Dunia Penyihir

Pencerahan (Bagian 1)



Pencerahan (Bagian 1)

0Di salah satu dari sekian banyaknya gua dalam kuburan itu...     

Bayangan hitam meliuk-liuk, berputar dan menari dalam kegelapan.     

Seperti air yang mengalir, bayangan itu bergerak-gerak, sebelum akhirnya berhenti di depan pintu keluar gua. Dalam hitungan detik, bayangan itu bergerak dan berubah menjadi makhluk seperti manusia.     

Pria itu adalah Saruto, sang Lich Bayangan dengan wajah pucat dan bara api dalam kedua matanya. Cahaya biru dari lumut gua menerangi wajahnya.     

Wajah Saruto tidak lagi agresif dan menantang. Ia terus memeriksa keadaan sekelilingnya dan bersikap waspada, seperti sedang berusaha menghindari kejaran seseorang atau sesuatu.     

"Akhirnya, wanita itu pergi juga..." Ekspresi Saruto akhirnya menjadi lebih santai. Sesaat setelah ia mengambil cairan tersebut, seorang wanita dengan kekuatan mengerikan menyerang bahkan sebelum ia sadar. Gelombang mental wanita itu sangat kuat, hingga ia nyaris tidak bisa melepaskan kekuatan mentalnya sendiri. Melihat mata wanita itu rasanya seperti ditusuk oleh ribuan pedang.     

Menyadari bahwa wanita itu hanya mencari cairan yang ia dapatkan, ia memutuskan untuk meletakkan botol cairan itu ke tanah. Jika ia tidak memberikannya, sekarang ia pasti sudah mati.     

Saruto menekan dadanya. Api di matanya menari-nari. Ia melepaskan jubah hitamnya. Dalam jubah itu, terdapat sebilah pisau perak berlekuk yang menusuk dadanya, dihiasi dengan ribuan belatung-belatung berwarna kelabu yang menggeliat.     

Pisau itu adalah Pisau Emas Belatung, sihir terkuat milik Saruto. Penyihir di bawah tingkat 4 akan mati setelah terkena luka tusuk dan dikerubuti belatung-belatung sihir yang mampu memakan kekuatan mental. Ditambah lagi, belatung-belatung itu sangat kuat melawan penyihir dengan wujud jiwa.     

Saruto pernah membunuh dua orang penyihir berwujud jiwa dengan menggunakan pisau itu.     

Hanya sebagian kecil wujud jiwa yang dulunya adalah manusia, sementara sisanya adalah penyihir. Biasanya, wujud-wujud jiwa memiliki kekuatan tinggi dan misterius. Tanpa bantuan kekuatan pisau itu, Saruto pasti akan kalah melawan wujud-wujud jiwa.     

'Setelah menatap mata wanita itu, aku langsung terjebak dalam ilusi, sehingga aku mencoba bunuh diri dengan kemampuan terkuatku.' Saruto mencoba menenangkan dirinya. Untungnya, wanita itu masih mengejar bola mata milik Carmen. Hah! Pendekar roh itu tidak akan menang! Bola mata itulah benda paling berharga di kuburan ini.'     

Menyadari bahwa bukan hanya dirinya yang ada dalam bahaya dan ambang penderitaan, Saruto menjadi senang.     

Ia memeriksa keadaan tubuhnya dan melepaskan asap hitam. Asap-asap itu menutupi tubuhnya. Ia mengambil berbagai macam ramuan dari kantongnya.     

Setelah meminum beberapa botol ramuan, ekspresi Saruto berubah serius. Inilah kali pertama ia terluka karena kemampuannya sendiri.     

Belatung-belatung di tubuhnya tak kunjung mati walaupun ia telah mengkonsumsi berbagai macam obat. Untungnya, Saruto memiliki tubuh mati seperti zombie, dan ia adalah pemilik pisau itu... Jika tidak, ia pasti sudah habis dilahap belatungnya sendiri.     

Saruto menurunkan botol-botol ramuannya, kemudian mengiris kulit tangan kanannya. Dari dalam luka itu, ia mengambil sebuah pin logam kecil.     

Ia menekan pin itu, memecahkannya dan mengambil bubuk bercahaya di dalam retakan pin tersebut.     

Saruto menyimpan bubuk itu untuk keadaan darurat, namun saat ini adalah saat yang cukup darurat, sehingga ia terpaksa menggunakannya. Tanpa membuang waktu, ia menelan semua bubuk itu.     

"Siapa di sana?!"     

Ia berbalik. Cahaya hijau bersinar pada kedua matanya.     

