Dunia Penyihir

Kenyataan (Bagian 1)



Kenyataan (Bagian 1)

0Sando menarik ujung roknya perlahan dan melihat sekelilingnya. Setelah suara para penonton menghilang, ia memutuskan untuk angkat bicara.     

"Namaku Sando. Mengadakan pesta pemberian hadiah ini adalah sebuah kehormatan besar. Aku yakin bahwa sebagian dari kalian telah mendengar namaku, tapi jika tidak, tidak apa-apa." Wanita itu melepaskan pegangannya pada pakaiannya, memunculkan sebuah tongkat dari emas putih di tangannya.     

Wanita itu melambaikan tongkat pendeknya dan melepaskan cahaya putih, yang kemudian mendarat di belakang ketiga penyihir dan berubah menjadi layar besar berbentuk bulat seperti telur.     

Pada layar cahaya tersebut, terlihat kejadian-kejadian pertarungan para penyihir.     

Ada petarung barbar, pemanah, sihir jarak jauh, sihir pemanggil makhluk, dan bahkan pertarungan adu kemampuan sihir dasar.     

Tanpa bersuara, para penonton menatap gambar-gambar pada layar itu dengan teliti.     

Angele duduk di kursinya sambil melihat layar itu, yang menampilkan momen-momen paling menegangkan dalam pertarungannya melawan wanita berzirah putih itu.     

Ia melihat dirinya berlari keluar dari terpaan cahaya putih wanita itu. Luka-luka parah menghiasi sekujur tubuhnya. Namun, semua luka dan cahaya tersebut tidak mampu menyembunyikan sorot matanya yang keji seperti orang gila.     

Selain momen tersebut, ada juga momen-momen menegangkan lain dalam pertarungan antar penyihir lainnya.     

Akhirnya, gambar itu berhenti bergerak, tepat saat seorang pendekar barbar mengangkat sebuah helm bertanduk di udara.     

Pada bagian tengah dada pria itu, terdapat sebuah zamrud hijau yang mengirimkan energi-energi hijau. Gelombang energi hijau itu terserap ke dalam tubuhnya, sebelum menyebar dan bergerak-gerak melalui sulur-sulur hijau yang melilit seluruh tubuhnya.     

"Jadi, pemenang gelar Melampaui Retakan Dunia adalah…" Sando mengambil secarik kertas kosong dan mulai membaca. "Uramon! Mohon segera naik ke atas panggung untuk menerima hadiah!"     

Seorang pria bertubuh tinggi, dengan tinggi sekitar 2 meter, segera berdiri dari kursinya.     

Tap! Tap!     

Dengan suara langkah kaki yang berat dan keras, pria itu berjalan naik ke podium.     

Pria itu terlihat sama persis dengan petarung barbar di layar tadi. Walaupun wajah pria itu terlihat datar, Angele mampu merasakan kebahagiaan pria itu.     

Sando menunjuk pria itu saat ia sampai ke panggung, memunculkan sebuah cahaya biru yang bersinar dan berkedip-kedip pada tubuh pria itu.     

Sepertinya, cahaya tersebut adalah penanda hadiah.     

Di samping Angele, terdengar suara orang-orang yang saling berbisik.     

"Kali ini, kudengar hanya dua orang yang dapat hadiah dan dipanggil ke atas panggung, sementara kita hanya menonton. Tapi, selain dia, aku tidak tahu siapa lagi yang akan dipanggil."     

"Pemenang pertama adalah Uramon. Kudengar, ada lagi orang yang dapat banyak inti, namun mereka gagal dalam percobaan berpindah melewati retakan dunia dan pergi ke divisi lain.     

Angele tetap tenang saat mendengar gosip-gosip yang bertebaran.     

"Selanjutnya, pemenang yang mendapatkan inti terbanyak dalam divisi, namun tidak mampu bergerak melewati pembatas antar divisi sebelum waktu habis!" Fokus kembali berpindah, dan pilar cahaya bersinar di atas kepala Angele. "Angele, dari Kota Langit!"     

