Dunia Penyihir

Perang Berlanjut (Bagian 2)



Perang Berlanjut (Bagian 2)

0Angele merasa sedikit geram.     

Menara Penyihir Kegelapan terus-menerus menggunakannya. Hadiah besar yang mereka janjikan isapan jempol belaka.     

"Baiklah, aku sudah tidak punya banyak waktu. Kau bisa pergi sekarang karena prosedur sudah selesai." Tanpa menunggu jawaban, Thomas berbalik dan kembali masuk ke dalam gereja.     

Melihat sikap Thomas yang seakan-akan tidak menggubrisnya, Angele hanya mengernyitkan alisnya.     

Ia tidak terlalu peduli – Menara Penyihir Kegelapan telah memberinya bahan-bahan langka, dan ia tidak bekerja terlalu keras untuk organisasi tersebut.     

'Sebaiknya aku segera mengumpulkan bahan-bahan untuk ritual pemanggilan…' Angele berbalik dan berjalan keluar gerbang kota bersama dengan manusia singa yang dipanggilnya.     

Persatuan Dunia Penyihir sedang sibuk melawan para prajurit kiriman Menara Penyihir Kegelapan di daerah Molten River. Jutaan prajurit tersebar di seluruh medan perang itu.     

Jika ia bisa mendirikan altar world stone di medan perang itu, memanggil para wujud tersegel akan menjadi hal yang mudah.     

**     

Beberapa hari kemudian, di siang hari…     

Di depan kota kecil di tepi daerah Molten River.     

Dengan ekspresi serius, Angele melihat pembantaian mengerikan yang tengah terjadi di kota tersebut. Tubuhnya transparan dan tembus pandang, yang menunjukkan bahwa ia sedang menggunakan teknik persembunyian.     

Ksatria-ksatria boneka dari Menara Penyihir Kegelapan membunuh para manusia di kota itu tanpa ampun. Suara teriakan-teriakan ketakutan terdengar di mana-mana, dan kubangan-kubangan darah berceceran di tempat itu.     

Salah satu ksatria boneka mengambil bayi yang berusia sekitar satu bulan. Bayi itu bergerak-gerak dan menangis ketakutan.     

"Aku suka kulit bayi, rasanya lembut dan menyegarkan." Ia berkata, menyentuh dada bayi itu, dan menariknya perlahan.     

Krek!     

Sebagian dada bayi itu robek. Ksatria hitam itu memasukkan potongan tersebut ke dalam mulutnya.     

Ksatria-ksatria boneka itu memiliki tubuh seperti zombie, dengan mulut yang penuh dengan gigi-gigi tajam. Semua ksatria tersebut menunggangi kuda yang tinggi, namun lengan mereka sangat panjang hingga bisa menyentuh tanah.     

Ksatria-ksatria berlengan panjang itu dapat mengambil benda-benda di atas tanah dengan mudah.     

Ksatria tadi mengunyah daging bayi itu dan membaginya dengan ksatria-ksatria lainnya.     

Kelompok ksatria lain sibuk mengejar penduduk kota seperti anjing-anjing yang sedang mengejar babi. Bahkan, beberapa ksatria menusuk para penduduk dan meninggalkan mereka sampai mati kehabisan darah. Pemandangan di kota tersebut sangatlah mengerikan.     

Ekspresinya menjadi semakin serius – walaupun ia adalah seorang penyihir kegelapan, ia masih punya nilai moral.     

Melihat para ksatria itu memakan bayi, Angele segera menonaktifkan teknik persembunyian-nya.     

Kota itu sangat kecil dan hanya memiliki dua jalan, namun kedua jalan tersebut telah dipenuhi mayat-mayat. Enam ksatria berkeliling dan berpatroli menjaga jalan itu; masing-masing membawa mayat di tangan mereka. Mereka benar-benar memperlakukan mayat-mayat penduduk di sana seperti camilan.     

Angele menutupi wajahnya dengan topeng dan berjalan mendekati kota tersebut.     

"Kehidupan dan jiwa-jiwa adalah harta yang berharga. Janganlah kau membunuh tanpa alasan yang jelas. Setiap nyawa yang kau ambil akan mendorong dunia ini selangkah lebih dekat pada kehancuran." Angele berjalan masuk ke kota dengan ekspresi tenang.     

"Mungkin, aku sudah mengambil keputusan yang salah…"     

Seorang ksatria menyadari keberadaan Angele dan melihatnya masuk melalui gerbang kota.     

"Penyihir berjubah hitam?" Ksatria itu mengernyitkan alisnya.     

Setelah beberapa saat, ksatria itu menoleh dan memanggil temannya. "Karl!"     

Ksatria itu tertawa dan mengambil sebilah busur silang logam berwarna hitam, kemudian menembakkan panah hitam ke arah Angele.     