Terdengar suara keras dari tapak kaki kuda bergema dalam gua, yang menandakan si ksatria roh bercahaya biru sedang menerjang. Melihat Saruto terluka, Carmen memelankan laju kudanya dan berhenti.     

"Saruto, kau ini kenapa…" Sama sekali tidak terluka, si ksatria roh mulai tertawa.     

Mendengar pertanyaan itu, ekspresi sang Lich Bayangan berubah terkejut. "Apa?! Di mana wanita itu?! Dia tidak menyerangmu?"     

"Wanita? Wanita yang mana?" tanya Carmen dengan bingung. "Apa ada orang asing lain di kuburan itu?"     

Ekspresi Saruto berubah serius. Ia menatap sisi kiri sang ksatria roh. Pada sisi leher sang ksatria, terdapat sebuah bola mata putih berbentuk sama dengan harta rahasia Mata Kehancuran.     

"Kau sudah meletakkan benda itu dalam tubuhmu…"     

"Tentu saja." Ksatria itu tertawa bangga seraya menggerakkan lehernya perlahan. "Aku beruntung sudah mendapatkan harta rahasia tempat ini. Sekarang, mungkin aku bisa mengalahkanmu, teman lama..."     

Melihat Carmen akan menyerang, Saruto menjadi ketakutan.     

"Kita barter saja! Aku masih punya hartaku!"     

"Aku tidak tertarik dengan hartamu, tapi..." Carmen menunggang kudanya berjalan maju.     

"Aku boleh terluka parah, tapi bukan berarti bahwa aku tidak bisa mencoba membunuhmu. Kemarilah jika kau mau mati sia-sia sekarang!" Seketika, api hijau dalam mata Saruto menjadi redup.     

"Tipuan lagi? Kau berbohong tentang lukamu?" Mendengar perkataan Saruto, Carmen terdiam dan menjadi ragu.     

"Apa lagi yang kau tunggu? Kau kemari untuk membunuhku, kan? Kuakui, aku akan mati jika mendapatkan satu pukulan lagi, tapi aku tidak akan membiarkanmu pergi begitu saja. Camkan itu!" Saruto membuat dirinya terlihat lebih lemah untuk membuat Carmen semakin ragu. Kekuatan bubuk yang ia konsumsi telah membantu kekuatannya sembuh, sehingga seperlima kekuatannya telah kembali.     

Bubuk itu adalah obat yang sangat mahal. obat itu mampu membantu tubuhnya sembuh walau ia berada di ambang kematian. Untuk membeli bubuk itu, ia harus menghabiskan separuh dari seluruh magic stone miliknya. Namun, obat itu benar-benar manjur, sehingga ia tidak terlalu ambil pusing.     

Semakin lemah dirinya, semakin ragu pula sang ksatria jiwa.     

Suasana menjadi sangat canggung dan tegang.     

Saruto hanya tertawa. "Jika kau tidak mau bertarung, jangan menghabiskan waktuku. Aku masih harus mencari wanita itu dan mendapatkan barangku kembali."     

"Terserah! Aku tidak peduli apakah kau luka atau tidak. Mari kita bertarung saja! Jika aku tidak bisa menang, aku bisa kabur!" Memutuskan untuk tidak terlalu peduli, Carmen melesat dan menerjang Saruto.     

Saruto terdiam. Sebuah lingkaran sihir hitam muncul di atas tangannya.     

Duar!     

Kuda biru beradu dengan cahaya hitam.     

Gema ledakan dan gempa akibat pertarungan itu terasa sangat mengerikan.     

  *************************     

"Mura, kau tidak apa-apa?" Dalam ruang rahasia kuburan, Mura sedang terbaring. Matanya bersinar dengan cahaya putih. Aria berdiri di sampingnya sambil membawa sebuah kotak kayu coklat.     

"Aku... Aku baik-baik saja." Detik demi detik, kondisi Mura semakin buruk.     

Tubuhnya sangat dingin dan tertutup es akibat terkena efek jantung pemberian sang ksatria.     

Sebuah benjolan besar dan menjijikkan berdenyut di kaki kirinya. Sebuah boneka kecil perlahan-lahan menarik punggungnya.     

Bibirnya berubah ungu, dan mulutnya berbau busuk, yang menunjukkan bahwa organ dalamnya telah terluka. Luka-luka dalam itu adalah akibat ramuan Angele.     

