Dunia Penyihir

Pedang Kebesaran Ular (Bagian 1)



Pedang Kebesaran Ular (Bagian 1)

0Mata itu masih melihat sekelilingnya dengan tatapan penuh rasa ingin tahu.     

Angele menatap mata itu dan memutuskan untuk menyingkirkan ketiga magic stone yang sudah hancur.     

Namun, mata itu masih ada di sana.     

'Makhluk apa ini? Dari mana asalnya?' Angele menatapnya dengan bingung. Ia berdiri dan menunjuk lingkaran itu, kemudian melepaskan selembar lempengan logam besar untuk menutupi mata tersebut.     

Setelah mata itu tertutup, ia kembali mendekati si prajurit tengkorak dan menekan tengkorak makhluk itu.     

Krak!     

Tengkorak makhluk itu hancur berkeping-keping, dan tulang-tulangnya berceceran di tanah.     

Karena tak ada tangan untuk mengangkatnya, kapak hitam makhluk itu pun ikut terjatuh.     

Angele mengambil kapak hitam itu dan melihatnya sekilas.     

Pada kapak berbilah lebar itu, terukir beberapa kata berbunyi: "Untuk Chita."     

Kata-kata yang ditulis dengan bahasa kuno itu terlihat sedikit buram karena pembusukan.     

Ia mengayunkan kapak itu beberapa kali.     

'Sekitar 25 kilogram…' Ia memastikan berat kapak tersebut dengan bantuan Zero.     

Rambutnya memendek, mengecil, dan kembali ke panjang semula dalam kurun waktu beberapa detik saja.     

Setelah rambutnya kembali seperti sedia kala, ia berjalan mendekati peti mati di tengah ruangan itu sambil membawa kapak milik makhluk itu di tangannya.     

Peti mati itu tergeletak di sana. Ornamen-ornamen batu rubi di sekitarnya membuat peti itu terasa seperti dijaga ratusan pasang mata.     

Angele menyentuh tutup peti itu dan mendorongnya, namun peti itu tidak juga terbuka.     

Ia melihat sisi-sisi peti itu dengan keheranan. Ternyata, tutup peti itu telah benar-benar lengket dengan petinya.     

Setelah berpikir selama beberapa saat, akhirnya ia memutuskan untuk tidak membuka peti tersebut.     

Ia meninggalkan peti itu dan membaca semua buku yang diletakkan satu per satu.     

Semua buku-buku itu menceritakan tentang pencapaian Ksatria Orlando, sosok yang disemayamkan di sini, namun semua buku itu ditulis oleh orang-orang yang berbeda. Karena tidak menemukan hal-hal penting pada buku itu, ia memutuskan untuk berjalan mendekati meja persembahan.     

Setelah menaiki tangga, ia berdiri di depan api.     

Gelombang panas terus muncul dari api abadi yang terbakar tanpa bahan bakar itu.     

Tidak terlihat adanya sisa-sisa pembakaran di atas piring perunggu di bawahnya; hanya ada api yang melayang-layang dan terus melepaskan gelombang panas.     

Piring perunggu tempat api itu berada dihiasi oleh bunga-bunga hitam yang telah kering. Pada sisi kanan meja persembahan, terdapat sebilah pedang perak pendek; pegangan pedang itu berpola rumit.     

Pola pegangan pedang itu terlihat seperti dua ekor ular dengan mulut terbuka – siap untuk menyerang musuh.     

Angele melihat sekelilingnya, namun hanya pedang itu yang menarik perhatiannya.     

Ia mengambil pedang itu dan mengayunkannya ke depan.     

Shing!     

Secercah cahaya perak muncul dari ujung pedang dan menabrak dinding batu di seberang meja persembahan.     

Cahaya perak itu meninggalkan tanda tipis yang gelap. Setidaknya, tanda itu sedalam beberapa meter.     

Kejadian itu membuatnya terkejut.     

'Aku tidak merasa sedang menggunakan partikel energi…' Ia memegang pegangan pedang itu erat-erat. Pegangan itu terasa dingin dan basah. Pedang itu sangat ringan, seperti pedang mainan yang terbuat dari kayu.     

Lagi-lagi, ia mengangkat pedang itu dan mengayunkannya ke depan.     

Shing!     

