Dunia Penyihir

Teleportasi (Bagian 1)



Teleportasi (Bagian 1)

0Angele menangkap keenam inti itu dengan mudah.     

"Hanya 6?" Angele terkejut. Ia segera memeriksa tempat di mana ia meninggalkan mayat wanita itu.     

Mayat wanita itu telah menghilang bersama cahaya hitam tadi, dan hanya menyisakan lumpur, bebatuan, juga rumput yang terciprat akibat ledakan-ledakan dalam pertarungan mereka.     

'Teknik sejenis proyeksi, ya?' pikir Angele.     

Saat ia memeriksa keadaan sekitarnya, sebagian besar luka-lukanya telah nyaris sembuh, namun energi dalam chip-nya hanya tersisa sedikit. Jika saja wanita itu menggunakan satu atau dua lagi sihir yang kuat, pasti dialah yang akan kalah.     

Untuk membantu kekuatan penyembuhannya, Angele harus menggunakan darah dan energi. Jika ia kehabisan energi atau darah, ia harus bergantung dengan energi yang tersimpan dalam chip-nya.     

Walaupun biasanya proses penyembuhan itu tidak menghabiskan banyak darah, kali ini ia benar-benar terluka parah.     

Akhirnya, ia membersihkan debu dari tubuhnya, dan memanjat sebuah tebing kecil.     

"Keluar kalian semua!" Rambut merahnya semakin panjang hingga menusuk semak belukar raksasa di bawah tebing. Dengan mudahnya, rambut itu menarik sesosok pria kurus bertopeng putih.     

"Lepaskan bajumu," perintah Angele.     

Saat melihat mata merah Angele yang penuh keinginan membunuh, pria bertopeng itu memutuskan untuk diam. Ia melepaskan baju dan celananya dan melemparkannya pada Angele.     

Baju itu berwarna hitam dan terbuat dari kulit.     

Setelah menangkap kedua pakaian itu, Angele membiarkan pria tersebut kabur.     

Namun, saat mengenakan pakaian itu, ekspresi wajahnya berubah kecut.     

"Agak terlalu kecil…"     

Baju dan celana itu terlalu kecil. Saat Angele mengenakan kedua pakaian tersebut, ia terlihat seperti sedang mengenakan pakaian ketat.     

Beberapa penyihir yang melihat pertarungan itu berencana untuk menyerang secara mendadak. Mereka yakin bahwa Angele akan membutuhkan waktu untuk menyembuhkan dirinya. Namun, setelah melihat serangan pada pria bertopeng itu, mereka memutuskan untuk menyerah saja.     

Para penyihir yang menunggu segera kabur, sehingga akhirnya tempat itu kembali menjadi sunyi.     

Setelah mengenakan pakaian tersebut, ia berjalan mendekati sungai. Ia terdiam sesaat, sebelum akhirnya memutuskan untuk mengikat kesepuluh inti menggunakan rambut merahnya. Pertarungan itu memberikannya enam inti, sehingga sekarang ia memiliki total sepuluh inti.     

Bahan inti-inti itu sangat aneh dan tidak normal. Saat ia masuk ke sungai, semua inti itu tidak mengapung maupun tenggelam. Inti-inti itu hanya bergerak-gerak naik dan turun, tidak mencapai permukaan atau pun dasar.     

Sesampainya di sungai, ia mulai berenang, dan membiarkan air sungai itu membersihkan darah dari tubuhnya.     

Rambut merah panjangnya menyebar di air dan menjadi berantakan, namun inti-inti yang terikat pada bagian atasnya terlihat seperti aksesori rambut yang indah dan misterius.     

Perlahan-lahan, ia berenang maju dan menikmati ketenangan sambil menyegarkan diri.     

Setelah mengumpulkan cukup inti, ia memutuskan untuk menggunakan waktu yang tersisa untuk beristirahat saja.     

Dengan enam inti dari wanita itu, dan empat inti yang ia miliki, ia yakin bahwa ialah yang akan menjadi pemenangnya. Waktu yang tersisa tinggal sedikit.     

Lagipula, dengan waktu sesedikit itu, ia tidak dapat mencari cara untuk pergi ke divisi lain. Ia memutuskan untuk menunggu hasilnya saja.     