Tiga kekuatan berbeda menyatu dalam tubuh Mura. Walaupun ia dapat menetralkan satu kekuatan dengan bantuan Mura, tentu saja ia tidak bisa melawan tiga teknik rahasia buatan tiga orang penyihir tingkat 3 yang kuat. Ketiga kekuatan itu saling menyerang dan menyatu.     

Entah mengapa, Mura berhasil bertahan hidup melawan ketiga kekuatan, namun semua gelombang mentalnya habis akibat kombinasi ketiga serangan. Salah sedikit saja, ia bisa mati.     

Saat ini, ia seperti manusia biasa. Semua kekuatan mentalnya telah digunakan untuk menahan ketiga serangan.     

"Kembalilah. Bawa Akar Kehidupan itu dan letakkan di bawah kepala Alicia. Lakukan dengan benar, dan bawalah semua yang kau mau dari kuburan ini..."     

Aria terdiam. Ia menatap temannya yang sekarat itu. "Bagaimana denganmu?"     

"Mungkin inilah akhirku... Mati di sini adalah takdirku..." Mata Mura masih terbuka, namun ia tidak bisa melihat apa-apa. Air matanya telah membeku karena efek jantung sang ksatria. "Katakan pada Alicia bahwa aku telah membawa harta rahasia ini. Tidak ada yang bisa menemukanku. Ah, katakan bahwa aku tidak pernah mencintainya... Dia jelek dan kasar. Aku meninggalkan negeri ini bersama cinta sejatiku dan mengembara entah ke mana..."     

Duar!     

Lagi-lagi, kuburan itu berguncang.     

Ruang rahasia itu nyaris runtuh.     

"Pergilah sekarang. Sebentar lagi, tempat ini akan hancur... Sepertinya, penyihir-penyihir itu sudah melupakan kita." Mura mendongak. Suaranya sangat lemah.     

Aria melihat Mura memegang kotak kayu di tangannya erat-erat. "Aku tidak akan menyampaikan pesanmu itu. Ini... tidak adil!" Aria berbalik dan berjalan mendekati salah satu dinding.     

Shing!     

Aria menghilang ke dalam dinding batu itu..     

  ************************     

Sang ksatria roh berlari cepat keluar dari gua sambil membawa kepala Saruto yang pucat di dekat lehernya. Api biru menari-nari pada mata ksatria roh tersebut.     

"Hari ini adalah hari keberuntunganku! Ha!" Carmen berlari keluar dari reruntuhan. "Saruto, Tangan Elemental, Mura, semuanya bodoh! Semua yang masuk kemari sudah gila! Semuanya sudah menjadi milikku. Mereka bilang aku bodoh. Mana mereka sekarang, mana?!" Ia tertawa dan berlari semakin cepat, hingga akhirnya sampai di depan pintu keluar.     

Hari masih pagi. Sepertinya, matahari baru akan terbit.     

Kabut kelabu menghiasi tempat itu. Walaupun beberapa benda dekat masih terlihat jelas, jarak pandang tempat itu sangatlah minim.     

Sang ksatria melesat keluar dari kuburan dan melompati lingkaran sihir di tanah tanpa ragu. Ia segera mendarat di hutan.     

Setelah berjalan selama beberapa saat, ksatria itu memelankan langkahnya.     

"Linda, aku sudah kembali. Aku menemukan benda-benda yang kuinginkan. Kita harus pergi sekarang! Tangan Elemental masih mengejar!" Cahaya biru bersinar pada kuku sang ksatria.     

"Linda?" Carmen menyadari bahwa ada yang salah. Rune komunikasi biru di tangannya menjadi redup dan perlahan menghilang.     

Tidak ada jawaban. Hutan itu sunyi.     

"Kau mencari wanita ini?" Seorang pria kurus berjalan perlahan dari balik kegelapan. Suaranya terdengar sangat tenang. Wajah Angele masih terlihat buram karena partikel energi, namun rambut merahnya masih terlihat jelas.     

Saat Angele berjalan, kabut kelabu yang memenuhi tempat itu mulai menghilang karena terdorong oleh gelombang panas dari tubuhnya.     

Carmen gemetar. Ia menatap pohon di samping Angele.     

"Linda…" Suaranya terdengar berat dan serak.     

Sebilah sekop hitam memotong wajah seorang wanita cantik menjadi dua. Dengan sekop itu, Angele menancapkan si wanita ke batang pohon, sehingga menciptakan kubangan darah kecil di atas tanah.     

Wanita itu memiliki rambut pirang. Luka pada wajahnya terlihat sangat mengerikan. Sepertinya, wanita itu mati saat ia tidur.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.