Dunia Penyihir

Seleksi (Bagian 2)



Seleksi (Bagian 2)

0'Jadi, begitu ya cara kerjanya…' Angele berhenti terbang. Akhirnya, ia memahami situasi tersebut.     

Pihak organisasi memastikan bahwa semua inti akan meledak, sehingga penyihir dengan kecepatan rendah pun dapat berkesempatan mendapatkan kepingan-kepingan inti. Namun, di sisi lain, dengan cara ini, pertarungan dan persaingan untuk mendapatkan kepingan-kepingan inti akan menjadi semakin sengit.     

Shing!     

Sebuah kepingan inti melesat pada sisi kanan wajahnya.     

Tap!     

Ia mengangkat tangannya dan menangkap kepingan inti tersebut.     

Kepingan inti itu bersinar; bentuknya seperti kristal berlian. Walaupun ia berhasil menangkap kepingan inti tersebut, ia merasa bahwa kepingan tersebut seperti sedang bergerak, sehingga ia memutuskan untuk meletakkannya dalam kotak tertutup.     

'Gaya tarik kepingan ini… Jadi begitu… Gaya tarik ini adalah penanda arah lokasi kepingan lainnya …' Akhirnya, ia benar-benar memahami aturan kompetisi tersebut.     

Ia memutuskan untuk melihat-lihat daerah sekitarnya.     

'Hari masih pagi. Lebih baik aku mulai mengumpulkan kepingan sekarang.'     

Seketika, ia menghilang, dan muncul kembali di puncak gunung. Di sana, terdapat seorang pria tua berjubah hitam yang berdiri di tepi sungai. Ia sedang menarik tangannya keluar dari dada seorang wanita dengan ekspresi suram.     

Dada wanita berzirah putih itu berlubang. Lubang itu terus mengucurkan darah.     

"Berikan kepingan itu padaku." Angele mengangkat tangan kanannya dan menarik kepingan batu perak dan hitam, kemudian ia mengubah bebatuan itu menjadi pedang besar berwarna kelabu.     

Pria itu memicingkan matanya. Cahaya merah bersinar pada mata hijaunya. Tiba-tiba, terasa suatu pergerakan. Sepertinya pria itu berusaha menyerang dari jauh     

Ting!     

Sebuah perisai perak muncul di depan Angele dan dengan mudahnya menangkis tangan transparan yang akan menyerangnya. Gelombang transparan menyebar dan akhirnya menghilang dalam beberapa detik.     

Sepertinya, tangan raksasa dari udara itu memiliki tinggi sekitar 3 meter dan lebar sekitar satu meter. Dengan kuatnya, tangan raksasa tersebut menyerang perisai Angele, berusaha menghancurkan perisai tersebut.     

Ia memegang pedang di tangannya kuat-kuat dan mengangkat pedang itu untuk mengayunkannya ke bawah. Bagian atas pedang batu itu hancur berkeping-keping dan melesat cepat ke arah pria di bawah sana.     

Duar! Duar! Duar! Duar!     

Seperti kumpulan bom, bebatuan tersebut terjatuh ke dalam tanah dekat sungai, sehingga tanah, lumpur, dan rerumputan berhamburan ke mana-mana.     

Tanpa peduli, lagi-lagi ia mengayunkan pedangnya dan menjatuhkan lebih banyak bebatuan besar.     

Tanah bergetar kencang. Lubang-lubang bebatuan menghancurkan tanah lapang di tepi sungai tersebut.     

Cahaya hitam bersinar di antara lumpur dan bebatuan yang beterbangan, namun cahaya itu segera menghilang.     

Setelah menyerang, Angele menjatuhkan pedangnya ke tanah.     

'Dengan lumpur dan bebatuan penuh logam ini, aku bisa mengendalikannya dengan mudah menggunakan sihirku.' Ia melompat turun dan mendarat perlahan di atas tanah dengan bantuan partikel energi angin.     

Wanita berzirah putih dan pria tua berjubah hitam itu tertimpa bebatuan, namun mereka masih hidup.     

Pria tua itu memuntahkan darah. Ia menatap Angele dengan wajah yang telah menjadi pucat.     

"Maafkan aku. Aku hanya menginginkan kepingan kalian." Angele tersenyum dan menggerakkan tangannya pada mata pria tersebut. Jari-jarinya perlahan berubah menjadi jarum perak.     

Tiba-tiba, pria tua dan wanita itu menghilang dan berubah menjadi cahaya hitam yang melesat ke langit secepat kilat. Tiga kepingan terjatuh dari cahaya tersebut dan mendarat di telapak tangan Angele.     

