Dunia Penyihir

Perjalanan (Bagian 1)



Perjalanan (Bagian 1)

0Tak!     

Tiba-tiba, terdengar suara kayu tangga kapal yang diturunkan. Tangga tersebut menghubungkan bagian atas kapal dengan tanah di bawah sana. Saat menapak tanah, tangga itu mengibaskan debu berwarna kuning ke udara.     

Orang-orang berjubah putih turun dari tangga. Sinar matahari yang sangat terang menyinari pakaian mereka.     

Ada tiga penyihir pria dan dua penyihir wanita. Keduanya membawa koper hitam.     

"Tempat ini sangat sepi." gumam Angele seraya berjalan di depan kelompok itu. Kulitnya yang bersinar perak dan mata emasnya terlihat sangat terang di bawah terpaan cahaya matahari.     

"Gadis-gadis origami..." gumam Stigma dengan ekspresi sangat serius. Ia melihat gadis-gadis kertas yang menatap mereka dari balik bayang-bayang pohon. Gadis-gadis itu menatap para penyihir itu.     

"Kita harus pergi sekarang!" Stigma berteriak, nadanya sangat gugup dan ketakutan. "Green, belok ke kanan, sekarang!"     

"Kau takut dengan gadis kertas? Ayolah, Stigma, kau adalah penyihir tingkat Cairan..." jawab Angele seraya melihat kumpulan gadis-gadis kertas di bawah pohon.     

"Tapi, legenda mengatakan bahwa gadis-gadis itu hanya hidup di bawah pohon yang memiliki jam raksasa. Saat jam berputar karena kekuatan suatu bayangan gelap, gadis-gadis itu akan menjadi liar dan memburu semua makhluk hidup di sekitar mereka. Satu-satunya cara untuk membasmi mereka adalah dengan membunuh bayangan hitam di bawah pohon. Jika bayangan itu tidak dibunuh, gadis-gadis origami itu akan terus muncul tanpa henti." jelas Stigma. Ekspresinya tampak serius. "Apa kau tidak lihat banyak makhluk hidup yang berusaha menjauh dari pohon ini?"     

Mendengar perkataan Stigma, para penyihir segera mempertimbangkan keputusan mereka.     

"Baiklah. Kalau begitu, ayo kita pergi."     

Angele mengangguk perlahan.     

"Di sana ada altar! Mari kita ke sana!" Hikari menunjuk sisi kiri pohon.     

Angele menoleh ke kiri dan melihat ke sekitar. Ia melihat altar dari batu berwarna kelabu berdiri di sebelah kiri pohon.     

Rune kuning bening berbentuk salib dengan empat ujung yang tajam melayang-layang di atas altar itu.     

Asap kuning terus muncul dari rune itu.     

Mereka berlima segera berjalan mendekati altar itu.     

Stigma terus mengawasi gadis-gadis kertas itu dan memastikan bahwa mereka tidak bergerak.     

Reyline memegang kedua scimitar-nya erat-erat sambil melihat sekeliling mereka untuk memastikan bahwa situasi masih aman. Ketiga penyihir pria itu membentuk segitiga untuk melindungi kedua penyihir wanita di tengah.     

Para gadis kertas itu hanya berdiri di bawah pohon sambil menatap kelima penyihir dengan penuh rasa ingin tahu. Mereka tidak memiliki wajah, sehingga Angele tidak tahu ekspresi mereka, apakah mereka benar-benar ingin tahu atau tidak sabar menunggu bayangan hitam di bawah jam raksasa itu.     

Sesampainya di altar, kelima penyihir menghela nafas lega. Mereka duduk dan memeriksa persenjataan masing-masing.     

Angele menghela nafas lega dan duduk di dasar altar, yang terbuat dari batu.     

Menurut Stigma, rune di atas altar-altar yang tersebar tidak pernah diserang oleh makhluk-makhluk sekitar dan memiliki kemampuan untuk kembali sendiri jika dicuri atau diambil, namun tidak ada yang tahu mengapa.     

Stigma berbicara sambil membubuhkan bubuk hijau di atas pisau hitamnya.     

"Bersiaplah. Pastikan bahwa kalian punya cukup bahan-bahan mantra untuk bertarung. Tempat ini sangat berbahaya, dan aku harus memastikan posisi kita sekarang. Aku tidak menyangka akan bertemu dengan gadis-gadis origami di sini."     