Mendengar perkataan Sando, Angele segera berdiri. Ia melihat beberapa penyihir di sekitarnya berhenti berbincang-bincang, sementara beberapa lainnya menatapnya dengan tatapan penuh kebencian. Mendapat tatapan seperti itu benar-benar tidak mengenakkan.     

Tanpa membuang waktu, ia meninggalkan kursinya dan berjalan ke atas panggung dari sisi sebelah kiri.     

Ketiga orang di atas podium memiliki ekspresi wajah yang sedikit berbeda, dengan senyum lan lembut. Sepertinya, mereka kemari hanya untuk bertemu dengannya.     

Sando menunggu Angele berjalan sampai ke panggung, kemudian menunjuk padanya dengan menggunakan tongkat emas putih.     

Cahaya putih bersinar pada tubuh Angele, dan segera menghilang sebelum ia sempat merasakan apa-apa.     

"Penyihir Angele, apakah ini kali pertama Anda mengunjungi markas Menara Penyihir Kegelapan?" Count Hosla tersenyum lembut.     

Angele mengangguk. "Benar, inilah kali pertamaku kemari."     

"Maukah kau bergabung dengan Departemen Perubahan?" tanya Sando dengan penuh rasa ingin tahu.     

Angele melihat bahwa Sando tidak sedang bercanda, sementara gadis kecil pengikut Count Hosla ikut menatapnya. Sepertinya, mereka sedang menunggu jawabannya.     

Count Hosla tidak mengatakan apa pun. Ia hanya melihat situasi sekitar dan tersenyum.     

"Maaf, tapi… sebenarnya, apa 'Departemen Perubahan' itu? Aku berterima kasih Anda memberikanku tawaran, namun aku butuh lebih banyak informasi." Angele menjawab dengan sopan. Ia tidak bisa bergabung dengan sebuah departemen hanya dengan bermodalkan namanya.     

"Tidak apa-apa." Sando mengangguk puas. "Jujur saja, Direktur Departemen Penyihir ingin kau menjadi muridnya, namun si direktur, Descartes, sedang tidak ada di sini. Menggunakan proyeksi untuk datang bukanlah ide yang bagus. Inilah alasan mengapa aku memintamu untuk bergabung dengan departemen-ku."     

Mendengar nama Descartes, para penonton mulai saling berbisik. Sepertinya, Departemen Penyihir memiliki sesuatu yang spesial.     

Namun, Angele terfokus pada ekspresi Count Hosla. Ekspresi pria tua itu berubah setelah mendengar nama Descartes.     

"Baiklah, terimalah hadiahmu. Kau bisa memilih tempat untuk membangun lingkaran sihir ini, namun berhati-hatilah. Setelah dibangun, lokasi lingkaran tidak dapat diubah."     

"Terima kasih, Master." Angele mengangguk.     

"Karena ini adalah kali pertamamu, aku akan menjelaskannya. Aku sudah meletakkan penanda izin pada tubuhmu, dan seseorang akan membantumu memilih salah satu lingkaran sihir yang sudah disiapkan sebagai hadiah para pemenang. Jika kau memutuskan untuk membangun lingkaran itu dalam kolam energi Menara Penyihir Kegelapan, kami akan menjamin keselamatannya. Satu hal lagi, dengan memenangkan acara ini, kau dapat mengakses benda-benda langka yang disediakan oleh organisasi," tambah Sando.     

"Sekali lagi, terima kasih, Master."     

Angele meletakkan tangan kanannya di atas dadanya, membungkuk hormat, dan berjalan turun.     

Saat ia meninggalkan panggung, seorang pengawal bertubuh tinggi, dengan baju zirah berwarna hitam, sudah menunggunya.     