"Ha?" Ia terkejut. "Jadi, mereka tidak berbohong. Mereka benar-benar membantu peserta yang sudah sekarat." Angele menggenggam ketiga kepingan dan meletakkannya di dalam sebuah bola cairan logam.     

"Sudah selesai. Sekarang, aku harus mencari inti lainnya." Ia berjalan ke dekat permukaan sungai, sebelum berjalan menuju arah kepingan selanjutnya.     

Di bawah permukaan air, seorang pria yang sedang melihat situasi tersebut menghela nafas lega.     

**     

Satu hari kemudian…     

Air mengalir di sungai, dengan air terjun di tengahnya. Air terjun itu terlihat seperti benang putih di antara pegunungan.     

Angele berdiri di sisi kanan sungai. Kedua tangannya memegang dua bilah pedang crossguard. Dengan raut wajah tenang, ia menatap sisi seberang sungai.     

Pegunungan hijau di seberang sana sangatlah sepi; hanya ada kabut putih yang bergerak perlahan di atas      

Beberapa orang berdiri di puncak gunung sambil melihat pertarungan yang berlangsung di bawah sana.     

"Sang Pendekar sedang bertarung melawan Iblis Malam… Bagaimana menurutmu?" tanya salah satu pria.     

"Aku kurang tahu kekuatan Sang Pendekar, tapi kudengar dia sudah membunuh banyak orang yang menghalanginya. Hino, sang Burung Petir, juga kalah melawannya. Namun, di sisi lain, Iblis Malam juga merupakan salah satu kandidat terkuat," jawab seorang pria lain.     

"Lingkaran-lingkaran sihir buatan Iblis Malam sudah membunuh lebih dari 20 penyihir pesaing yang mengejar kepingan-nya. Semua penyihir itu memiliki peringkat tinggi. Menurutku, Sang Pendekar tidak akan menang," timpal seorang pria lain. "Sudahlah, itu bukan urusan kita. Kita harus melindungi kepingan kita saja. Sang Pendekar sudah tahu bahwa kita ada di sini, namun ia tidak menyerang karena kita tidak punya banyak kepingan, sementara Iblis Malam punya dua inti lengkap – Sang Pendekar tidak akan melewatkan kesempatan itu."     

Mereka bertiga menghela nafas. Perasaan mereka bercampur aduk. Dalam teritori mereka, mereka dianggap sebagai penyihir kuat. Kompetisi ini adalah kesempatan pertama mereka untuk bertemu orang-orang dengan kekuatan yang sama. Namun, setelah pertarungan berjalan, mereka melihat bahwa mereka tergolong lemah setelah bertarung melawan anggota elit organisasi lain, sehingga mereka bergabung untuk melindungi kepingan-kepingan yang mereka punya. Walaupun organisasi mereka tidak menjelaskan, namun jika mereka gagal mendapatkan satu kepingan … Mungkin hukuman mereka akan lebih parah ketimbang sekedar penghapusan memori.     

Dalam divisi ini, terdapat lebih dari 60 penyihir. Namun, separuhnya sudah mati ataupun kalah dalam pertarungan, sehingga penyihir yang tersisa memahami kekuatan masing-masing.     

Penyihir-penyihir terkuat di sana memiliki julukan Sang Pendekar, Iblis Malam, dan Mayat Hidup.     

Ketiga julukan itu adalah pemberian para penyihir divisi organisasi. Julukan-julukan itu menunjukkan bahwa mereka adalah yang terbaik di antara yang terbaik.     

Sang Pendekar memiliki setidaknya satu inti komplit, sama dengan Iblis Malam dan Mayat Hidup. Walaupun Mayat Hidup sedikit lebih lambat, tetap saja ia memiliki satu inti komplit.     

Setelah pertarungan ini, Sang Pendekar atau Iblis Malam akan menjadi pemilik inti terbanyak.     

Angele berdiri di tepi sungai dengan tenang.     

Shing! Shing!     

Terdengar suara dua bilah pedang crossguard yang berputar-putar.     

Ia berjalan menuju seberang sungai. Air dingin terciprat dan membasahi bagian belakang sepatu bot peraknya.     

"Iblis Malam… Jadi itu julukanmu, ya?" Angele berjalan sambil berbicara. Rambut merah panjangnya bergerak-gerak mengikuti arah angin. Ia mendongak perlahan. Cahaya-cahaya biru yang bersinar di depan matanya.     