"Berapa lama waktu yang kau butuhkan?" tanya Reyline.     

"Kira-kira 15 menit."     

"Perasaanku tidak enak." Reyline mengernyitkan alisnya. "Sepertinya, ada yang tidak beres. Akan lebih baik jika kita pergi secepatnya sebelum hari gelap."     

"Tidak. Walaupun tempat ini berbahaya, kita harus berhati-hati dan memastikan lokasi kita sebelum melanjutkan perjalanan. Jika kita tidak tahu jalan dan pergi secara sembarangan, kita mungkin akan diserang oleh bajing*n-bajing*n yang mengira bahwa kita adalah penyusup." Stigma menggeleng.     

"Jadi, apa yang harus kita lakukan?" Hikari menggandeng tangan Morissa. "Morissa adalah tabib yang hebat, sehingga ia bisa merasakan keberadaan energi kehidupan di udara. Sekarang, ia sedang merasa tidak enak badan, sehingga artinya..."     

"Energi kehidupan di udara sangat lemah. Tempat ini membuatku pusing, tapi aku tidak tahu apakah rasa pusing ini disebabkan oleh energi kematian atau apa. Aku merasa sesuatu yang berbeda." Morissa menjelaskan.     

"Mari kita pergi saja." Angele memutuskan. "Kita coba untuk menjauh dari gadis-gadis kertas itu dan lihat apa ada yang berubah. Mungkin mereka adalah alasan mengapa Morissa merasa tidak enak badan."     

Reyline, Morissa, dan Hikari mengangguk, sementara Stigma memiliki pendapat berbeda. Namun, setelah Angele meyakinkannya, Stigma pun setuju.     

"Baiklah. Kalau begitu, kita akan berjalan mengikuti rute kapal. Seharusnya, kita akan baik-baik saja."     

Ketiga penyihir pria membentuk formasi segitiga untuk melindungi kedua penyihir wanita sebelum melanjutkan perjalanan.     

Tidak lama kemudian, mereka segera menghilang di cakrawala.     

Wush!     

Angin sepoi-sepoi bertiup di atas altar.     

Tiba-tiba, batu altar mulai retak dan terkikis.     

Tidak lama kemudian, altar itu benar-benar retak. Rune bercahaya di atasnya pun menghilang.     

Beberapa detik kemudian, altar batu itu berubah menjadi kubangan yang penuh dengan penuh cairan hitam yang lengket dan berbau busuk.     

Di tengah kolam, terlihat wajah pucat seorang wanita, bibirnya yang retak-retak dan berwarna kelabu bergerak-gerak, namun tanpa mengeluarkan suara.     

Salah satu gadis kertas mengepakkan kedua sayapnya dan mendarat di tepi kolam. Setelah mendarat, gadis itu menatap arah kepergian kelima penyihir.     

**     

Lima penyihir berjubah putih terus berjalan menyusuri padang rumput yang tak berujung.     

Beberapa ekor burung berbulu merah dan hitam beterbangan di langit. Burung-burung itu memiliki mata yang aneh dan tampak seperti burung-burung bangkai mutan.     

Beberapa ekor burung bangkai bertengger di atas dahan pohon yang telah mati sambil menatap kelima penyihir. Suara makhluk-makhluk itu membuat Angele merasa ngeri.     

Reyline mendongak dan menatap burung-burung yang beterbangan. Ia menghubungkan kedua scimitar-nya kembali menjadi busur.     

Stigma menepuk pundak Reyline dan menggeleng. Reyline pun segera menurunkan busurnya.     

Angele sibuk memeriksa keadaan sekelilingnya. Titik-titik cahaya biru bersinar di depan matanya.     

'Bagaimana proses analisanya?' tanyanya.     

'Analisa telah selesai. Mencari informasi medan pelindung yang tak dikenal... Tidak ada hasil. Mohon segera pergi.' Setelah mendengar jawaban Zero, Angele menghela nafas kecewa.     

Ia memegang scimitar terkutuk-nya, dan asap hijau aneh langsung menaiki lengannya.     

