Dunia Penyihir

The Eye of the Storm (1)



The Eye of the Storm (1)

0"Maksudmu, mengaktifkan keempat benda sihir secara bersamaan …? Di pesisir barat, para penyihir yang dianggap kuat hanya bisa mengaktifkan dua benda sihir. Benda modifikasi kita biasanya tidak bisa mengubah jalannya pertarungan," kata Reyline dengan santai.     

"Ya, situasinya berbeda." Stigma menggeleng. "Para penyihir di Omandis memiliki rata-rata tingkat kekuatan mental yang lebih tinggi. Mereka juga sudah mengembangkan metode untuk mengendalikan benda-benda sihir dengan lebih baik. Efeknya bisa ditingkatkan dengan kekuatan mental yang lebih sedikit."     

"Menarik… Maksudmu, para penyihir tingkat satu seperti kita dianggap lemah di Omandis?" Hikari mengernyitkan dahinya.     

"Benar, kecuali Green. Ia adalah penyihir yang kuat dan memiliki alat sihir. Green masih tergolong kuat di Omandis." Keempat penyihir lainnya langsung menoleh ke Green.     

Angele sudah menghabiskan satu tusuk daging, kemudian ia meletakkan beberapa tusuk lagi di atas rak logam. "Kau sudah tahu bahwa aku adalah penyihir gelap, kan? Wajar saja jika aku bisa bertarung dengan lebih baik. Stigma, aku masih ingin tahu banyak hal tentang keluargamu. Maukah kau menceritakannya pada kami?"     

Stigma ragu sesaat, tapi akhirnya ia mengangguk. "Tentu. Tidak masalah."     

Ia meminum sedikit anggur dan mulai bercerita.     

"Ayahku adalah kepala keluarga. Mungkin ini terdengar menyenangkan, tapi ia mempunyai lebih dari 10 anak laki-laki. Hanya salah satu dari kami yang memiliki 'darah murni' manusia, sementara yang lainnya berdarah campuran, termasuk aku. Ia jauh lebih menyayangi manusia 'sungguhan' daripada kami. Saudaraku yang berdarah murni itu juga diangkat sebagai pewaris keluarga kami. Situasi keluarga kami cukup rumit.     

"Satu-satunya orang yang peduli padaku adalah ibuku, adik perempuanku, dan temanku, Liana. Aku sangat merindukan mereka." Stigma tampak kesepian.     

"Aku bukanlah calon penyihir berbakat. Aku menghabiskan waktu bertahun-tahun mencapai tingkat 3. Aku berhasil melampaui batasku setelah tiba di Pesisir Barat. Di keluargaku, akulah target yang selalu diganggu. Hanya adik perempuanku dan Liana yang menolongku, namun mereka adalah penyihir berbakat dan penting untuk keluarga kami. Mungkin sekarang mereka sudah menjadi penyihir resmi. Aku rindu ibuku. Saat aku masih di Omandis, kondisi tubuhnya tidak baik. Aku membuang banyak waktu di Nola. Kuharap mereka masih mengingatku..." Stigma menghela nafas. Mengingat kenangannya di Omandis membuat perasaannya bercampur aduk.     

"Kita hampir sampai. Kunjungi saja mereka. Kau sudah menjadi penyihir resmi, jadi keluargamu pasti menghormatimu." Hikari tersenyum.     

"Kalian tidak mengerti. Walau aku sudah menjadi penyihir tingkat Cairan, ada banyak anggota keluargaku yang sudah mencapai tingkat yang jauh lebih tinggi. Keluargaku sangat mendukung adik perempuanku, karena ia sangat berbakat. Sekarang, dia mungkin sudah naik ke tingkat yang selanjutnya." Stigma menunduk. Cahaya kobaran api menerangi pipinya.     

"Walaupun ia sangat berbakat, ia tetap membutuhkan waktu untuk bisa naik dari tingkat 2 ke tingkat 1." Hikari menggeleng.     

"Yah mari kita bicarakan hal yang lain. Atmosfer di sini semakin berat. Apa rencana kalian setelah kita sampai di Omandis?" Hikari mengubah topik pembicaraan.     