Secercah cahaya perak kembali meninggalkan ujung pedang itu dan menabrak dinding, sehingga membuat tanda gelap serupa di samping tanda pertama.     

Angele memeriksa pedang itu beberapa kali, tapi ia tetap tidak menemukan sesuatu yang aneh walau dengan bantuan Zero. Pedang itu terlihat seperti pedang sederhana, namun sepertinya bilah pedang itu telah diberi sesuatu yang mirip partikel energi.     

Ia mencoba mengayunkan pedang itu pada benda-benda di dalam kuburan, dan semuanya hancur terkena cahaya perak tersebut.     

Dengan hati-hati, ia membungkus pedang itu dengan cairan perak, menciptakan sarung pedang, dan mengikatnya ke sabuknya.     

Sebelum pergi, ia mengambil semua buku di kuburan itu dan mengikat buku-buku tersebut dengan benang perak.     

Angele memutuskan untuk meninggalkan lingkaran sihir yang ia buat. Ia yakin bahwa mata itu akan menghilang setelah energi dari ketiga magic stone yang digunakannya habis.     

Krak!     

Angele membuka pintu.     

Ia melangkah keluar, namun…     

Wush!     

Terdengar deru angin dingin menusuk tulang. Bagian belakang lehernya terasa dingin sekali.     

Ia menoleh ke belakang. Cahaya makam itu telah menghilang. Sepertinya, angin itu berasal dari dalam inti kegelapan tersebut.     

Ekspresinya berubah ketakutan. Ia segera berlari keluar dan kembali ke akar pohon raksasa tersebut.     

Hari masih malam, dan kabut biru masih memenuhi udara. Secercah cahaya biru menembus awan-awan tebal di langit dan menyinari tubuh Angele.     

Ia melihat sekelilingnya dan memastikan bahwa tidak ada yang aneh, kemudian mulai berjalan kembali ke rumahnya.     

Setelah beberapa langkah, ia merasakan ada yang tidak beres, sehingga ia menoleh ke belakang. Pemandangan di belakangnya membuat bulu kuduknya berdiri.     

Pohon raksasa itu bergerak-gerak dan berusaha membebaskan diri seperti manusia yang sedang terikat.     

"Ah!" Pohon itu berteriak keras seraya menggerak-gerakkan cabangnya. Pemandangan itu terlihat mirip dengan manusia dicekik yang berusaha bertahan hidup.     

Batang, kulit, dan cabang-cabang pohon itu mulai meleleh dan berubah menjadi kubangan cairan lengket berwarna hitam hanya dalam waktu sepuluh detik, sebelum akhirnya menghilang begitu saja.     

Hanya tersisa sebuah padang rumput hijau, seolah-olah pohon itu tidak pernah ada.     

Ia memeriksa buku-buku dan pedangnya untuk memastikan bahwa benda-benda itu tidak ikut menghilang. Benar saja, semua benda itu masih ada, namun mata kedua ular bersinar dengan cahaya kehitaman.     

'Aku harus segera pergi…' Ia memutuskan, perasaannya menjadi semakin tidak enak. Dengan hati-hati, ia menarik pedang yang ia dapatkan dan memutuskan untuk pergi secepat mungkin.     

Krak!     

Sebuah retakan besar muncul di atas rumput. Seketika, muncul sebuah mata besar yang melihat sekelilingnya dengan tatapan penuh rasa ingin tahu.     

Mata itu memiliki panjang sekitar 10 meter, seperti mata hewan buas raksasa yang hidup di bawah tanah.     

Setelah mengenali mata itu, wajah Angele berubah pucat – mata itu adalah mata yang sama persis dengan lingkaran sihir yang dibuatnya. Hanya saja, ukurannya telah menjadi jauh lebih besar.     

Ia mundur beberapa langkah, dan berlari tunggang langgang kembali ke rumahnya. Saat berlari, ia terus melihat ke arah belakang untuk memastikan bahwa tidak ada yang mengikutinya.     

Angele merasa sedikit lega. Terlalu banyak keanehan di Dunia Mimpi Buruk. Walaupun ia adalah penyihir yang terpelajar dan memiliki pengetahuan yang luas, ia masih tidak tahu apa yang tadi terjadi.     

Setelah berbalik ke belakang, ia terbelalak kaget dan berdiri mematung.     