'Periksa kondisi tubuhku,' perintahnya. Ia telah mengumpulkan semua bubuk biru yang ditinggalkan roh-roh badai yang mati dan memakannya dalam kurun waktu beberapa hari. Bubuk biru itu adalah bahan penting untuk proses konversi energi kehidupan.     

Sayangnya, proses ekstraksi energi kehidupan itu sangatlah lambat. Ia telah bertanya lebih dari sepuluh kali, sebelum akhirnya proses tersebut selesai.     

'Esensi kehidupan roh badai telah terserap dengan sempurna. Kekuatan telah meningkat. Memeriksa...'     

'Angele Rio: Kekuatan, 15 poin. Kecepatan, 13,4 poin. Daya tahan, 17 poin. Kekuatan mental, 55,3 poin. Mana 54 poin. Kekuatan spesial scimitar terkutuk telah aktif.'     

Angele terkejut setelah mendengar hasilnya. Ia tidak menyangka bahwa energi kehidupan roh badai mampu meningkatkan kekuatannya sebanyak itu.     

'Nonaktifkan kekuatan spesial scimitar terkutuk dan periksa kembali kondisi tubuhku.'     

'Memeriksa... Angele Rio: Kekuatan, 6,2, Kecepatan 6,7, Daya tahan 10,2, Kekuatan mental, 53,4, Mana, 50,1'     

'Hebat sekali... Aku benar-benar tidak menyangka...' Angele tersenyum puas. Kekuatan itu membuatnya semakin percaya diri.     

Dengan bantuan kekuatan scimitar itu, daya tahan-nya telah mencapai 17 poin, sehingga ia tidak perlu krim penyembuh. Lukanya akan berhenti berdarah dalam 30 detik, dan ia hanya perlu beristirahat selama beberapa hari agar tubuhnya pulih seperti semula. Serangan yang mampu membunuh penyihir pada umumnya hanya akan sedikit melukainya.     

Penambahan kekuatan itu juga sangat hebat. Angele yakin bahwa ia bisa bertarung dengan makhluk sihir mutan dengan mudah jika memiliki kekuatan sehebat itu.     

Sebentar lagi, kekuatan mentalnya akan mencapai tingkat Kristal. Perjalanan ini membuat kekuatan mentalnya naik sekitar 10 poin.     

Mendengar Morissa angkat bicara, ia segera berhenti berbicara dengan Zero.     

"Aku merasa jauh lebih baik. Pusingku juga sudah hilang. Sepertinya, aku pusing karena gadis-gadis origami itu."     

"Bagus. Untungnya, gadis-gadis kertas itu tidak mengejar kita. Mereka dikendalikan oleh kekuatan misterius. Ah, kita sudah dekat dengan Tebing Neraka." Stigma menunjuk ke depan.     

Di depan kelima penyihir itu, terdapat tebing yang sangat besar. Angin hangat bertiup melintasi wajah mereka.     

Mereka berjalan mendekati tebing dan meletakkan koper masing-masing.     

"Aku akan memeriksa apa ada jebakan," teriak Angele.     

"Baiklah." Stigma dan keempat penyihir menepi.     

Angele berjongkok di tepi tebing dan mengambil segumpal tanah liat. Ia melemparkannya ke tebing di seberang.     

Tanah liat itu tertiup angin, sehingga tercerai-berai seperti pita berwarna kuning dan menghilang.     

"Hibis... Dengarlah... Angin... Penderitaan... Mimpi..." Angele menggumamkan mantra seraya menunjuk ke depan dengan telunjuk tangan kanannya.     

Benang hijau yang kecil dan tipis dengan bentuk seperti kecambah muncul di tepi jari Angele dan terbang menyeberangi tebing. Angin pun tidak mampu meniup benang yang terlihat lemah itu.     

"Ini adalah sihir modifikasi untuk mendeteksi pergerakan energi. Benang hijau ini bisa menyamar menjadi manusia hidup." Angele menjelaskan seraya mengendalikan benang yang terbang itu.     

"Wow, kau menggunakan sihir yang lebih baik dan lebih cepat dari ramuan pemanggil roh elemen Angin-ku. Hebat sekali." Hikari mengangguk.     

Mereka melihat benang itu terbang di udara.     

Dalam beberapa menit, benang itu mendarat di tebing seberang.     

Shing!     

Tiba-tiba, bayangan hitam yang aneh muncul dan menelan benang hijau itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.