Shing!     

Angele menangkap panah tersebut dengan mudah menggunakan tangannya.     

"Peleton Ksatria Boneka…" Begitu ia selesai berbicara, rambut merah gelapnya tumbuh dan melesat cepat ke arah para ksatria itu, seperti ular-ular merah yang siap menerjang.     

Rambut-rambut merah itu saling menyambung dan membentuk formasi seperti jaring laba-laba berwarna merah.     

Rambut-rambut itu terus mengejar para ksatria.     

Shing! Shing!     

Ksatria boneka yang mengenakan pakaian seperti kapten peleton cepat-cepat menghindari rambut-rambut tersebut, namun ksatria lainnya berhasil terbunuh. Dada mereka tertusuk oleh rambut-rambut Angele. Dalam hitungan detik, jiwa-jiwa para ksatria yang mati itu ditarik keluar dan terserap masuk dalam helaian-helaian rambut tersebut.     

Sang kapten segera menarik pedangnya dengan ekspresi serius. Kapten tersebut memotong rambut-rambut merah tersebut dengan begitu cepat, hingga tidak satu helai rambut pun yang bisa menyentuhnya.     

Melihat semua ksatria-ksatria lain terbunuh, ia tiba-tiba tertawa.     

"Kau akan mati… Wakil komandan peleton-ku ada di sini. Seharusnya kau pergi saja tanpa mencari masalah!" Kapten itu berteriak-teriak seperti orang gila seraya terus berusaha menangkis dan menghindari pergerakan rambut Angele.     

Angele menatap ksatria itu tanpa menjawab.     

Bagi dirinya, membunuh adalah salah satu cara untuk mencapai tujuan. Ada berbagai cara untuk membunuh, seperti melepaskan serangga-serangga ke dunia yang bahkan tak diketahui namanya, atau bahkan membunuh untuk menghilangkan hasil eksperimen-nya yang gagal tanpa merasa apa pun. Namun, membunuh hanya untuk bersenang-senang berbeda dengan pembunuhan yang dilakukannya. Membunuh untuk bersenang-senang seperti yang dilakukan para ksatria itu menunjukkan rasa tidak hormat pada nyawa yang telah hilang. Angele membenci itu.     

"Jiwa dan nyawa. Mereka adalah bagian dari sejarah dan masa depan dunia ini. Pasti ada alasan mengapa aku masih hidup, begitu juga manusia-manusia ini. Mereka tak boleh dibunuh hanya untuk kesenangan" Angele menggumam seraya menatap ksatria yang berusaha menyerang balik itu.     

"Kau ini bicara apa?! Kau adalah penyihir kegelapan. Aku yakin bahwa kau telah melakukan hal-hal yang lebih buruk ketimbang apa yang baru saja kulakukan." Ksatria itu tertawa. "Semua makhluk hidup yang kukenal lebih takut pada penyihir-penyihir sepertimu."     

"Kau tidak mengerti. Ini bukan tentang baik atau buruk, atau pun keadilan dan pembalasan. Ini semua tentang arti sebuah kehidupan." Angele tersenyum. "Aku tidak suka karena kau tidak bisa memahami arti kehidupan, jadi aku akan membunuhmu."     

"Hanya makhluk-makhluk yang bisa menghormati kehidupan yang akan mampu memahami arti kehidupan," gumamnya. Tiba-tiba, ia teringat akan anak, ayahnya, dan naga tua yang ia temui. Mereka semua telah tiada.     

"Jika kau tahu betapa berharganya sebuah kehidupan, kau akan menghormatinya…" Ia terus menggumam.     

Angele memicingkan matanya, dan ksatria itu terdiam dan berhenti bergerak. Sepertinya, ksatria itu ragu harus melakukan apa.     

Shing! Shing! Shing!     

Seperti jarum-jarum tajam, rambutnya yang tak terhitung jumlahnya menghujami seluruh tubuh ksatria itu.     

"Tidak!" Ksatria itu berteriak seraya menarik salah satu rambut dan berusaha mengeluarkan rambut itu dari tubuhnya.     

Namun, ia sudah tak bisa berbuat apa-apa. Ksatria itu mengering seperti mayat yang dibakar, dan jiwanya ditarik keluar. Dengan menggunakan rambutnya, Angele cepat-cepat menyerap jiwa ksatria itu.     

Semua ksatria telah terbunuh, dan Angele memutuskan untuk memeriksa keadaan kota. Hanya ada beberapa anak-anak dan wanita yang masih hidup, namun mata mereka tampak tidak berjiwa.     

"Aura Kematian dari para ksatria itu… Cepat atau lambat, mereka akan mati…" Angele memeriksa para korban dan menggeleng. Tidak ada yang bisa ia lakukan untuk menyelamatkan mereka. Mereka sudah membusuk dari dalam.     

