Dunia Penyihir

Jembatan (Bagian 1)



Jembatan (Bagian 1)

0Angele beristirahat selama setengah jam untuk memeriksa semua benda bawaannya. Setelah memastikan bahwa semua ramuannya masih efektif, ia segera berdiri dan berjalan ke arah barat.     

Pantai biru yang bersih dan halus itu sangat luas. Setelah berjalan beberapa saat, gerbang batu di pantai terlihat seperti titik kecil di belakangnya.     

Gelombang laut terus berdebur, namun ia terus berjalan dengan cepat. Titik-titik cahaya biru bersinar di matanya, yang menunjukkan bahwa ia sedang memeriksa keadaan sekitar dengan bantuan Zero.     

Setelah berjalan selama dua jam, ia masih tidak menemukan apa-apa. Hanya ada lautan biru yang tak berujung.     

Di tengah jalan, ia berhenti untuk meminum sebotol ramuan nutrisi berwarna hitam. Ramuan itu dapat memberinya cukup nutrisi agar tidak merasa lapar dan haus selama beberapa hari.     

'Debur gelombang laut ini semakin keras,' pikirnya. Ia merasakan adanya perubahan di tempat itu.     

Setelah meminum habis ramuan nutrisi tersebut, ia beristirahat selama beberapa saat, kemudian memulai perjalanan lagi.     

Dalam beberapa menit, sebuah pulau berwarna putih muncul di depan. Pulau itu berbentuk seperti daun raksasa putih yang mengapung sendirian di laut.     

Angele berhenti berjalan dan menatap pulau itu.     

Di pantai berpasir putih, terdapat beberapa bayangan-bayangan buram dengan bentuk seperti manusia bertubuh pendek. Dari tempat Angele berdiri, hanya terlihat bayangan-bayangan dan pantai itu, sementara sisa pulau tertutup kabut tebal berwarna biru.     

Ia mengernyitkan alisnya dan memeriksa jarak antara dirinya dengan pulau itu.     

Sihir Logam-nya masih butuh waktu untuk benar-benar kembali seperti semula. Walaupun ia memiliki banyak metode lain, ia tidak akan bisa bertarung jika ada musuh yang tiba-tiba muncul dalam perjalanan.     

Ia terdiam sesaat, sebelum akhirnya memutuskan untuk mendekat.     

'Ras kuno dengan kemampuan menyegel suara mereka dalam gelombang lautan… Sepertinya mereka memiliki darah dan kekuatan mental yang tinggi. Jika aku mencari mereka, mungkin aku bisa mendapatkan sampel darah atau benda langka.'      

Dengan sepatu bot-nya, ia melangkah ke depan.     

"Agglomerate," gumamnya seraya menunjuk ke arah air di bawah kakinya.     

Shing!     

Titik-titik partikel berwarna hijau segera muncul, menyatu dan memadat menjadi tangga berwarna kehijauan.     

Dalam hitungan detik, tangga itu membesar dan berubah menjadi jalan panjang yang mengarah langsung pada pulau putih itu.     

Angele segera menaiki tangga dan berjalan menuju pulau itu.     

Sihir itu adalah sebuah sihir dasar yang dapat menyatukan partikel energi air dan angin menjadi tangga. Setelah menghabiskan bertahun-tahun untuk mempelajari pola-pola sihir, termasuk pola sihir yang lemah, akhirnya waktu yang tepat untuk menggunakan pengetahuannya telah datang.      

Walaupun sihir-sihir lemah tidak berguna dalam pertarungan, sihir itu masih dapat membantunya mengatasi situasi rumit seperti sekarang.     

Gelombang laut masih berdebur di atas lautan.     

Angele semakin dekat dengan pulau. Ekspresinya berubah serius.     

Di air sekitar pulau, terdapat beberapa papan kayu yang hancur. Jika benar papan-papan itu adalah sisa kapal karam, ia akhirnya mengerti apa yang telah terjadi.     

