Dunia Penyihir

Komunikasi (Bagian 1)



Komunikasi (Bagian 1)

0Setelah mengaktifkan teleportasi elemen, tubuh Angele bersinar dengan cahaya api kemerahan. Dalam sedetik saja, ia telah bergerak sejauh 30 meter, kemudian ia mendarat di sisi kanan semak belukar.     

Dalam hutan gelap itu, cahaya merah yang bersinar di matanya terlihat semakin jelas. Ia memicingkan matanya agar para serigala itu tidak melihat cahaya dari matanya.     

Wush!     

Tiga serigala itu berlari kencang melewati semak belukar, sehingga menciptakan suara gemerisik yang sangat ribut.     

Angele bersembunyi di balik bayangan dan mengaktifkan teknik persembunyian-nya. Dengan bantuan ekor ketiga serigala, Angele melihat bayangan merah mereka lewat.     

Semua serigala itu melolong dan berlari mundur.     

Perlahan-lahan, Angele berdiri dan berlari mengikuti serigala terakhir.     

Setelah berlari selama setengah jam, pepohonan di depan semakin berkurang.     

Di akhir lautan pohon merah itu, terdapat sebuah gunung tinggi berwarna kelabu.     

Pada sisi kiri gunung, terdapat sebuah gua setinggi 20 meter dan selebar 10 meter. Sebuah sungai kecil mengalir keluar dari gua tersebut.     

Semua serigala berlari masuk ke dalam gua dan menghilang dalam hitungan detik.     

Perlahan-lahan, Angele berjalan keluar dari semak belukar dan menciptakan sebuah lingkaran rune di udara. Setelah ia menggumamkan mantra, sebuah pelindung transparan berwarna merah muncul di depannya.     

Kemudian, ia menyentuh kantongnya dan menciptakan pelindung putih transparan di atas pelindung merah tersebut.     

'Tanpa bantuan Sihir Logam-ku, aku hanya bisa bergantung pada alat-alat sihir. Walaupun kedua pelindung ini cukup kuat menahan serangan berkekuatan 100 derajat, persiapannya sangat merepotkan…' Angele menggeleng dan mendekati gua itu.     

Pada sisi gua raksasa tersebut, terdapat sebuah gua kecil dengan seekor serigala ular api di dalamnya. Melihat ada yang mendekat, serigala itu menurunkan tubuhnya dan mendongak.     

Au!     

Suara lolongan melengking itu bergema dalam gua, bersama dengan suara lolongan serigala-serigala lainnya. Mata-mata hijau mereka bersinar terang dalam gua gelap itu.     

Angele tidak bergeming; matanya bersinar merah. Tiba-tiba, seekor burung merah terbang keluar dari dadanya.     

Burung itu berputar-putar dan meledak, hingga berubah menjadi pita-pita merah.     

Ia mengangkat tangannya dan mengambil salah satu pita.     

Wush!     

Sebuah bola cahaya merah bersinar di atas tubuhnya.     

Cahaya itu menghilang dalam sedetik, kemudian muncul sebilah pedang merah keemasan di tangan Angele. Pedang itu terhubung dengan sebuah zirah yang berat dan besar.     

Seekor singa berapi putih muncul di belakangnya.     

Aum!     

Singa itu mengaum, dan tanda merah berbentuk burung api di antara alisnya bersinar. Api putih pada bulu singa tersebut terasa sangat panas.     

"Pergilah." Angele menepuk kepala singa itu.     

Singa itu mengaum dan melesat dengan sangat cepat, hingga berubah menjadi bayangan putih.     

Brak!     

Salah satu serigala di gua kecil itu tersungkur di tanah; lehernya terbuka karena gigitan singa itu. Setelah bergerak-gerak selama beberapa saat, akhirnya serigala itu berhenti bergerak dan mati.     

Darah serigala itu mengalir dan mengotori sungai.     

Tanpa henti, singa itu terus melaju dan masuk ke dalam gua.     

Perlahan-lahan, Angele masuk sambil membawa pedangnya. Terdengar suara erangan kesakitan serigala-serigala yang mati terbunuh.     

Bau busuk darah menjadi semakin kuat. Semakin dalam ia berjalan, semakin sedikit pula suara lolongan yang terdengar.     

Setelah berjalan selama sepuluh menit, ia masih tidak bisa menemukan ujung gua itu.     

Cahaya merah dari pelindung dan kedua matanya menerangi sekitar gua.     

Serigala-serigala yang mati itu berjajar di tanah. Darah mereka mengalir ke sungai dan membuatnya menjadi berbau busuk.     

Setelah menghitung, ia melihat ada sekitar 100 serigala ular api yang telah mati.     

Setengah jam kemudian, akhirnya ia menemukan sebuah lubang gelap seperti pintu keluar. Singa putih itu menunggu di dekat lubang, dengan cahaya putih bersinar dari tubuhnya.     

Angele berhenti di luar gua dan mengintip ke dalam.     

