Dunia Penyihir

Waktu Terus Berjalan (Bagian 2)



Waktu Terus Berjalan (Bagian 2)

0Perlahan-lahan, kereta berjalan memasuki gerbang, melewati lorong pendek, dan sampai di teras berlantai putih.     

Pengawal-pengawal berbaju zirah putih berjalan ke sana kemari untuk menjaga keamanan teras. Mereka berjalan dengan rapi; masing-masing membawa tombak panjang.     

Di tengah teras, terdapat sebuah patung duyung dari perunggu yang tubuhnya dibalut kain sutra lembut. Tubuhnya seperti tubuh wanita cantik, namun kakinya berbentuk ekor ikan. Patung itu membawa sebuah vas kecil yang terus mengucurkan air dan akhirnya jatuh di bawahnya.     

Teras itu penuh dengan toko-toko dengan penanda perunggu dan ditutupi kelambu berwarna cokelat tua. Terlihat banyak orang berlalu lalang masuk dan keluar dari toko. Sebdariagian besar dari mereka adalah prajurit bayaran yang mengenakan pakaian hijau dan hitam.     

Jenis kelamin dan penampilan mereka berbeda-beda, namun mereka semua memiliki bekas-bekas luka, yang menunjukkan bahwa mereka adalah petarung handal.     

Beberapa penyihir dan calon penyihir juga memasuki teras dengan kereta kuda masing-masing.     

Pada bagian seberang gerbang, terdapat sebuah bangunan besar yang berbentuk seperti perpustakaan.     

Bangunan itu berdinding kuning, dengan tiga menara yang menghiasi bagian atasnya. Pada puncak menara, terdapat tiga hewan: elang, singa, dan kalajengking.     

Di depan bangunan, terdapat sebuah tangga panjang dengan sekitar 100 anak tangga. Banyak orang berlalu lalang naik dan turun.     

"Itu adalah balai kota Syair Duyung. Tiga patung hewan di atasnya adalah simbol tiga departemen dan tiga jurusan. Elang itu adalah simbol Jurusan Mata Elang, singa adalah simbol Jurusan Peperangan, sementara kalajengking adalah simbol Menara Cendekiawan atau yang lebih dikenal sebagai Menara Sihir. Tiga departemen itu adalah pemegang saham utama Syair Duyung, sehingga mereka punya hak untuk mengakses semua sumber daya kota." Cruise menjelaskan.     

"Jadi, kita adalah bagian dari departemen mana?" tanya Angele. Ia tidak terlalu tertarik.     

"Tentu saja Menara Cendekiawan… Simbolnya adalah kalajengking. Simbol itu tidak mengingatkanmu pada sesuatu?" Cruise menggeleng.     

"Menara Cendekiawan memiliki hubungan dengan ibuku?" tanya Angele dengan terkejut.     

"Benar. Bukan hanya ibumu, tapi semua guru-guru ibumu. Kita akan tinggal di sini selama beberapa dekade."     

"Itu terlalu lama…" Angele mengerutkan bibirnya. Tidak lama kemudian, kereta berhenti. Ia membuka pintu dan melompat turun.     

Mereka berjalan masuk ke balai kota bersama Cruise.     

**     

Kehidupan di Kota Syair Duyung tidak sama dengan apa yang ia bayangkan.     

Ia tidak perlu tinggal di kantor sepanjang hari. Ia hanya perlu memeriksa dokumen di awal bulan, dan ia tidak perlu bertemu dengan banyak orang. Setelah tugasnya selesai, ia memutuskan untuk kembali ke rumah dan pergi ke Dunia Mimpi Buruk untuk memeriksa keadaan Frey dan Freia.     

Terkadang, rumahnya diserang oleh berbagai macam makhluk mutan. Tingkat kekuatan makhluk mutan itu semakin besar, sehingga terkadang ia terpaksa harus melawan makhluk-makhluk itu sendiri. Untung saja, sistem pertahanan rumah masih aman, sehingga rumah itu tidak rusak.     

Proses mempelajari teori pengukiran lingkaran sihir dan penguatan benda berjalan lambat. Walaupun chip-nya bisa membantu menyimpan informasi dan melakukan kalkulasi, ia tetap harus mempelajari teori yang dibutuhkan secara manual.     

Tingkat kesulitan teori tersebut benar-benar berbeda, jauh lebih sulit ketimbang teori yang harus ia pelajari saat ia masih menjadi seorang penyihir tingkat 1.     