Tidak ada yang bisa ia lakukan. Menyembuhkan mereka adalah hal yang sangat tidak mungkin, seperti berusaha mengubah tulang-belulang kembali menjadi manusia hidup.     

Akhirnya, ia menutupi wajah dengan tudungnya dan menghilang dalam kobaran bola api.     

Beberapa hari kemudian, ia terus menemukan situasi yang sama. Prajurit-prajurit Menara Penyihir Kegelapan sibuk membunuh dan menyiksa manusia-manusia tidak berdaya.     

Walaupun ia sudah berusaha mengendalikan situasi, pembantaian itu hanya semakin meluas, dan prajurit-prajurit yang ia temui jauh lebih kuat ketimbang para ksatria tadi. Tanpa bantuan wujud aslinya, ia tidak bisa menang. Namun, Dunia Penyihir masih belum terhubung dengan Dunia Mimpi Buruk, sehingga ia tidak bisa menggunakan wujud tersebut.     

Ia sudah tidak lagi menggunakan teknik meditasi tingkat tinggi. Angele sedang fokus untuk meningkatkan kekuatannya dengan bantuan teknik para penyihir kuno. Sekarang, ia hanya perlu menyiapkan altar untuk memanggil para wujud tersegel untuk masuk ke Dunia Penyihir.     

Cincin-nya sudah diambil dan dipindahkan pada penyihir lain. Angele telah memutuskan untuk menolong Vivian, walaupun ia harus menjadi musuh Menara Penyihir Kegelapan.     

Ia pergi dan terjun langsung ke medan perang demi memeriksa situasi sebelum perang dimulai.     

Jika Menara Penyihir Kegelapan bisa mengatasi masalah dari Dunia Bayangan, mereka bisa membunuh Angele dan menghabisi Tangan Elemental dengan mudah.     

Sebagai tetua Tangan Elemental, Vivian harus berhadapan langsung dengan Menara Penyihir Kegelapan.     

Saat ini, pilihan terbaik bagi Angele adalah membiarkan para wujud tersegel menjajah Dunia Penyihir. Mereka sudah membuat persetujuan, dan ia berpikir bahwa situasi tidak akan menjadi lebih buruk lagi.     

**     

Markas Tangan Elemental…     

Ruang pertemuan dewan tetua yang luas.     

"Aku masih belum bisa menemukan Green." Vivian duduk di depan meja. Ia meletakkan kedua tangannya di atas permukaan meja kayu tersebut. Ia terlihat sangat kelelahan.     

"Jangan khawatir, Vivian." Tetua Kelima berusaha menenangkan wanita itu.     

"Apakah kau sudah menghubungi para kapten? Berapa prajurit yang tersisa?" Tetua Pertama bertanya dengan suara berat.     

"Yah, tiga kapten menjawab. Mereka mengatakan bahwa 80 persen prajurit-prajurit kita sudah dibunuh…" jawab Tetua Kedua dengan wajah yang pucat pasi.     

Suasana ruang pertemuan menjadi serius. Tempat itu menjadi hening sesaat.     

"Kumpulkan semua prajurit yang kita punya. Kita akan bergabung dengan pertarungan akhir di daerah Molten River," perintah Tetua Pertama.     

"Bagaimana dengan Lingkaran Sihir Warisan—"     

Tetua Pertama menunjuk ke meja.     

Sebuah peta putih muncul di udara. Daerah-daerah di peta tersebut ditandai dengan warna hijau atau merah.     

Daerah-daerah merah sudah dikendalikan musuh, sementara daerah-daerah hijau masih ada di tangan kita. Lihatlah ini."     

Para tetua lainnya melihat peta itu. Kebanyakan sudah bertanda merah, dan hanya ada sedikit daerah yang bertanda hijau.     

"Tanpa lingkaran sihir itu, kita…" Tetua Keempat tersenyum kecut.     

Sebagian besar organisasi besar meletakkan Lingkaran Sihir Warisan mereka dalam teritori masing-masing. Oleh karena itu, jika para tetua meninggalkan teritori, mereka akan melemah.     

Tetua pertama menghela nafas dan menjawab. "Dunia Peri terlalu kuat. Ini bukan perang yang bisa kita menangkan."     

Vivian menarik nafas dalam.     

"Green meninggalkan sebuah pesan untukku, tapi…"     

"Tenanglah… Green adalah penyihir tingkat 3, dan…" Tetua Pertama menjawab dengan tenang. "Fokuslah, Vivian! Ini adalah masa-masa kritis untuk kita!"     

"Baiklah…" Vivian terdiam sesaat, sebelum akhirnya menjawab.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.