Dalam sungai itu, tidak ada makhluk hidup sama sekali – tidak ada ikan, tanaman, atau apa pun juga. Hanya ada tanah di dasar sungai tersebut.     

Akhirnya, setelah berendam selama beberapa saat, ia naik dan menatap langit.     

Retakan-retakan di sekitar langit biru itu terlihat semakin besar.     

Terdengar suara deru angin yang sangat keras dari retakan-retakan tersebut.     

Udara terus masuk melalui retakan-retakan tersebut, sementara kekuatan gravitasi tempat itu semakin menurun.     

Walaupun wajahnya terlihat santai, seperti orang yang tertidur, sebenarnya ia sedang menggunakan chip dan gelombang mental-nya untuk memeriksa dan memastikan keamanan di sekitarnya.     

Akhirnya, setelah menunggu lama, terdengar suara berat dari langit.     

"Waktu sudah habis, penyihir yang tidak mendapatkan inti akan dianggap gagal, sementara mereka yang memiliki inti akan diantar pergi."     

Saat penyihir itu selesai berbicara, di atas tanah, muncul cahaya-cahaya hitam yang bersinar hingga menusuk langit. Cahaya-cahaya hitam itu mengirimkan penyihir yang gagal mendapatkan inti lengkap.     

Setelah cahaya hitam itu menghilang, cahaya putih bersinar turun dan berubah menjadi pilar-pilar berwarna putih.     

Pilar putih muncul di atas Angele dan mengepung tubuhnya.     

Saat cahaya itu mencapai dirinya, ia masih mengapung di atas air. Cahaya putih itu membuatnya merasa segar dan hangat. Selain cahaya, dalam pilar putih itu, terdapat tetesan-tetesan air.     

Tetesan-tetesan air itu melayang, seperti tak memiliki massa, sebelum akhirnya masuk terserap ke dalam kulitnya.     

"Tunggu…" Ekspresi Angele berubah. Ia teringat akan sesuatu dari legenda dan cerita-cerita. 'Ini… Mata Air Kehidupan?'     

"Jika benar ini air berasal dari Mata Air Kehidupan…" Ia segera melihat sekelilingnya.     

Saat melayang di udara, ia melihat lebih dari 10 pilar putih; masing-masing berisi penyihir yang berhasil mendapatkan inti.     

Semuanya terluka parah. Ada yang menderita retak tulang, ada yang memiliki lubang pada kepala atau pun leher… Separah apa pun luka mereka, semuanya sembuh setelah terkena sinar dari pilar-pilar putih tersebut.     

Bahkan, ada seorang penyihir wanita – lebih tepatnya, separuh penyihir – yang kehilangan separuh tubuh dari pinggang ke bawah, namun semuanya sembuh setelah terkena cahaya tersebut. Dalam beberapa detik, bagian bawah tubuh wanita itu kembali normal.     

"Mengerikan… Jika ini Mata Air Kehidupan yang asli, artinya sosok yang membelakangi Menara Penyihir Kegelapan adalah…" Ekspresi Angele berubah kecut.     

Dalam cahaya itu, ia terus terbang dan melihat semua pemandangan di bawah tertutup lapisan tipis cahaya putih.     

Beberapa menit berlalu, akhirnya ia sampai di retakan-retakan langit. Setelah memasuki salah satu retakan, ia sampai di sebuah tempat gelap.     

Dalam tempat itu, semuanya melayang-layang, menunjukkan bahwa tidak ada gravitasi di sana.     

Setelah beberapa lama, sebuah pintu keluar berbentuk seperti telur muncul di depan.     

Cahaya putih di sekitar tubuh Angele segera membawanya mendekati pintu keluar itu.     

Setelah berada dalam gelap terlalu lama, matanya menjadi silau sejenak setelah memasuki pintu tersebut.     

Dalam beberapa detik, matanya beradaptasi pada kegelapan di luar, akhirnya ia dapat melihat tempat di mana ia berada.     

Ia sedang berada di kamar tidur yang besar dan mewah, dengan nuansa keemasan pada perabotan di dalamnya. Di tengah ruangan, terdapat sebuah kasur berukuran besar, dengan selimut, dinding, karpet, dan segala perabotan berwarna emas gelap.     

Angele sendirian di sana. Tidak ada pintu pada kamar itu; hanya ada jendela berbentuk persegi pada salah satu sisi dinding.     