Ia tidak terlalu memedulikan Phoenix ataupun Pembunuh Bayangan kiriman organisasi. Phoenix masih terlalu lemah, dan ia tidak bisa mengendalikan kelakuan burung itu, sehingga ia hanya akan memanggil burung itu di Dunia Mimpi Buruk. Pembunuh Bayangan kiriman Menara Penyihir Kegelapan masih terkunci di kamarnya, jadi ia masih belum tahu cara memastikan kekuatan makhluk itu.     

Ia menghabiskan waktunya dengan belajar dan mendatangi pesta-pesta yang diadakan oleh rekan kerjanya di Departemen Sumber Daya Penyihir. Selain itu, ia berkomunikasi dengan Mincola, Reyline, Stigma, dan Hikari dengan bantuan rune komunikasi dan menara pengirim pesan.     

Angele sadar bahwa saat ia mencapai tingkat 2, sumber-sumber daya langka tidak akan membantunya berkembang, jadi ia harus mempelajari teknik pengukiran lingkaran sihir. Itulah alasan mengapa peringkat tertinggi di negeri perbatasan barat adalah tingkat 2.     

Setiap hari, ia berusaha mengukir lingkaran sihir yang ia perlukan, namun proses itu berjalan sangat lambat.     

Ia menghabiskan waktunya dengan bekerja di rumah, menjaga anak-anak di Dunia Mimpi Buruk, dan melakukan pekerjaannya di Kota Syair Duyung. Semuanya berjalan sesuai rencana, dan kehidupannya sangatlah nyaman. Tujuan hidupnya jelas, dan ia cukup sabar menunggu kemajuannya yang lambat.     

Waktu terus berjalan. Tidak terasa, sepuluh tahun sudah berlalu…     

**     

Di Dunia Mimpi Buruk…     

Klang!     

Percikan api terciprat di antara Frey dan Freia.     

Mereka mundur beberapa langkah dan saling pandang.     

Cahaya matahari pagi bersinar dan menghangatkan tubuh mereka dengan cahaya emas.     

Frey sudah dewasa. Wajahnya sangat tampan, dengan rambut pendek hitam, kulit cokelat, dan baju zirah putih. Dengan pedang perak besar di tangannya, ia terlihat seperti petarung yang handal.     

Shing! Shing!     

Ia mengayunkan pedang besarnya beberapa kali dan menunjukkan bahwa ia mampu mengayunkan pedang itu hanya dengan satu tangan.     

"Baiklah, latihan hari ini sudah cukup, Freia." Frey mengusap keringat pada dahinya.     

Freia mengangguk dan menggenggam pedang tipisnya. Rambut hitam gadis itu berkuncir kuda. Wajahnya imut, dan tubuhnya proporsional. Kulit gadis penuh energi itu terlihat sedikit pucat, sehingga pembuluh darah berwarna biru terlihat jelas di tangannya.     

Freia mengenakan baju zirah putih, senada dengan baju zirah kakaknya. Ujung-ujung baju zirah itu berhiaskan bordir, dengan bagian pinggang yang ketat dan bagian dada yang sedikit longgar.     

"Kau sudah ada kemajuan." Frey tertawa seraya meletakkan pedangnya di rak yang telah disediakan. "Green mengajarimu teknik-teknik spesial, ya?"     

"Tidak. Waktu itu, Green sedang mencoba membuat ramuan unik. Kau ingat ular-ular yang menyerang taman kita beberapa waktu lalu? Green menangkap seekor ular, menjadikannya bahan ramuan, dan memintaku meminumnya. Sekarang, aku merasa lebih bertenaga, sehingga aku sering berlatih belakangan ini. Itulah mengapa kau mengira bahwa aku sudah ada kemajuan." Freia mengembalikan pedangnya ke rak. "Frey, kapan kau mau membiarkanku membantu melawan serangan makhluk-makhluk? Sekarang, sepertinya aku bisa menangkis serangan mereka."     

Gadis itu menggenggam tangannya erat-erat dan menatap Frey. "Jangan lupa bahwa aku menangkis semua seranganmu 20 menit belakangan ini." Setelah hidup selama lebih dari sepuluh tahun, kedua remaja itu memutuskan untuk memanggil rumah Green sebagai 'taman', seperti taman di negeri dongeng yang memberikan mereka semua yang mereka inginkan.     