Lima penyihir itu duduk di sekitar api unggun seraya makan dan berbincang-bincang.     

Angele kembali ke kamarnya. Namun, ia masih memikirkan perkataan Stigma tentang para penyihir di Omandis.     

Jika penjelasan Stigma itu benar, para penyihir di Omandis pasti mempunya mantra instan selain Mantra Pasif.     

Dengan alat-alat sihir dan teknik meditasi tingkat lanjut, para penyihir di Omandis pasti sangat kuat. Di Nola, Angele memang tergolong sebagai penyihir kuat, namun ia mungkin dianggap lemah di benua bagian tengah.     

Angele berbaring di tempat tidur, dengan titik-titik cahaya biru berkelip-kelip di depan matanya.     

Ia meminta Zero untuk membuat simulasi pertarungan antara ia dan para penyihir Omandis. Jika lawannya hanya memiliki tiga mantra instan, Angele mungkin masih bisa memenangkannya. Ia bisa menggunakan tiga mantra kuat secara instan berkat bantuan Zero. Ini adalah keuntungannya dalam pertarungan.     

Angele mengerti mengapa Stigma sangat ingin kembali ke Omandis. Ia ingin membuktikan pada keluarganya bahwa dirinya bukanlah penyihir yang lemah. Stigma telah mencapai tingkat Cairan, sehingga ia tak lagi membebani teman dan adiknya.     

Sepuluh hari kemudian, mereka berlima mempersiapkan diri untuk pertarungan selanjutnya di ruangan mereka masing-masing.     

Mereka membuat balok-balok es dan meletakkannya di dek kapal agar lawan mereka selanjutnya tidak dapat mendeteksi mereka.     

Di pertarungan keempat, Angele meningkatkan kecepatan ketiga kapal itu dan meminta rekan-rekannya untuk berhenti bernafas selama tiga menit. Mereka berhasil selamat.     

Akhirnya, masalah yang terakhir pun datang.     

Tiga kapal perlahan terbang di hamparan langit biru yang sangat luas.     

Angele dan kawan-kawannya berdiri di dek kapal yang pertama. Mereka melihat keadaan sekitar dan bertukar informasi dengan menggunakan partikel energi.     

Tiba-tiba, kapal-kapal itu memperlambat lajunya dan melayang-layang di udara.     

Cahaya matahari menghangatkan dek kapal dan menyinari jubah putih yang dikenakan para penyihir itu.     

"Masalah terbesar dalam perjalanan ini akan segera muncul," kata Stigma dengan serius. "Mata Al'akir. Di sekitarnya, tak ada makhluk-makhluk yang mengerikan, namun ini bisa dianggap sebagai bencana alam."     

Empat penyihir lainnya melihat pemandangan di depan mereka dengan raut wajah yang serius.     

Langit di atas kapal mereka tampak cantik dan bersih.     

Namun, awan-awan hitam menyelimuti langit di depan mereka. Ada sebuah tornado raksasa yang menghubungkan daratan dengan langit di atasnya. Tornado itu berputar perlahan.     

Tapi, tornado itu tak bersuara sama sekali.      

Pusaran angin raksasa menghalangi daratan di bawah kapal mereka. Yang terlihat hanyalah lautan awan yang bergerak-gerak.     

Celah antara surga dan neraka tampak sangat kecil.     

Ini adalah kesempatan terakhir kita, namun ini sangatlah rumit. Pertama, kita harus menunggu pusaran angin itu reda, sehingga kita bisa memeriksa area itu," jelas stigma, "Selain itu, ada banyak kelompok roh badai di dalam tornado itu. Mereka diciptakan oleh Dewi alam, sehingga mereka jauh lebih kuat dari roh badai yang diciptakan dengan ramuan. Berhati-hatilah, semuanya. Biasanya, mereka datang dalam kelompok besar dan bisa menggunakan energi listrik."     

"Kedengarannya sangat sulit." Hikari menggeleng.     

"Ya, Cloud Bee dan tornado adalah tantangan yang paling sulit di perjalanan ini. Kita mungkin bisa menghindari makhluk, namun kita tak bisa menghindari tornado." Stigma mengangguk.     

