berwarna putih terlintas di pikirannya. Wanita itu menatap Angele di depan pintu gerbang bangunan. Rambutnya menutupi separuh bagian wajahnya, dan otot-otot wajahnya berkedut.     

"Apa-apaan..." Tangan kiri Angele memegang dahinya kuat-kuat. Perasaan buruk itu membuatnya sangat pusing.     

Ia menggeleng kepalanya dan memeriksa kotak itu.     

Tutup kotak hitam itu berukiran sulur emas.     

"Kita harus segera pergi. Hei, Green, ada apa ini? Apa kau baik-baik saja?" Angele menyadari bahwa Angele kesakitan.     

"Tak apa... Kepalaku sakit..." bisik Angele.     

"Apa kau dikutuk oleh hantu? Seberapa kuat kutukannya...? tanya Reyline sambil mengernyitkan dahi.     

"Hantu lebih kuat daripada yang kau pikir." Hikari mengangguk. "Hantu yang aku temui di Dark Red Highland bahkan bisa..."     

Kepala Angele masih terasa sakit, dan telinganya berdengung. Ia bahkan tak bisa mendengar perbincangan Hikari, Reyline, Morissa, dan Stigma. Rasa pusingnya baru pergi sepuluh menit kemudian.     

Suara-suara penyihir kembali terdengar di telinga Angele.     

"Apa ada kota lain di depan kita? Stigma?" Setelah mendengar cerita Hikari, Reyline menoleh ke Stigma.     

"Kita akan sampai ke kota selanjutnya setidaknya setengah bulan lagi."     

"Kurasa kau berlebihan. Itu hanya hantu... Kita semua kan penyihir." Reyline tak mengerti mengapa Angele seolah tak bisa bergerak.     

Reyline sudah membaca tentang jiwa-jiwa yang bergentayangan di buku penyihir. Dari buku itu, ia tahu bahwa hantu bisa dilenyapkan dengan mudah dengan serangan energi murni. Ia tak percaya bahwa kutukan mereka dapat membunuh penyihir.     

"Mengapa kita tidak singkirkan saja hantu itu dan beristirahat di kota? Kita harus beristirahat dengan baik. Perjalanan ini sangat melelahkan. Bagaimana?" tanya Reyline dengan tenang.      

Ia kemudian menoleh ke Angele dan berkata, "Maaf, Green. Aku mempercayaimu sebagai ketua kelompok, tapi kita sudah sampai di benua tengah. Karena Stigma pernah tinggal di sini, kurasa sekarang dialah yang harus memimpin kita."     

"Aku jarang mendengarmu berbicara banyak." Akhirnya, Angele sudah tidak merasa pusing lagi. Ia perlahan menurunkan tangan kanannya. "Tentu, Stigma pasti bisa memimpin kelompok kita dengan baik. Aku tak keberatan."      

Angele adalah ketua di kapal karena ia memenangkan kompetisi dan mendapatkan liontin itu. Kini, mereka telah meninggalkan kapal, sehingga ia tak masalah jika posisinya harus ditempati oleh orang lain. Namun, cara Reyline menyampaikan pendapatnya terdengar aneh. Angele tak mengerti mengapa Reyline ingin tinggal di kota.     

"Stigma, sekarang, kaulah yang membuat keputusan. Kita harus tinggal di sini atau melanjutkan perjalanan ke kota selanjutnya?" Reyline menoleh ke Stigma.     

Stigma merasa ragu. Ia ingin membuat keputusan terbaik untuk kelompoknya, namun Reyline sangat mendesaknya.     

Reyline sudah mencapai tingkat Kristal, dan ia yakin bisa mengalahkan Angele. Kekuatan mentalnya cukup kuat untuk mengaktifkan teknik rahasia keluarganya. Ia ingin menjadi pemimpin, namun Stigma lebih tahu tentang Omandis.     

Angele ingin keluar dari kota itu karena ia tahu bahwa hantu bisa menjadi sangat kuat, namun Reyline berpikir bahwa menyingkirkan hantu hanya memakan waktu sebentar. Sebagai Penyihir Sempurna, Reyline tak mau mencoreng nama baiknya.     

Stigma berpikir sesaat, sebelum akhirnya menjawab, "Reyline adalah Penyihir Kristal, jadi seharusnya ia bisa bertarung melawan hantu. Kita ada berlima, namun musuh kita hanya satu. Kurasa kita harus kembali ke kota."     

Reyline adalah satu-satunya penyihir tingkat Kristal di kelompok itu, namun Angele ragu bahwa Reyline sudah menguasai sihir tingkat 2. Sepertinya, Stigma tak mau berdebat dengan Reyline, karena ia akan masih bekerjasama dengan Reyline selama perjalanan ini.     

Raut wajah Angele tampak kosong. Ia masih memikirkan tentang kotak hitam itu.     

Kotak itu datang entah dari mana, sehingga meninggalkan banyak misteri.     

'Kotak apa ini? Berasal dari mana? Mengapa ini ada padaku?'     

Namun, Zero tak memiliki data tentang kotak ini.     

Zero tidak akan bisa membantu masalah yang berkaitan dengan hantu. Ketika Zero tidak memiliki banyak informasi tentang benda asing, ia tak menganggap benda itu sebagai ancaman, sehingga ia tak memperingatkan Angele tentang kotak itu.     

Angele tersenyum kecut ketika ia mendengar perkataan Stigma. "Kalau begitu, mari kita bagi menjadi dua kelompok. Aku akan tetap di sini. Aku tak akan kembali ke sana."     

"Green, apa yau yakin?" tanya Reyline dengan serius.     

"Ya, aku yakin." Angele mengangguk. Bayangan aneh berwarna merah menunjukkan bahwa hantu itu berbeda dengan yang sebelumnya mereka temui. Kota ini mungkin adalah teritorinya.     

"Aku akan tetap bersama Green," sela Morissa.     

Hikari mengangguk dan melihat Reyline. "Aku akan pergi ke kota denganmu. Sekarang, kau adalah penyihir Kristal, jadi kau mungkin bisa menghadapi hantu. Serangan energi murni-mu cukup kuat."     

"Baiklah kalau begitu. Aku akan menunggumu dengan Morissa." Angele mengangguk.     

"Green, kukira kau adalah pria pemberani." Reyline menggeleng. "Terserahlah. Jangan membuang-buang waktu."     

Ia langsung berbalik dan pergi ke kota dengan Hikari dan Stigma.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.