Lubang itu adalah pintu masuk ruangan kecil, dengan sebuah lubang dalam yang berbentuk seperti sumur. Angin dingin bertiup dari dasar lubang tersebut.     

Angele merunduk dan melihat ke bawah, namun lubang itu terlalu dalam, sehingga ia tidak bisa melihat apa-apa.     

Ia mengambil sebuah bola merah kecil dengan bahan seperti karet, menggerakkannya beberapa kali, dan menjatuhkannya ke dalam tanah.     

Bola cahaya itu bersinar semakin terang dan jatuh perlahan.     

Angele menatap bola kecil itu jatuh, namun cahaya bola itu semakin redup dan redup. Setelah 30 detik, hanya ada sebuah titik putih di bawah.     

"Tidak mempan, ya?"     

Ia mengernyitkan alisnya, mengambil satu bola merah lagi, dan melemparkan bola itu ke arah dinding.     

Duar!     

Bola itu meledak dan melepaskan cahaya merah seperti api. Bola itu sangat terang dan memiliki diameter beberapa meter.     

Bola api itu menyebar dan memanjat dinding, sehingga menerangi ruangan kecil tersebut.     

'Masih mempan, jadi artinya… Sumur ini terlalu dalam dan dingin, sehingga bola ini jadi tidak efektif?' Angele menebak. Ia melambaikan tangan kanannya, dan api di dinding itu segera menghilang.     

Ia berdiri di ujung sumur. Awalnya, ia merasa ragu, namun akhirnya ia memutuskan untuk terjun.     

'Jika aku mau membangun altar-nya di sini, aku harus memastikan bahwa tempat ini benar-benar aman.' Ia mengangkat tangan kanannya dan menciptakan sebuah pusaran api merah di atas telapak tangannya.     

Pusaran api itu mengecil dan berubah menjadi bola lahar hitam, dengan lahar emas yang menetes pada permukaannya. Suhu bola lahar itu sangatlah tinggi.     

"Akan kucoba saja." Dengan hati-hati, ia melemparkan bola itu ke bawah.     

Wush!     

Bola lahar seukuran kepala itu jatuh dengan cepatnya, menerangi dinding sumur dan menghangatkan tempat itu.     

Dalam beberapa detik, terdengar suara keras dari dalam sumur.     

Cahaya merah dan asap putih membumbung dari sumur tersebut.     

Setelah asap menghilang, Angele melihat ke bawah. Sesuatu di bawah sedang terbakar, sehingga mengubah angin dingin dari dalam menjadi gelombang panas.     

'Sudah waktunya.' Ia memeriksa pelindungnya dan menatap singa di sampingnya.     

"Jaga tempat ini. Bunuh semua orang yang mendekat." Angele mengirim pesan pada singa itu dengan gelombang mentalnya.     

Aum!     

Singa itu mengembangkan sayapnya dan duduk di dekat sumur. Sepertinya, singa itu bisa memahami perintah.     

Angele mengangguk puas dan melompat turun.     

Saat melompat, ia merasa seperti melayang. Semua suara lain hilang, dan hanya ada suara deru angin dan percikan api. Titik-titik merah di bawah menjadi semakin terang.     

Dinding lorong itu sangat halus; lebarnya hanya cukup untuk satu orang. Tekstur lumut hitam pada dinding itu terasa basah dan licin.     

Akhirnya, Angele dapat melihat api di bawah dengan jelas.     

Brak!     

Tubuhnya mencapai tanah dan menciptakan suara ledakan.     

Tulang-tulang yang berceceran di ruangan itu pun terbakar.     

Setelah sepuluh detik, semuanya kembali normal.     

Perlahan-lahan, ia berdiri dari sebuah lubang api yang terbentuk karena pendaratannya. Dengan bantuan partikel energi, ia segera membersihkan jubah hitamnya.     

Sepertinya, tulang-tulang yang terbakar itu adalah sisa makanan para serigala yang telah dibuang. Bau busuk dari tulang-tulang itu memenuhi udara. Sebagian tulang belulang masih belum hangus.     

Di sisi kiri ruangan, terdapat sebuah lorong berukuran sedang.     

Sebagian besar lahar dari ledakan itu mengalir ke lorong dan membakar lantai.     

Pada kedua sisi lorong, terdapat kotak-kotak kayu hitam; semuanya membusuk dan kosong. Beberapa senjata hitam yang berkarat tergantung di dinding, mulai dari pedang, tombak, hingga pedang besar.     

Tidak ada pintu keluar lain; hanya ada lubang sumur itu.     

Tiga peti mati batu tergeletak pada bagian tengah lorong tersebut.     

Ketiga peti mati itu tertutup rapat dan dipenuhi ukiran-ukiran aneh seperti rune. Angele tidak pernah melihat ukiran seperti itu sebelumnya.     

Ia mengernyitkan alisnya dan mengendus udara. Tercium bau debu dan juga darah.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.