Jendela itu separuh terbuka, sehingga ia dapat mendengar suara air mengalir dan kepakan sayap burung.     

"Tempat apa ini?" Angele melihat sekelilingnya untuk memastikan bahwa hanya jendela itulah tempat untuk keluar. Kemudian, ia berjalan mendekati jendela untuk mengintip keluar.     

Di bawah ruangan, terdapat sebuah tebing raksasa dengan sungai di bawahnya. Sungai itu berbuih, mendidih, dan mencipratkan air ke mana-mana.     

Setelah melihat keluar, terlihat jelas bahwa ruangan itu dibangun dalam batang pohon besar yang dikelilingi oleh hutan hitam dan tebing-tebing tinggi. Terlihat kelompok rusa dan tupai sedang berlari-lari dan bermain di tepi sungai yang mengalir menuruni gunung.     

Ia berdiri di dekat jendela seraya menggumamkan mantra.     

Setelah menggumamkan mantra itu, ia menjentikkan jarinya dan melemparkan secercah api hitam ke arah hutan.     

Duar!     

Api hitam itu meledak dan berubah menjadi mata terbakar yang menatapnya balik.     

Melalui sihir Mata Api, daerah di sekitar ledakan tersebut terlihat jelas di depan matanya.     

Cahaya matahari yang nyaris terbenam bergerak melalui kabut tipis, sehingga membuat semuanya terlihat berwarna kuning.     

Di bawah sana, terdapat lautan pepohonan dan dinding-dinding tebing yang kasar dan berbatu. Di tengah hutan, terdapat sebuah retakan yang dalam dan sangat gelap.     

Pohon tempatnya berdiri berada di tebing, tepat di ujung retakan tersebut.     

Melalui batang pohon tempatnya berada, air mengalir turun, masuk ke sungai di bawah retakan, dan mengalir, sehingga terlihat seakan-akan pohon itu mengeluarkan air.     

Batang pohon tempatnya berada memiliki banyak jendela, dengan cahaya oranye dan putih dari masing-masing jendela tersebut. Dari jendela, terlihat banyak penyihir. Semuanya memiliki raut wajah yang berbeda-beda.     

Beberapa jendela ditutup, sehingga tidak ada cahaya yang bisa keluar.     

"Jadi, para penyihir yang berpartisipasi dan mendapatkan inti akan diletakkan di sini. Sepertinya, mereka menghabiskan banyak uang hanya untuk melakukan itu…"     

Walaupun ia telah bertarung sengit, cincin dengan ukiran mata pada jari tangan kirinya tidak rusak sedikit pun. Sampai sekarang, ia masih mengenakan pakaian yang dijarahnya dari si penyihir bertopeng.     

Namun, kantongnya tetap hancur.     

"Apa itu hanya proyeksi, atau aku benar-benar masuk ke dalam Retakan Dunia?" gumamnya. Ia tampak heran. "Jika benar tadi hanya proyeksi, kantong dan pakaianku harusnya masih ada…"     

Ia memeriksa tekstur pakaiannya yang berbahan kulit. Ia bersandar untuk memeriksa kesepuluh inti yang ia dapatkan. Semua inti-inti itu terlihat seperti jepit rambut dari permata.     

"Bukan ilusi… Walaupun aku tidak lagi bisa menggunakan kemampuan signet darah-ku di dunia ini, aku masih bisa membedakan kenyataan dan ilusi…"     

"Tapi, jika tadi bukan proyeksi, para penyihir yang tadi mati harusnya tetap mati…" Ia mengingat momen saat ia menghancurkan wanita itu menjadi dua bagian. "Nyaris tidak mungkin ada yang bisa bertahan hidup dengan luka seperti itu…"     

Ia terus berpikir, namun tidak juga mendapatkan jawaban. Setelah menyadari bahwa ia tidak memiliki cukup informasi, ia memutuskan untuk menyerah.     

Setelah berkeliling dalam ruangan, ia memutuskan untuk tidak keluar melalui jendela dan beristirahat saja.     

Sepertinya, ada alasan bagi mereka untuk menyuruhnya menunggu disini, sehingga ia memutuskan untuk menunggu saja.     

Setelah kira-kira dua jam, terdengar suara kepakan sesuatu dari arah jendela.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.