Tiga anak kecil berpakaian putih berdiri di pantai. Mereka memanggil dan melambaikan tangan pada Angele.     

"Tolong!"     

"Tolong kami!     

"Kumohon, tolong kami!"     

Angele melihat ketiga anak kecil itu melambaikan tangan dan berteriak-teriak. Anehnya, sikap mereka sedikit kaku, seperti robot yang terprogram untuk mengulangi satu perintah yang sama.     

'Ombak pasang, kapal karam, atau mungkin… mereka sudah mati…'     

Angele menebak dan memicingkan matanya.     

Wajah ketiga anak itu sangat pucat, seperti kedinginan karena terendam air laut selama beberapa lama. Darah merah mengucur dari mata mereka dan meninggalkan jejak darah merah yang sangat kontras dengan kulit mereka yang pucat.     

Angele menatap pulau itu. Ia tidak tahu harus berkata apa.     

"Kau bisa melihat kami, kan? Kau bisa melihat kami!" Seorang anak lelaki berteriak dengan kerasnya. Mata anak itu besar, namun tidak terlihat adanya cahaya di dalam kedua mata itu. "Kumohon! Tolong kami! Tolong kami! Tolong… Tolong… Tolong… kami!" Suara anak kecil itu berubah menjadi serak dan berat, mirip seperti suara orang tua yang mulutnya dibungkam dengan plester. Kejadian itu sangatlah misterius dan mengerikan.     

Angele terdiam, tidak tahu apakah ia harus tetap maju dan menjawab panggilan ketiga anak kecil itu.     

Saat ia hendak mundur, suara ketiga anak menjadi semakin keras, seakan-akan mereka mendekat dan berdiri hanya beberapa meter darinya.     

Kepalanya menjadi pusing, hingga nyaris tidak bisa berpikir.     

"Kalian mau menghalangi pikiranku lagi?" Angele mengangkat tangannya.     

Cahaya merah bersinar di udara dan memunculkan sebongkah bola lahar seukuran kepala manusia. Dengan cepatnya, bola itu melesat ke arah ketiga anak yang berdiri di tepi pantai.     

Retakan-retakan pada bola lahar itu dialiri oleh lahar berwarna emas. Suhu bola itu sangat tinggi, hingga menguapkan air laut menjadi asap putih dalam perjalanannya menuju sasaran.     

Bola lahar itu akhirnya mengecil, sebelum akhirnya mendarat tepat di antara ketiga anak itu.     

Duar!     

Cahaya merah bersinar, dan suara ledakan terdengar dengan kerasnya. Lahar panas berwarna emas terciprat ke seluruh pantai itu.     

Seluruh pantai menjadi panas, dan asap putih membumbung tinggi di udara.     

Setelah ledakan itu terjadi, suara ketiga anak kecil pun menghilang.     

Angele memicingkan matanya dan memutuskan untuk terus berjalan.     

'Karena sudah sampai di sini, akan kukunjungi pulau itu.'     

Pulau itu semakin dekat. Panas sisa ledakan serangannya masih terasa, namun bebatuan yang meleleh sudah kembali menjadi padat.     

Crk!     

Akhirnya, ia sampai ke pantai. Ia memutuskan untuk berjalan mendekati tempat ketiga anak berdiri.     

Tempat ketiga anak berdiri telah menjadi lubang sebesar dua meter akibat ledakan bola lahar tersebut.     

Ia merunduk dan memeriksa bagian dalam lubang. Namun, tidak terlihat ada sedikit pun sisa makhluk hidup dalam lubang itu.     

Angele memutuskan untuk berdiri dan melihat sekelilingnya.     

Pulau itu berbentuk bulat. Di antara kabut biru yang tebal, terlihat sebuah jembatan besar yang menyambungkan tanah dan langit.     

Jembatan langit itu terlihat buram, gelap, dan misterius.     