"Bisakah kita sedikit mengganti rute? tanya Angele.     

"Tidak. Area yang paling aman adalah area sekitar tornado, karena tak ada satu makhluk terbang pun yang dapat mendekatinya. Kita harus mengalahkan roh-roh badai itu." Stigma mengedikkan bahunya.     

"Baiklah. Kita sudah hampir sampai. Tambah kecepatannya," kata Reyline. Ia berhasil naik ke tingkat Kristal setelah melewati empat pertarungan, namun ia masih harus menyeimbangkan kekuatan mentalnya.     

"Baik." Angele mengangguk dan mengaktifkan liontin di tangannya.     

Tiga kapal itu, yang dikelilingi oleh partikel energi berwarna hijau, terbang dengan semakin cepat.     

Ketika kapal-kapal itu mendekat, tornado abu-abu itu semakin tampak jelas.     

Beberapa menit kemudian, para penyihir mendengar suara badai yang sangat mengerikan.     

Angele merasa seperti telinganya ditutupi selimut yang tebal. Tekanan yang kuat dari tornado itu membuatnya kesulitan bernafas, sehingga ia merasa tidak nyaman.     

Tornado ganas itu menggores wajahnya seperti beberapa bilah pedang.     

Kapal itu berusaha menembus angin, dan partikel energi hijau menjaganya agar tetap stabil     

Tiga kapal itu tampak seperti tiga ekor semut yang berjalan di sekitar jam pasir besar.     

Lima penyihir itu menunduk dan bersembunyi di belakang pagar kapal. Angele terus memeriksa situasi di sekitarnya.     

"Bersiaplah! Mereka segera datang!" teriak Stigma.     

*WOO*     

Begitu banyak pusaran angin melompat ke dek kapal dan membentuk banyak roh-roh badai yang tinggi dalam sekejap.     

Roh-roh badai itu tampak sama seperti tubuh manusia; sebagian adalah wanita, dan yang lainnya adalah pria. Mereka tak mengenakan pakaian sama sekali, dan tubuhnya dikelilingi energi listrik berwarna biru.     

"Penyusup! Matilah kau! Atas nama Al'akir, aku akan menghabisimu!" teriak pemimpin kelompok roh itu dalam bahasa kuno. Roh itu adalah wanita bermata putih dan berkilau. Ada begitu banyak energi listrik yang berkumpul di kedua tangannya dan membentuk tombak petik yang panjang.     

Tombak biru itu tampak seperti petir menyambar-nyambar.     

"Mati kau!" Ia melempar tombaknya ke para penyihir.     

"Biar aku yang mengurus ini! Reyline melangkah maju. "Lindungi Green! Pastikan bahwa ia bisa mengendalikan energi angin dari matriks!"     

Tombak itu melesat ke arah Reyline dan meninggalkan jejak garis di udara. Reyline telah menyiapkan pelindung energi. Namun, arah tombak itu berubah, sehingga mendekati kapal mereka. Tombak itu belok ke kanan dan terbang ke arah Angele.     

Ekspresi Angele pun berubah. Titik-titik cahaya biru berkedip-kedip di depan matanya. Ia menggenggam liontin, yang menjadi kunci tantangan ini. Saat tornado itu berada di samping mereka, ia harus memastikan bahwa arah dan kecepatan kapalnya tepat. Jika partikel energi angin kehilangan kendali, kapal-kapal mereka akan ditarik masuk ke pusaran badai itu. Tak ada yang bisa selamat dari tornado itu. Bahkan roh-roh spirit tak tahu apa yang ada di dalam sana. Tekanan angin itu bisa menghancurkan semua penyihir itu.     

Sebelum roh-roh itu melompat ke dek kapal, Angele sudah membuat simulasi. Jika kapal itu dihantam tornado secara langsung, peluang mereka untuk selamat kurang dari 0,1%.     

Ia mencurahkan seluruh fokusnya untuk mengendalikan kapal, sesuai dengan rencana mereka sebelumnya. Ia kesulitan menjaga kapal agar tetap stabil saat mereka terbang di dekat badai itu. Nyaris tidak mungkin bagi Angele untuk menghadapi serangan roh-roh badai itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.