Dalam pertarungan ini, ia tidak bisa menggunakan bola lahar. Walaupun bola tersebut sangat kuat, semua penyihir di negeri tengah akan tahu identitas aslinya, sehingga ia hanya bisa bergantung pada sihir logam dan sihir sekali pakai, Ledakan Pyro, yang tersimpan di dalam chip-nya     

Semenjak hari pertama, ia tidak pernah beristirahat. Ia terus mengikuti pergerakan kepingan dan mengambil kepingan-kepingan semua penyihir yang ditemuinya. Tidak ada yang mampu menghentikannya.     

Seorang penyihir berjuluk Burung Petir berhasil melukai pundak kanannya, namun hanya itulah luka yang dideritanya selama pertarungan ini.     

Dalam wilayah mereka, ada lima inti. Sekarang, ia sedang berhadapan dengan Iblis Malam, penyihir yang lebih kuat dibandingkan Burung Petir.     

Ia mampu merasakan tarikan kedua inti milik Burung Petir.     

Masalahnya sekarang adalah latar belakang Iblis Malam.     

Menurut salah satu penyihir yang ia kalahkan, Iblis Malam adalah salah satu anggota inti Menara Penyihir Kegelapan yang bergabung hanya untuk mendapatkan hadiah utamanya, lingkaran sihir warisan.     

Ia terus berjalan menyeberangi sungai tanpa henti.     

Tidak lama kemudian, ia sampai di tanah berlumpur. Beberapa ekor burung putih terbang dari pepohonan di atas gunung.     

Tidak lama kemudian, semua burung itu menghilang.     

Angele menengadah dan menatap burung-burung itu terbang pergi. Bayangan mereka bergerak melalui wajahnya. Sebuah bulu putih terjatuh di atas kepalanya. Ia langsung menangkap bulu itu dan menghancurkannya.     

Shing!     

Garis-garis merah berbentuk seperti jaring laba-laba muncul di atas tanah dan bersinar terang.     

Cahaya merah itu menaiki kakinya dan berusaha mengikatnya.     

Gelombang-gelombang tak kasat mata muncul di atas gunung, sebelum akhirnya seorang gadis cantik muncul entah dari mana. Ia mengenakan zirah hitam, kontras dengan kulitnya yang pucat. Kakinya benar-benar terlindungi dengan zirah tebal berwarna hitam. Tidak terlihat adanya sedikit pun pelindung pada bagian pinggangnya.     

"Pendekar… kau sudah kalah saat kau menginjak jebakan gravitasi-ku." Rambut panjang pirang wanita itu tergerai di atas bahunya dan menari mengikuti arah angin seperti kain sutra yang halus. Kedua matanya menatap Angele dengan jijik, seperti orang yang menatap lawannya yang sudah sekarat.     

"Gravitasi tempat ini akan menghentikan pergerakanmu. Berikan saja inti-mu. Kau tidak akan bisa menang."     

Angele mengangkat tangannya. Kekuatan gravitasi memberatkan pergerakannya.     

"Jadi, kaulah yang dijuluki Iblis Malam?" Ia menatap wanita itu dengan penuh rasa ingin tahu.     

Wanita itu memiliki mata berwarna hitam. Ia memegang senjata panjang berbentuk seperti pedang sabit yang dikelilingi asap hitam.     

"Apa maumu?" hina wanita itu seraya mengangkat pedangnya dan meninggalkan bayangan buram. Ia berusaha menyerang pinggang Angele.     

Angele hanya tersenyum dan mengangkat tangannya. Tiga bekas luka perak tampak menghiasi wajahnya.     

Bebatuan dan lumpur dari tanah bergerak ke arah wanita itu tiap kali Angele menggerakkan tangannya.     

Brak!     

Klang!     

Senjata mereka saling beradu.     

Pinggang Angele terkena serangan pedang tersebut, sehingga terdengar suara seperti logam yang bertabrakan. Serangan tersebut hanya meninggalkan sedikit luka kecil.     

"Hanya ini kemampuanmu? Mengecewakan…" Angele menggeleng. "Kau terlalu lemah. Aku sudah berharap banyak padamu.     

Wanita itu dikepung oleh lumpur dan bebatuan. Cahaya merah bersinar dari belakang tubuhnya. Sebuah wajah hitam, bersama dengan sepasang sayap biru, muncul di belakangnya.     

Duar!     

Iblis Malam menggunakan ketiga sihir terkuatnya. Akhirnya, semua batu yang mengepungnya hancur.     

Darah mengucur dari mulutnya. Ia menatap Angele dengan raut wajah kesakitan.     

"Berani-beraninya kau…"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.