"Bukan aku yang membuat keputusan di sini. Tanya saja pada Green. Mengapa kau tidak tinggal di sini saja dan hidup nyaman?" Frey menatap mata Freia.     

"Aku bosan… Aku mau menjelajahi dunia ini dan melihat apa yang terjadi dengan mata kepalaku sendiri… Seperti dirimu…" Setelah tinggal di rumah Angele selama bertahun-tahun, Freia hampir lupa betapa berbahayanya dunia ini.     

"Selain itu, mengapa Green tidak menua? Wajahnya sama persis dengan hari saat kita pertama kali bertemu… Menurutku, itu aneh. Bagaimana menurutmu?" bisik Freia.     

Frey menggeleng. "Aku tidak tahu… Mungkin ia punya ramuan spesial…" Sepertinya, Frey juga ingin tahu apa rahasia Angele.     

"Mari kita pergi ke ruang baca. Seharusnya, dia sudah kembali." Freia menggandeng tangan kakaknya dan berjalan masuk ke rumah.     

Mereka berjalan melalui lorong, masuk ke ruang tamu, dan naik ke lantai dua.     

Freia mengetuk pintu ruang baca dengan hati-hati.     

Tok! Tok! Tok!     

"Green, apa kau ada di dalam?"     

"Iya. Masuklah, kalian berdua," jawab Angele dari dalam.     

Kriet…     

Pintu terbuka dengan sendirinya.     

Freia mendorong pintu dan menarik kakaknya masuk.     

Seorang pria muda berambut panjang berwarna cokelat sedang duduk di depan meja, tepat di antara dua rak buku yang penuh buku-buku tebal. Senyuman lembut tersungging pada wajah pria itu.     

"Ada apa? Kalian ingin sesuatu?" Angele meletakkan pena-nya dan meletakkan sebuah patung kalajengking perak pada gulungan sebagai pembatas.     

"Green, aku ingin membantu membunuh makhluk-makhluk di sekitar taman. Bolehkah aku ikut dengan kakakku?" Freia berjalan mendekati Angele dan memegang lengan kanannya seraya tersenyum imut.     

Angele mengernyitkan alisnya.     

Ia mengerti bahwa Freia merasa bosan. Ia sudah tinggal di tempat ini selama sepuluh tahun untuk menunggu kakaknya kembali.     

Saat ia menyuruh Frey membunuh makhluk-makhluk lemah di sekitar rumah, ia berusaha menghabiskan waktunya bersama Freia.     

Angele memperlakukan kedua anak itu seperti anaknya sendiri. Freia adalah gadis yang baik, dan ia telah menceritakan berbagai hal tentang dunia ini pada Angele.     

Selama sepuluh tahun terakhir, mereka hidup seperti keluarga. Angele merasa nyaman saat berada di sekitar kedua anak itu, dan kedua anak itu melihatnya sebagai satu-satunya orang yang bisa dipercaya. Saat melihat kedua anak itu, ia merasa sangat nyaman, sementara kedua anak itu sangat mempercayainya, hingga tidak pernah mempertanyakan keputusannya.     

"Kemarilah, Nak." Angele membelai kepala Freia dan menarik tangannya. "Dunia ini berbahaya, dan kakakmu jauh lebih kuat dibandingkan dirimu. Jika kau bisa menang melawan kakakmu dalam kompetisi berpedang, aku akan mengizinkanmu untuk ikut. Bagaimana?" Angele tersenyum dan membelai pipi gadis itu.     

"Apa?! Tidak mungkin… Aku tidak bisa menang melawan kakakku dalam berpedang…" Freia memutar matanya dan mengerutkan bibirnya. "Hmm… Green, kalau begitu, bisakah kau memberiku sesuatu untuk melindungi diri dari makhluk-makhluk mutan di luar sana?"     

Di mata kedua anak itu, Green adalah sosok misterius yang tahu segalanya dan tidak pernah menua. Green mengatakan berbagai hal tentang dunia yang tidak pernah mereka dengar, dan ia akan membelai kepala mereka saat ia datang.     

Tangan Green terasa hangat dan lembut. Freia sangat suka menghabiskan waktunya dengan Green.     

"Jika kau tidak bisa menang melawan kakakmu, aku tidak bisa membantumu." Angele mengedikkan bahunya dan tertawa. "Kau ingat bibit yang kau tanam di… taman yang asli?"     