Jejak-jejak kaki kecil berhenti di depan pelindung logam-nya dan menghilang ke dalam tanah hanya dalam beberapa detik.     

Saat ia berhenti bergerak, jejak-jejak itu juga berhenti mengejarnya.     

Terasa seperti ada sesuatu yang berbalik dan menatapnya dari belakang. Tidak ada makhluk yang terlihat di sana, namun ia mampu merasakan bulu kuduknya berdiri.     

Tanpa ragu, ia mengangkat pedangnya dan mengayunkan pedang itu ke depan.     

Shing!     

Cahaya perak bersinar di udara.     

Tas!     

Terdengar suara seperti gelembung air yang pecah. Saat mengenai benda tak kasat mata itu, cahaya perak pedang langsung menghilang.     

Angele mundur beberapa langkah dan melihat sosok misterius itu tidak lagi bergerak.     

Ia pun berbalik dan kembali berlari sambil terus memeriksa keadaan sekelilingnya. Sudah tidak ada jejak kaki yang mengikutinya.     

'Sepertinya, monster itu mengikutiku keluar dari rumah. Saat aku masuk ke gua, kukira dia sudah pergi,' tebaknya.     

Makhluk aneh itu nyaris tidak terdeteksi. Tidak ada gelombang energi, kekuatan mental atau pun jiwa, dan tidak ada suara sedikit pun dari makhluk itu. Satu-satunya bukti keberadaannya adalah jejak-jejak kaki di tanah.     

Angele mempercepat langkahnya dan segera kembali ke rumah.     

Saat melihat pelindung energi dan sulur-sulur, ia merasa lebih tenang.     

Namun, tiba-tiba, ekspresinya berubah dingin.     

Jejak-jejak kaki kecil mengepung pelindung energi itu, namun ukurannya berbeda-beda. Semua jejak itu mengarah pada rumahnya.     

Mereka menyadari keberadaannya.     

Tap! Tap!     

Semua makhluk tak kasat mata itu berbalik bersama-sama dan menatap Angele. Tidak terlihat ada orang di depannya, namun rasanya seperti ditatap oleh ribuan orang.     

Hutan itu menjadi hening.     

Ekspresinya berubah serius, dan ia kembali mengangkat pedangnya.     

Shing! Shing! Shing!     

Cahaya-cahaya perak beterbangan di udara dan mendarat di atas rerumputan.     

Cras! Cras!     

Separuh dari seluruh jejak kaki di tanah terhapus setelah terkena cahaya pedang tersebut.     

Angele mundur beberapa langkah dan berputar ke sisi lain pelindung.     

Ia memasukkan pedang pendeknya dan menciptakan sebongkah bola lahar berwarna merah gelap.     

Seketika, ia melemparkan bola itu, tanpa memastikan sasarannya.     

Duar!     

Cahaya terang dari ledakan itu menerangi seluruh hutan dan mengusir sebagian besar kabut pekat di sekitar mereka.     

Angele merasakan tetesan hujan laharnya telah membunuh sebagian dari makhluk-makhluk itu.     

Tiba-tiba, ia berhenti dan melihat sekelilingnya.     

Pepohonan terbakar hangus, sementara api masih melalap sebagian cabang-cabang pohon. Tetesan lahar panas emas masih menetes dari batang-batang pohon di sana.     

Jejak-jejak itu telah menghilang, namun gelombang panas terus menyebar ke seluruh penjuru.     

Setelah puas melihat hasilnya, Angele segera pergi melewati hujan api itu tanpa ragu dan berjalan mendekati pintu masuk rumah.     

Api dari kayu yang terbakar membuat tempat itu menjadi hangat, sehingga perasaan takut itu tidak lagi menghantuinya.     

Saat ia berjalan melewati gerbang, sulur-sulur hitam penutup pintu itu bergerak.     

Ia menarik nafas dan berjalan masuk melalui pintu pagar.     

'Banyak hal terjadi selama petualangan-ku. Bagaimana kabar Frey sekarang? Dulu, ia mengatakan bahwa ia hanya ingin memeriksa kota-kota di sekitar sini, tapi segalanya bisa terjadi selama perjalanannya…' Angele menghela nafas seraya mengambil buku-buku yang masih terikat benang logam.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.