"Mohon ikut aku, Master Angele." Panggil pengawal tersebut. "Ini adalah kali pertama Anda kemari, jadi sebaiknya Anda tetap tinggal dalam jantung pohon, karena keadaan luar sangat jauh berbeda. Berhati-hatilah."     

"Jauh berbeda?" Angele sedikit terkejut. Ia menyadari bahwa pengawal itu sedang menyembunyikan informasi darinya. "Apa ini Retakan Bumi, seperti tempat bertarung para peserta tadi? Atau kita berada di dunia lain? Atau, kau hanya sedang mengingatkanku akan bahaya dunia luar?"     

Pengawal itu tidak menjawab. Ia berbelok ke kiri, kemudian menaiki tangga spiral di tepi ruangan.     

Walaupun pengawal itu tidak menjawab, Angele tidak marah. Ia terus berjalan mengikuti pengawal itu.     

Saat berjalan menaiki tangga, Angele melihat Sando memberi hadiah pada pemenang-pemenang lainnya, sebelum pandangannya tertuju pada sosok yang tidak asing. Sosok wanita berzirah putih yang hancur dan terbelah-belah setelah kalah darinya.     

Wanita itu berdiri di depan kursi penonton dan menerima pin berbentuk pohon dari Sando bersama dengan para pemenang lainnya. Namun, tiba-tiba, ia menoleh pada Angele, yang sedang berjalan menaiki tangga. Ekspresi wajahnya berubah kecut. Sepertinya, setelah akhir pertarungan yang memalukan itu, wanita itu ingin membalas dendam.     

Angele balik memicingkan matanya pada wanita itu. Ia menyadari bagaimana sengitnya pertarungan mereka. Akhirnya sangat kejam dan tak disangka. Tidak mungkin wanita itu menerima kekalahannya begitu saja. Jika Angele tidak berada dalam divisi tersebut, kemungkinan besar wanita itulah yang akan memenangkan lingkaran sihir warisan.     

Akhirnya, Angele memutuskan untuk berhenti melihat wanita itu dan mengikuti pengawal-nya masuk ke pintu kecil di sebelah kanan.     

Di belakang pintu itu, terdapat sebuah lorong gelap, dengan bau yang busuk dan dinding yang terbuat dari lumpur mendidih.     

Lumpur basah dan berbuih di kaki Angele segera mengering terkena energi api yang terpancar dari tubuhnya.     

Tanpa memedulikan keadaan sekitarnya, pengawal itu langsung masuk.     

Tidak lama kemudian, mereka sampai di ujung lorong. Ada sebuah pintu kecil lain di depan mereka.     

Setelah membuka pintu tersebut, si pengawal segera berjalan masuk dan memanggil Angele.     

Saat mereka meninggalkan lorong, Angele menyadari hal yang aneh. Walaupun ia hanya memerlukan 10 detik untuk berjalan dari pintu pertama ke pintu tempatnya keluar, saat ia berbalik, ia tidak lagi melihat pintu pertama. Ia hanya melihat lorong gelap tanpa sedikit pun cahaya di dalamnya.     

Di balik pintu kecil itu, terdapat sebuah ruangan yang luas.     

Lantai ruangan dibangun dari marmer hitam dengan tekstur halus seperti cermin, sementara atap ruangan dihiasi dengan pola kotak-kotak berwarna hitam dan putih seperti papan catur.     

Lampu-lampu lilin yang tergantung pada sisi ruangan berbentuk seperti kepala-kepala monster atau makhluk buas.     

Cahaya redup dari lilin-lilin menerangi ruangan tersebut.     

Akhirnya, setelah berjalan selama setengah jam, mereka sampai ke sisi ruangan.     

Angele, bersama dengan si pengawal, berdiri di depan dinding marmer. Ia melihat pengawal itu mengambil bulu hitam dan sebotol tinta merah, mencelupkan bulu itu, dan menggambar sebuah pintu pada dinding.     