"Tentu saja." Freia mengangguk beberapa kali seraya menatap mata Angele. Sepertinya, harapan gadis itu kembali bangkit.     

"Saat bunga dari bibit itu merekah, kau boleh pergi." Angele mengangguk perlahan.     

"Janji?"     

"Iya, janji." Angele membelai pipi gadis itu. "Nah, mainlah bersama Phoenix. Aku masih harus menyelesaikan pekerjaanku."     

"Baiklah." Freia mengangguk dan berlari ke rak buku sebelah kiri. Ia menarik seekor burung merah berekor panjang dari bayang-bayang buku. Burung itu bergerak beberapa kali dan berusaha kabur, namun Freia memegang lehernya.     

"Phoenix, jangan sembunyi!" Freia menarik Phoenix keluar dari ruang baca, meninggalkan jejak berupa partikel energi berwarna merah di lantai.     

Frey menghela nafas dan menutup pintu setelah adiknya pergi.     

"Green, apa kau benar-benar mengizinkan Freia pergi?" tanya Frey dengan khawatir.     

"Mungkin…" Angele tidak menjawab pertanyaan itu. "Jika bunganya benar-benar mekar…" Bibit pemberiannya adalah bibit bunga matahari yang tidak akan mekar sebelum setidaknya seratus tahun.     

"Frey, kau sangat berbakat. Ayahmu akan bangga denganmu. Pelatihanmu baru dimulai beberapa tahun lalu, namun sekarang kau sudah menjadi sekuat ayahmu…" Angele berdiri dan menatap Frey.     

Sepuluh tahun lalu, Frey sangatlah pendek dan kurus. Tingginya tidak sampai ke bahu Angele. Namun, setelah berlatih keras, sekarang anak itu telah menjadi hunter yang berpengalaman.     

"Apa kau mau menjelajahi dunia ini?" tanya Angele. Ia mengerti apa yang sedang dipikirkan Frey.     

"Aku mau mencari orang-orang yang bertahan hidup di luar sana. Jika kami tidak bertemu denganmu, pasti kami sudah mati sekarang. Aku tidak boleh egois. Aku percaya bahwa masih ada orang-orang di reruntuhan kota atau di hutan yang menunggu seseorang untuk menyelamatkan mereka." Mata Frey memancarkan tekad yang kuat.     

Angele melihat sesuatu di mata Frey, seperti api emas bercahaya, simbol sebuah harapan.     

"Aku akan menjadi penyelamat mereka!" teriak Frey dengan lantang. Itulah impiannya setelah bertahun-tahun.     

Setelah Frey berteriak, mereka terdiam selama beberapa saat.     

Beberapa menit kemudian...     

"Baiklah, aku mengerti." Angele menutup matanya. "Tapi, adikmu…"     

"Green, tolong rawatlah adikku!" Frey mundur dua langkah.     

Tap!     

Ia bersujud.     

Brak! Brak! Brak!     

0

Ia memukul lantai ruangan dengan tangan kanannya beberapa kali, sebuah simbol penghormatan.     

"Aku akan kembali." kata Frey seraya mengangkat kepalanya dan berbicara dengan serius.     

Angele menatap Frey. Ia teringat pada Todd, yang meninggal bertahun-tahun lalu.     

Frey berdiri, membungkuk pada Angele, dan keluar dari ruangan.     

Angele menatap punggung Frey yang semakin jauh. Ia memahami bahwa pilihan itu tidak mudah. Pilihan itu akan mengubah hidupnya.     

Todd adalah seorang hunter yang bekerja di bawah gereja, dan Colin Hunter adalah jiwa dari Gereja Iicolin. Colin Hunter terkenal akan keberanian dan kebaikan mereka. Frey mempelajari kedua hal itu dari ayahnya bertahun-tahun lalu.     

Sebagai seorang penyihir, Angele akan melakukan apa saja untuk mencapai tujuannya.     

Ia kembali duduk.     

Setelah berpikir selama beberapa saat, ia mengambil penanya.     

"Menjadi ayah tidaklah mudah…" Ia menghela nafas, bersandar di dekat jendela, dan mengintip keluar. Ia melihat Freia menyiram bibit bunga matahari pemberiannya bersama Phoenix.     

Cahaya matahari bersinar di atas baju zirah Freia, sehingga menciptakan pantulan berwarna-warni.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.