"Tolong kami…" Suara itu kembali muncul tepat di sampingnya, seperti ada yang berbisik ke dalam telinganya.     

Ekspresinya berubah kecut. Ia segera memeriksa keadaan sekelilingnya.     

"Kasihan sekali…!" Ia menghembuskan nafas dengan geram dan mengambil sebotol cairan berwarna biru dari kantongnya. Cairan biru muda itu bersinar dengan cahaya kebiruan.     

Ia melemparkan ramuan itu ke udara.     

Krak!     

Botol ramuan itu retak dan pecah berkeping-keping.     

Sebuah pusaran energi yang kuat muncul di atas pulau tersebut.     

Suara pusaran energi itu terdengar semakin keras, hingga mampu menarik semua kabut biru di sekitar. Dalam beberapa detik, pusaran energi itu berubah menjadi biru.     

Bagian bawah pusaran itu berada tepat di tengah telapak tangan Angele.     

Kabut biru tebal itu berkumpul, menjadi cairan biru dan perlahan-lahan masuk ke dalam botol kosong di tangannya.     

Semua kabut menghilang, sehingga pulau itu terlihat lebih jelas.     

Pulau itu memiliki diameter sekitar 10 meter. Hanya terlihat adanya lautan di sekeliling pulau itu.     

Pada sisi seberang pulau, terlihat sebuah menara berwarna kuning yang terbuat dari batu.     

Jembatan batu pada menara terhubung langsung ke langit. Bagian atas jembatan itu sudah usang dan hancur, namun masih terlihat jelas bahwa jembatan tersebut mengarah ke atas langit. Angele tidak tahu apa yang ada di atas jembatan itu.     

Suara anak kecil tadi akhirnya menghilang. Ia memasukkan botol berisi cairan biru itu ke dalam kantongnya dan melihat keadaan sekelilingnya.     

Tiga orang anak kecil berpakaian putih berdiri di depan jembatan dan menatap ke arah langit. Ketiga anak kecil itu tidak bersuara sama sekali.     

Perlahan-lahan, tubuh ketiga anak kecil meleleh seperti lilin dan berubah menjadi cairan putih yang terserap masuk ke dalam tanah.     

Angele berjalan mendekati jembatan itu dan berdiri di tempat ketiga anak tersebut menghilang.     

Pada permukaan jembatan, terdapat sebuah kalimat yang tertulis dalam bahasa kuno.     

'Dunia Mimpi Buruk, Tahun 544. Kami menemukan gerbang menuju dimensi lain. Jembatan ini sangat menarik. Kita sama sekali tidak bisa menghancurkannya. Petualangan ini sangat seru. Aku yakin bahwa sesuatu telah menunggu kita di akhir perjalanan.'     

Tulisan itu sangat kecil, namun rapi dan bersih.     

Ia merunduk dan menatap bebatuan itu.     

"Kembalikan!" Terdengar sebuah teriakan dari belakang, suara salah satu dari ketiga anak kecil.     

Angele berbalik, namun ia tidak melihat ada orang di sana.     

Sambil menyeringai keji, ia menyentuh kantongnya dan memunculkan pelindung bening di sekitar tubuhnya.     

Pelindung dari kalajengking kristal pemberian Vivian mampu menangkis serangan wujud-wujud jiwa. Itulah alasan mengapa Vivian memberinya alat sihir tersebut. Walaupun alat sihir tersebut tidak bisa bertahan melawan sihir biasa, alat itu mampu bertahan melawan serangan para wujud jiwa.     

Angele memeriksa batu hitam di atas tangannya.     

"Batu ini bukan berasal dari pulau ini." Angele melihat batu di tempat itu berwarna putih, namun tidak ada satu pun yang berwarna hitam, sehingga ia semakin yakin bahwa batu itu berasal dari tempat lain.     

Saat ia mengambil batu itu, kain putih di tangannya berubah menjadi abu dan tertiup angin.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.