Kriet…     

Terdengar sebuah suara, kemudian pintu itu terbuka dan memperlihatkan tangga kayu memutar ke atas di dalamnya.     

"Silakan, Tuan sudah menunggu Anda," kata pengawal itu setelah menoleh ke arahnya.     

Angele mengangguk dan berjalan memasuki pintu.     

Ia melihat pengawal itu berhenti di depan pintu, seakan-akan ia tidak akan pergi sebelum Angele masuk ke tempat itu.     

Tanpa membuang waktu, Angele segera masuk.     

Tap! Tap! Tap!     

Setelah menaiki tangga selama beberapa menit, akhirnya ia sampai ke puncak. Di sana, ia melihat sebuah pintu kayu yang terbuka separuhnya.     

Sepasang obor menyala tergantung pada dinding, ditemani oleh suara lemak yang terbakar.     

Angele mengangkat tangannya, hendak mengetuk pintu.     

"Masuklah." Terdengar sebuah jawaban dalam bahasa Metia, bahasa pemersatu negeri tengah. Dari suara itu, sepertinya pemiliknya adalah seorang pria tua.     

"Permisi." Angele segera membuka pintu dan berjalan masuk.     

Ruangan itu adalah sebuah ruang belajar berukuran biasa, dengan bau khas buku-buku lama bersampul kulit dan kertas.      

Dalam cahaya redup itu, terlihat sebuah meja kayu bercat merah yang dikelilingi oleh rak-rak yang tidak beraturan.     

Seorang pria tua, dengan wajah yang sudah berkerut, duduk di samping meja itu. Jenggotnya memiliki panjang lebih dari tiga meter, sehingga pria itu harus menggeraikan janggutnya di atas bahu kirinya.     

"Senang bertemu denganmu, aku adalah Wakil Ketua Departemen Penyihir." Pria tua itu meraba-raba meja, sebelum akhirnya menemukan kacamata di bawah buku-bukunya. Setelah menemukan kacamata itu, akhirnya ia bisa melihat wajah Angele dengan jelas.     

"Direktur Departemen Penyihir sangatlah sibuk, sehingga ia tidak bisa bertemu denganmu. Jadi, akulah yang bertugas memberimu hadiah. Kau akan menjadi muridnya." Pria tua itu berdiri dan berjalan mendekat. "Jujur saja, ketua memiliki harapan tinggi. Kemampuan bertarungmu telah menarik perhatian direktur-direktur berbagai departemen. Mereka berpikir bahwa kekuatanmu memiliki hubungan dengan ras logam kuno."     

"Ras logam kuno?" tanya Angele. Ia tidak tahu apa maksud pria itu. Ia yakin bahwa ia adalah manusia biasa.     

"Benar, orang-orang dari ras logam memiliki ketahanan sihir yang tinggi, kemampuan untuk menahan serangan kebanyakan sihir, dan tubuh yang cepat sembuh walau sudah terluka parah. Masalahnya, ras tersebut membutuhkan benda langka sebagai sumber makanan pokok, sehingga akhirnya mereka punah karena mati kelaparan…" Pria tua itu mengambil kaca pembesar dan memeriksa seluruh tubuh Angele.     

Perlakuan itu membuat Angele sedikit merinding.     

"Master… Bisakah kau katakan di mana hadiahku?" Ia mundur selangkah.     

"Jangan khawatir, hadiahnya ada di sini." Pria tua itu kembali ke meja, meletakkan kaca pembesarnya, dan mengambil sesuatu berwarna hitam dari dalam laci meja.     

"Kenakan ini." Pria tua itu melemparkan benda hitam tersebut pada Angele.     

Dengan hati-hati, Angele menangkap benda tersebut. Ia telah menerima pelindung bahu seperti pelindung yang dulu diterimanya. Namun, pelindung dari pria tua ini memiliki ukuran dua kali lebih besar.     

Klang!     

Ia memasang pelindung itu pada bahu kirinya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.